"BOOM!"
"Astaga! Yak! Yoon Jeonghan! Kau mau membuatku mati muda?!" Jeonghan yang tertawa puas setelah berhasil mengejutkan pacarnya dari balik tembok pagarnya menghampiri Joshua dan menyilangkan lengan mereka.
"Kau lama sekali, Hong."
"Kau yang kepagian, Yoon. Ini masih setengah tujuh, biasanya kita berangkat jam enam empat puluh."
"Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu."
Cup
Jeonghan pun berhasil mendaratkan bibirnya ke pipi Joshua yang sekarang merah merona.
"Kau!" Joshua gelagapan, ia melirik sekitar dan pintu utama rumahnya di balik punggungnya.
"Kenapa?" Jeonghan yang melihat Joshua gelisah malah makin mendekatkan wajahnya ke arah Joshua. Oh sungguh, menggoda Joshua yang kini sudah resmi menjadi pacarnya itu sangat menyenangkan. Jeonghan bertekad akan bangun pagi setiap hari untuk melihat rona merah itu lagi.
"Terlalu dekat." Joshua mendorong dada Jeonghan pelan. Lalu, ia menarik tangan Jeonghan dan mengajaknya segera pergi ke sekolah. Jeonghan pun hanya tersenyum lebar melihat tangannya yang digenggam erat oleh Joshua. Hangat. Tangan Joshua begitu hangat, kehangatannya menyalur hingga ke jantungnya. Tangan Joenghan yang bebas pun ia taruh di depan dada sebelah kirinya. Terasa jelas debaran jantungnya yang tidak karuan, namun terasa nyaman.
******
Irene berangkat ke sekolah dengan lesu. Kakinya sudah baikan walau belum bisa dipakai berlari. Ia hanya menunduk saja selama perjalanan ke sekolah. Saat memasuki gerbang sekolah beberapa langkah, ia pun berhenti. Hatinya masih belum siap melihat Joshua dan Jeonghan yang sedang bergandengan tangan hendak memasuki gedung sekolah. Ia menggigiti bibir bawahnya menahan tangis. Walau ia sudah tau kalau Joshua mencintai Jeonghan, namun, kalau untuk melihat mereka yang bermesraan di depan matanya secara langsung, ia belum siap. Irene masih sangat mencintai pemuda dengan surai kecoklatan itu.
"Ayo masuk."
"Eh?" Irene mendongakkan kepalanya melihat sosok tegap di sampingnya, lalu melirik tangan mereka yang sudah bertautan.
"Oppa.."
"Kuantar ke kelasmu yah?"
"Ah, aku bisa send-" belum sempat Irene menyelesaikan kata-katanya, Seungcheol sudah menariknya duluan, mau tidak mau, mereka pun jalan beriringan. Saat memasuki gedung sekolah, bahkan sejak sebelum mereka masuk, mata para siswa sudah menatap tajam ke arah mereka. Terdengar bisikan tidak jelas di antara mereka. Irene jadi gelisah.
"Tatap ke depan."
"Eh?"
"Jangan melihat ke belakang. Terus berjalan dan tatap ke depan." Seungcheol mengalihkan pandangannya ke sampingnya. Ia tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya kepada wanita bersurai hitam dan panjang itu.
"Mulai sekarang, itulah yang harus kau lakukan. Walau nantinya akan banyak omongan tidak menyenangkan disana-sini kau harus tetap tegar." Irene merasakan tangannya yang diremas pelan oleh Seungcheol.
"Aku akan selalu disini menemanimu." Melihat senyuman hangat itu, resah di hati Irene jadi sedikit terobati. Ia pun tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih, oppa."
Benar saja, saat mereka sudah sampai di depan kelas Irene, mata para siswa di dalam sudah tertuju ke arah mereka di ambang pintu. Irene jadi merasa gugup. Tanpa sengaja matanya beradu pandang dengan Joshua yang sedang duduk bersama Jeonghan dengan para siswa yang mengerubungi mereka. Sempat terdiam, Joshua pun tersenyum ke arah Irene, seakan mengatakan semua akan bai-baik saja. Percaya padaku. Joshua sepertinya tau bahwa Irene pasti sedang bingung dengan keadaan mereka sekarang. Menjadi pusat perhatian dan bahan gossip satu sekolah. Ada sedikit rasa bersalah dihatinya. Joshua bangkit dengan menggandeng tangan Jeonghan berjalan menghampiri Irene dan Seungcheol.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIM or HER ?
FanfictionMenjadi gay dengan 'dia' atau menjadi normal dengan 'dia'?