chapter 8: the number you are trying to reach has a tutor
Hari ini adalah hari Senin, dan ini adalah hari di mana aku resmi menjadi anak kelas satu SMA. Selain itu, aku juga resmi menjadi anak kelas tambahan IPA.
Sebenarnya, aku dengan senang hati melupakan fakta yang terakhir itu. Tapi sayangnya, orang-orang di sekitarku tidak mendukung kesenangan hatiku. Sekarang saja, Rio sudah berdiri di depanku, lengkap dengan Angga, Bagas, dan Putra. Dan merekalah mengingatkanku soal kelas tambahan.
"Nanti jangan kabur dari kelas tambahan, ya," kata Rio sambil nyengir.
Tolong, ini masih pagi. Ayam masih berkokok. Padi baru ditanam. Bel belum berbunyi. Tapi, kenapa Rio sudah berbicara tentang kelas tambahan yang baru diadakan nanti sore?
"Iya," balasku.
"Yang semangat, ya! Gurunya kan asyik," kata Putra.
"Tuh kan, lo mau menjauhkan Aira dari Rio," timpal Bagas kepada Putra.
Bibir Putra langsung maju. "Apaan, dah," gerutunya.
Aku tertawa. "Iya, iya. Gue semangat, deh."
"Tapi jangan terlalu semangat juga," kata Angga. "Nanti lo kepinteran, dan ujung-ujungnya keluar dari kelas tambahan."
"Emang bisa?" tanyaku.
"Bisa, lah. Kelas tambahan kan, buat anak-anak yang nilainya butuh ditingkatkan. Kalau udah bagus, ya keluar aja," jelas Bagas.
Oh, jadi kalau aku menunjukkan semua medali olimpiadeku kepada Arka, mungkin dia akan mengeluarkanku dari kelas tambahan.
Tapi, apa yang akan kukatakan kepada Rio atau Kalila? Mereka tampaknya bersemangat sekali tentang aku yang masuk kelas ini. Walaupun alasannya berbeda, tentu saja. Rio pernah bilang sambil bercanda, bahwa dia jadi bisa sering modus. Kalila bilang, ini bagus karena aku jadi punya lebih banyak teman.
"Emang lo mau keluar?" tanya Putra kepadaku.
"Enggak," jawabku, berusaha tampak semeyakinkan mungkin.
"Bagus, deh. Gue bisa ada alasan buat nganterin lo pulang," kata Rio, bercanda.
Aku tertawa. "Mau tahu alamat rumah gue, ya?"
"Iya, biar bisa dikasih bom cinta," kata Angga dengan ngawur.
Kami tertawa.
"Receh, woy! Geli abis," komentar Bagas.
Aku sebenarnya bisa saja menjelaskan kepada orang-orang ini tentang struktur bom dan apa yang menyebabkan seseorang merasakan cinta. Tapi aku tidak yakin, mereka mau mendengar soal itu. Lagi pula, menertawakan hal-hal tidak jelas seperti ini, tidak terlalu buruk juga.
[.]
Tidak terasa, bel pulang sekolah berbunyi. Ada beberapa hal yang membuatku tidak menyukai bel pulang sekolah--terutama hari ini.
Tapi ini dua alasan yang paling utama:
1. Aku masih ingin mengerjakan soal tentang pangkat yang ada di papan tulis.
2. Sekarang, aku harus masuk kelas tambahan!
Jujur saja, mengulang materi yang sudah kupelajari di rumah, cukup membosankan. Tapi, aku masih bisa bertahan jika hanya harus mengulang materi di kelas biasa. Kalau harus mengulangnya di kelas biasa dan kelas tambahan, benar-benar membuang waktuku--lebih baik waktunya kugunakan untuk belajar bahasa Latin saja, kan?
Tapi mau bagaimana lagi? Mengeluh di dalam hati tidak akan menghasilkan apa-apa. Jadi, setelah aku merapikan buku-bukuku, aku melangkah menuju kelas yang kemarin dipakai untuk pertemuan pertama. (Itu akan menjadi kelas tambahan IPA selama satu tahun ke depan, omong-omong.)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable
Teen FictionKatanya, aku genius dan hidupku kelewat serius. Padahal aku tidak merasa seperti itu. Oke, aku memang pernah menggelar pentas tunggal dari drama Shakespeare yang semua dialognya kuubah sendiri jadi bahasa Jawa waktu aku kelas lima SD. Waktu kel...