Pulau Tidung

103 7 0
                                    

"Eh neng, rumahnya bang basma gede banget yah. Sepuluh kali lipatnya rumah kita." kata Rama berdecak kagum. Aku dan Rama sudah berada di depan rumah Basma pagi-pagi buta. Rama berseru nyaring melihat rumah Basma untuk pertama kali. Seperti yang di hadapannya saat ini adalah sebuah istana. Tapi memang benar-benar terlihat seperti kastil di film Disney. Terdapat delapan tiang teras yang membuat rumah ini tampak lebih megah jika dipandang dari luar gerbang. Soal gerbang tidak usah ditanya lagi, ada dua satpam yang selalu stand by untuk menjaganya. Di samping kiri rumah ini ada garasi yang sangat luas. Seperti basement di mal-mal besar. Entah ada berapa jumlah mobil dan motor yang tersimpan disana. Di samping kanan terdapat taman yang sangat indah dan menenangkan. Hijau dipandang mata. Terdapat air mancur di tengah-tengah taman tersebut. Bunga-bunganya pun terlihat terawat, menyegarkan. Tak heran, ada puluhan asisten rumah tangga di dalam rumah ini. Jadi urusan taman mungkin ada yang menanganinya sendiri.

Aku menekan bel rumah mewah yang terletak di pinggir pintu minimalis dengan cat warna putih, selaras dengan dinding dan teras tiangnya.

Seorang wanita paruh baya keluar dari balik pintu rumah gedongan itu. Ada warna putih yang membentuk garis lurus di sela-sela rambutnya yang hitam. Penampilannya rapi. Wajahnya menyenangkan. Tidak seperti asisten rumah tangga. "Eh, neng alika, ya?"

"Iya." kataku sopan menjawab wanita itu.

Wanita itu membawaku ke ruang tamu. Rama masih terperangah melihat isi rumah Basma. Langit-langitnya sangat tinggi dengan desain yang mewah dan elegan. Terdapat lampu gantung yang terbuat dari kristal berukuran besar menambah kesan glamour. Juga beberapa lukisan artistik yang ikut mempercantik bagian ruang tamunya. Selera pemilik rumah ini tidak main-main. Hampir di semua sisi ruangan terdapat barang-barang antik yang mungkin harganya tak perlu diragukan lagi, pasti mahal.

"Neng, neng." Rama menepuk bahuku.

"Hm?"

"Gue kesana dulu ya." Rama menunjuk ke bagian sudut ruang tamu. Disana terdapat barang antik yang berjajar memenuhi rak dinding, menarik mata setiap orang yang melihatnya.

"Jangan macem-macem ram."

"Enggak, tenang aja."

Rama beranjak dari duduknya, lekas menuju barang-barang antik itu. Sementara aku masih sibuk menjajaki setiap penjuru kemegahan rumah mewah ini.

"Neng, monggo ini diminum. Den Basma masih di kamar. Ditunggu saja. Sebentar lagi pasti keluar." Wanita yang tadi membukakan pintu untukku kembali membawa nampan berisi dua gelas orange juice dan camilan.

"Oh iya terima kasih bu." kataku lugu.

"Panggil saya dengan panggilan bude laksmi saja. Semua orang di rumah ini memanggil saya begitu." Jelas wanita itu kalem. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

"Jarang-jarang Den basma membawa temen perempuannya kemari. Mungkin eneng ini yang pertama kali."

Aku terbelalak mendengar penjelasan bude laksmi.

"Tapi Bude Laksmi kenal nggak sama perempuan yang namanya Kirana? Dia itu mantan pacarnya Basma. Dan sepertinya dia sering main kesini." Aku bertanya penasaran soal Kirana, mantan pacar Basma itu kepada Bude Laksmi.

Bude Laksmi mengerutkan kening. "Kirana?"

"Neng Kirana dulu memang sering datang kesini, neng. Tapi Den Basma tidak pernah mau menemui." Bude Laksmi mendekat ke arahku. Volume suaranya sengaja dikecilkan. "Cintanya neng kirana sama den basma itu bertepuk sebelah tangan."

Sebatas SukaWhere stories live. Discover now