⊱ Xian ⊰
"Nomor tiga puluh tiga," panggil seorang wanita seksi, "Siapa yang nomor tiga puluh tiga?"
Aku segera bangkit dari kursi dan menunjuk tanganku.
"Cepat kemari!" seru wanita itu.
Dengan buru-buru aku menghampirinya. Jantungku berdetak dengan cepat, seakan-akan melompat keluar. Ini pertama kalinya aku melakukan interview. Kutarikan nafas sedalam mungkin kemudian membuangnya.
"Kamu pasti bisa, Xian! Bekerja di sini adalah impianmu dari dulu," batinku.
Tok. Tok. Tok.
Aku mendorong pintu berkaca buram itu dari luar. Di dalam aku mendapati 4 orang yang duduk bersejajar sedang menatapku.
"Masuklah," perintah seorang pria yang duduk di barisan tengah yang kelihatan umur 60-an itu.
Dengan gugup, aku mendekati kursi yang sudah tersedia di hadapan 4 orang itu.
"Namamu Xian?" tanya wanita yang duduk di sebelah kanan pria yang memanggilku tadi.
"I-iya. N-nama ... nama saya Xian."
"Bisakah Anda mengangkat kepala Anda. Sangat tidak sopan sekali bicara dengan orang tanpa menatap matanya," ujar pria lain.
✻ ✻ ✻
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Interview pun telah usai 1 jam yang lalu. Aku masih berdiri menatap ke gedung besar, mewah nan tinggi ini. Perusahaan ini sudah kuimpikan sejak kecil.
Sambil melihat gedung, kakiku berjalan mundur. Tanpa sengaja punggungku bertabrakan dengan dada bidang seseorang.
"Maafkan saya," kataku.
"Xian?"
"Bian?"
Aku dan Bian sama-sama terkejut. Dia teman semasa SMA kelas 3, Bian Fedhoral. Selama aku menjadi murid baru di sekolahku dulu, aku sering dibuli dan untungnya Bian yang menolongku. Seiring berjalannya waktu, dia menjadi teman pertama dan terakhir di sekolah.
"Kamu datang interview?" tanya Bian memecah keheningan.
Aku menganggukan kepalaku. "Kamu sendiri?"
"Huh? Aku? Oh aku ... aku ... ya sama juga," sahut Bian gugup.
Keningku berkerut. "Loh, tapi seleksinya sudah siap sejam yang lalu. Kamu terlambat ini."
"Oh iya," gumam Bian yang masih dapat kudengar. "Bagiamana kalau kita pergi makan saja? Kita sudah ada beberapa tahun tidak ketemu."
Salah satu yang membuatku kurang nyaman berdekatan dengannya itu, karena ia tidak waras. Buktinya ia selalu menggodaku dengan mengatakan mencintaiku.
Aku tahu dia hanya bercanda, dia bercanda saja ya kan? Tidak mungkin ia memiliki perasaan kepadaku. Lagi pula, aku hanya menganggapnya teman. Teman tapi dekat maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You
Romance⇥ Sequel dari Until I Meet You ⇤ Sebelum membaca cerita ini, silakan pergi ke cerita pertamanya dulu ya. Jika takut kebingungan, hehe.