Manusia Es

443 16 6
                                    

Kisah ini dimulai sejak aku bertemu dengan dua orang laki-laki yang memiliki paras mirip. Sering kali aku kesulitan membedakan mereka berdua. Sejak duduk di bangku SD, aku sudah mengenal mereka. Karena teman pertamaku waktu SD adalah mereka berdua. Aku masih ingat ketika aku shock karena baru pertama kali ini aku melihat ada dua orang yang memiliki wajah sama alias kembar. Aku masih ingat ketika melongo, kaget melihat keduanya.

"Loh, sama?" kataku terkejut menatap mereka. Kami duduk berhadapan. Bangku SD memang dibuat berhadap-hadapan, berkelompok 4 orang. Di sebelahku masih kosong. Nama mereka adalah Basma dan Bisma. Mereka duduk bersebalahan waktu itu. Aku mengambil duduk di depan mereka berdua karena tidak ada bangku yang tersisa lagi. Hanya satu bangku memanjang di hadapan mereka berdua yang tersisa. Aku tidak tahu yang mana Basma dan yang mana Bisma ketika aku pertama kali bertemu mereka. Aku juga tidak tahu siapa yang sedang duduk bersebrangan dan berhadapan denganku saat itu. "Kok bisa sama?" kataku konyol bertanya sekenanya.

Mereka berdua diam, tidak menjawab. Yang duduk di hadapanku tersenyum. Sementara yang satunya sibuk membaca sebuah novel karya penulis terkenal Raditya Dika berjudul 'kambing jantan'. Hening. Mereka tidak menjawab pertanyaanku. Aku menjadi canggung. Betapa bodohnya melontarkan pertanyaan semacam itu. Jelas-jelas kalau kembar ya wajahnya sama. Aku berpikir, setelah ini mereka pasti tidak mau menjadi temanku.

"Hai." kata yang duduk tepat berhadapan denganku tiba-tiba menyapa. Dia tersenyum ramah. "Kenalin, aku Bisma. Namamu siapa?" Dia yang bernama Bisma itu menjulurkan tangannya, mengajakku berkenalan.

Aku ragu-ragu menerima tangannya. "Alika." Kataku sambil tersenyum. Bisma pun ikut tersenyum. Setelah menjabat tangan Bisma, aku mengulurkan tanganku kepada yang di sebelahnya, sekalian mengajaknya berkenalan juga. Tidak adil kalau aku hanya berkenalan dengan salah satunya saja. Pikirku polos saat itu.

"Alika." Aku mengulangi namaku dan mengajak berkenalan yang di sebelahnya. Dia tidak menjawab jabatan tanganku, masih asyik membaca novel. Aku berpikir dia tidak mendengarku. Aku mengeraskan suaraku. "Namaku Alika." Dia hanya menoleh kepadaku. Tidak menjawab uluran tanganku. Aku mulai jengkel, menurunkan tanganku.

"Eh, nama dia Basma. Dia kakakku." Bisma sepertinya melihat wajah kesalku. Dia berusaha terlihat lebih ramah kepadaku. Dia memperkenalkan kakaknya meskipun kakaknya itu tetap bergeming, fokus membaca novel. Bisma mengangkat tangan di samping wajahnya, memberi batas pandangan terhadap Basma. Dia setengah berbisik kepadaku. "Dia memang begitu, cuek." Aku memperhatikan gerakan bibirnya. Yang di depanku ini memang sangat ramah. Dia sangat berbeda dengan yang di sampingnya. Dia kembali menurunkan tangannya. Suaranya kembali normal. "Tapi dia sebenernya baik kok." kata yang bernama Bisma membela manusia cuek itu.

Demi melihat Bisma, aku urung merengut. Setidaknya ada yang bisa ku ajak bicara saat itu. Meskipun aku masih jengkel menatap manusia cuek itu di hari pertama aku masuk sekolah. Aku siswa pindahan ke sekolah mereka. Dan mereka adalah teman pertamaku saat itu.

Hari-hari berikutnya berjalan normal. Aku dan mereka menjadi akrab. Tapi hanya aku dan Bisma yang menjadi lebih dekat. Tidak dengan Basma. Basma dan Bisma memang memiliki wajah yang sama, pun dengan postur tubuhnya. Tapi tidak dengan perangainya. Seiring berjalannya waktu, aku akhirnya bisa melihat perbedaan mereka berdua. Bisma memiliki perangai yang lebih ramah, mudah berteman dengan siapapun, suka jail seperti badboy, dan ada yang bilang kalau dia sedikit playboy. Sedangkan Basma memiliki perangai yang sangat dingin, cuek, tidak mudah berteman, tidak mudah ditebak, bukan playboy apalagi badboy. Dan sebab perangai Basma yang dingin itulah, banyak perempuan menjadi lebih 'melihat' Basma daripada Bisma. Tanpa ku sadari, aku pun telah dibuat penasaran olehnya.

Sebatas SukaWhere stories live. Discover now