Part 2

19.6K 546 12
                                    

Sudah seminggu ini Sisil menjalani rutinitasnya sebagai wanita kantoran, dengan Tim kerja yang cukup solid seperti harapannya, belum terlihat jelas hasil atas kontribusinya pada kantor tersebut selain rasa capek dan rasa kantuk mendera takkala timnya harus lembur untuk memenuhi target perusahaan di tengah situasi ekonomi yang kian 'fluktuatif' .

Sisil tau persis ini adalah resiko yang harus dijalaninya mengingat perusahaan tempatnya bekerja saat ini bukan perusahaan berskala kecil, melainkan perusahaan Finacial dan Inventasi berskala Internasional.

Ditengah kegiatannya membereskan segala peralatan tulis menulis yang berhamburan di mejanya, hasil dari menjalani 2 jam lembur bersama timnya yang sudah meninggalkan kantor tersebut, terdengar suara langkah kaki  disekitar luar ruangannya, terasa janggal baginya karena dijam seperti ini ada oarang yang masih berada dikantor.

“siapa disana?” dengan mengeraskan suaranya Sisil bertanya kepada siapapun yang sedang berada disekitar ruangannya tersebut.

Langkah itu berhenti...

 tapi sejenak terdengar lagi...

 dan  perlahan terdengar langkah itu semakin menjauh.

“ah mungkin petugas keamanan” gumannya dalam hati.

Kembali dia melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda, sambil mengenyahkan pikiran aneh yang sempat terbersit dalam benaknya.

>>>> 

Terlihat oleh mata Sisil  sosok tubuh yang sedang terduduk pasrah disebuah dinding  yang menjadi pembatas sebuah ruangan divisi accounting dengan lift menuju ruangan yang setahu Sisil adalah itu lift khusus yang terhubung dengan ruangan sang direktur tempatnya bekerja, ya Direktur yang di hari ketujuhnya bekerja belum sekalipun bertemu dengannya atau sekedar melihatnya wara-wiri di setiap sudut kantor yang merupakan hal wajar bagi seorang pemimpin untuk sesekali mengecek kerjaan para bawahannya

“Siapakah gerangan orang tersebut?”... dibenak Sisil terselip beberapa pertanyaan namun urung diungkapkannya mana kala tampak wajah asing tersebut yang mulanya sedikit terangkat namun kembali tertunduk sambil diiringi isakan tangis yang sangat pelan.

Hal yang pasti jelas, Sisil tahu sosok itu adalah seorang lelaki dengan tubuh besar tinggi dengan bahu lebar dengan garis rahang tegas yang walaupun Sisil melihatnya dari jarak tidak dekat, namun posisi Sisil yang melihat dari bagian samping lelaki itu dengan bantuan dari beberapa cahaya lampu yang masih tetap menyala sebagai alat penerangan gedung pencakar langit tersebut. Tanda-tanda itu jelas dapat dilihatnya.

Tak hanya tanda tanya mengenai sosok itu yang berkelabat dipikirannya.  Rasa iba datang tanpa dia duga menyentuh hatinya, terlebih Sisil adalah seorang wanita dengan rasa sentifitas yang lebih besar layaknya wanita pada umumnya dibanding kaum adam dimuka bumi ini.

Berbekal rasa iba inilah yang mendorong dirinya untuk menghampiri sosok lelaki tersebut.

“Anda baik-baik saja?” tak ada jawaban maupun gerakan berarti yang Nampak dari sosok tersebut.

“Tuan anda baik-baik saja?”...ada yang bisa saya bantu?” kali ini Sisil kembali bertanya diikuti tangan kanannya yang memegang pundak sosok lelaki misterius tersebut.

Jelas sosok ini misterius baginya duduk pasrah dengan isakan tangis yang jarang ia lihat keluar dari mata sosok lelaki manapun tak terkecuali abangnya Indra yang jelas sedih saat kematian ayah mereka, namun tak ada setetes air matapun yang keluar di pelupuk matanya.

Sontak lelaki itu bergerak dengan perasaan kaget kemudian mengangkat  wajahnya seketika.

Terlihat disampingnya telah berdiri sosok wanita berperawakan tinggi dengan wajah belia khas anak remaja, lelaki tersebut mengernyitkan dahinya dan memandang gadis belia ini dengan gurat kebingungan yang jelas diwajahnya ketika melihat pemandangan didepannya

“gadis belia, dengan penampilan wanita dewasa? Yang benar saja...” tentu pertanyaan ini hanya dalam hati saja.

Sisil yang menyadari kekagetan lelaki tersebut juga bereaksi sama dan langsung mengangkat tangannya dari pundak pria itu.

Tentu rasa kaget ini tidak sebesar rasa kaget pria tersebut, yang tidak menyangka di jam-jam seperti sekarang ini masih ada sosok pekerja yang masih berkeliaran, ya katakan dia seorang pekerja atau karyawan dan bukan yang istilah lainnya, seandainya gurat kebingungan yang ditampakkan pria tersebut mana kala melihat wajah dan penampilannya, seperti tatapan yang biasa Sisil terima selama ini.

“Siapa kamu?”

“apa yang kamu lakukan malam-malam disekitar sini?”

Nada tegas yang terpancar dalam setiap kata perkata yang keluar dari bibir pria tersebut jelas sekali terdengar sebagai sebuah pertanyaan kepemilkan.

“Maaf apakah anda baik-baik saja tuan?”

Kembali Sisil melontarkan pertanyaan yang sama tanpa berusaha menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya, lebih dikarenakan rasa ibanya .

Sisil meyakini nada tegas pria itu adalah sebuah cara untuk membentengi dan menyembunyikan hal sedih yang mungkin dirasakannya saat ini agar tidak diketahui oleh orang lain, terlebih Sisil hanyalah orang yang kebetulan lewat tanpa ada hubungan sama sekali dengannya,“ya rasa iba,,,jelas ini rasa iba” batinnya.

“kamu tidak perlu mengurusi urusan saya , harusnya disini anda yang  menjawab pertanyaan saya , tentu anda masih ingatkan  pertanyaan saya barusan?!!”

Rasa iba itu tiba-tiba menguap begitu saja tatkala nada sinis atas pertanyaan dari pria tersebut membuatnya kesal apalagi setelah melihat sisa –sisa air mata atas isakan pelan dari lelaki tersebut terlihat sudah mengering di sekitar pipi prianya, Sisil merasa tak ada gunanya berlama-lama meladeni pria ini , merasa rasa ibanya hanyalah perasaan yang percuma.

“sudahlah,, saya rasa anda tidak memerlukan bantuan saya, abaikan pertanyaan saya barusan, dan begitupun saya akan mengabaikan pertanyaan anda tadi...permisi”

Dengan langkah cepat Sisil meninggalkan pria tersebut tanpa berusaha berbalik maupun menoleh kala lelaki itu berteriak memanggilnya

“hei tunggu...anak magang tunggu...kenapa pergi begitu saja”

Baby Faced and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang