"Tinggalkan dia atau kau akan mati."
Entah itu sebuah pesan atau ancaman, apapun itu, itu sudah membuat Aerilyn kehilangan cintanya. Setiap pria yang menjadi kekasihnya, seminggu kemudian pasti akan menerima surat kaleng itu. Surat yang ditulis dengan tinta darah, yang baru beberapa waktu lalu Aerilyn tau bahwa itu adalah darah binatang. Tak perlu banyak surat, karena satu surat saja sudah cukup membuat pria itu meninggalkan Aerilyn.
"Aku tidak mau mati sia-sia hanya karena dirimu. Mulai sekarang kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kita putus!"
Seperti itulah kira-kira kalimat perpisahan yang dilontarkan kekasih-kekasih Aerilyn setelah menerima surat itu, tidak ada satupun yang bertahan, semua pergi meninggalkan Aerilyn dengan alasan yang sama. Mereka tak mau mati sia-sia.
Aerilyn tak pernah tau siapa orang yang tega mengirimkan lelucon tak lucu seperti itu padanya. Aerilyn merasa tak pernah berbuat salah apalagi sampai menyakiti hati orang lain, tapi kenapa orang itu sangat ingin merusak kebahagiaannya. Aerilyn berharap ada seseorang yang mau menariknya keluar dari masalah ini. Aerilyn muak dengan semua ini, apapun yang dia lakukan, itu tidak bisa membuktikan siapa pelakunya.
Surat-surat itu muncul sejak satu tahun lalu, sejak Aerilyn menjadi seorang mahasiswi dan sejak Aerilyn bertemu dengan Nolan, kekasihnya. Aerilyn sangat bahagia bersama Nolan, Nolan bukanlah pria pertama yang mencintai Aerilyn, tapi Nolan pria pertama yang bisa memiliki hati Aerilyn. Nolan begitu menyayangi Aerilyn, Nolan merupakan tipe pria romantis, bersama dengan Nolan Aerilyn menjalani hari-harinya dengan senyuman dan penuh cinta.
Tapi ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setelah dua bulan mereka pacaran, Nolan tiba-tiba memutuskan hubungan mereka, Nolan meninggalkan Aerilyn setelah dia menemukan sebuah surat tergeletak didepan pintu rumahnya.
Bau anyir menyeruak saat Nolan membuka pintu rumahnya, nafas Nolan tercekat saat aroma darah itu menyerbu indera penciumannya. surat bertinta darah itu seperti menikam jantung Nolan, tak perlu ia menundukkan badan dan menajamkan mata untuk membaca apa yang tertulis di kertas itu, tulisan itu sudah sangat jelas terbaca. Hanya butuh beberapa detik untuk mengetahui maksud dari tulisan itu. Si pengirim surat menginginkan Nolan segera meninggalkan Aerilyn, jika tidak maka dia akan kehilangan nyawanya.
Tanpa pikir panjang Nolan mengabulkan keinginan si pengirim surat, ia memutuskan hubungannya dengan Aerilyn saat itu juga. Tak pernah ada yang menyangka hubungan pasangan romantis itu berakhir secepat ini. Aerilyn berusaha menerima semuanya, ia tak mau dianggap sebagai wanita murahan yang akan terus mengejar Nolan dan memaki pria itu dengan kata-kata kotor yang tersembunyi dibalik dinding kesabarannya. Ia kecewa pada Nolan, pria yang dia sayang ternyata tak punya nyali. Rasa takutnya lebih besar daripada rasa cintanya.
Kejadian yang sama selalu terulang setiap kali Aerilyn mendapatkan cintanya, cinta yang awalnya indah selalu berakhir menakutkan. Aerilyn lelah, ia muak dengan semua kejadian yang menimpanya, surat ancaman, pria-pria pengecut dan cintanya yang selalu pergi meninggalkannya.
Setelah semua yang terjadi, Aerilyn memutuskan untuk sendiri, menutup diri dari pria yang berusaha mendekatinya. Ia tak mau pengirim surat itu terus merusak cintanya. Aerilyn berfikir jika dia sendirian, tidak punya kekasih, maka semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata Aerilyn salah, surat-surat itu terus datang, tapi kali ini justru untuknya. Bukan surat ancaman melainkan surat yang berisikan semua pendapat penulis itu tentang Aerilyn, tentang semua keseharian Aerilyn, bahkan berisi komentar tentang pakaian yang Aerilyn pakai.
Selama ini Aerilyn tak pernah merasa curiga pada siapapun, dia tak pernah merasa ada yang memperhatikannya bahkan sampai sedetail itu, Aerilyn tak pernah tau darimana penjahat misterius itu tau semua jadwalnya, bahkan dia tau warna, makanan, minuman, film bahkan lagu favorit Aerilyn. Pengirim surat itu juga tau apa yang paling ditakuti Aerilyn, jam berapa Arilyn tidur dan bangun. Pengirim surat itu sukses merampas privasi yang dengan sekuat tenaga Aerilyn jaga.
"Waw.. Ini mengagumkan, dia bahkan sangat detail." Jenessa sahabat Aerilyn itu mulai berkomentar setelah ia selesai membaca surat-surat yang ditunjukkan Aerilyn padanya.
"Jangan-jangan dia bisa berubah-ubah. Bisa jadi cicak, semut, burung atau nyamuk, sampai-sampai dia tau dengan baik semua kegiatanmu." Jenessa terus mengeluarkan berbagai macam asumsinya dari yang konyol sampai yang tak mungkin sekalipun.
"Jes, apa selama ini kau pernah lihat ada yang mencurigakan disekitar kita? Aku sangat yakin dia ada didekat kita." tanya Aerilyn sambil berbisik, Jenessa mengerutkan kening tampak berfikir.
"Selama yang ku tau dan yang ku rasa, sepertinya semua tampak wajar, tidak ada yang bertindak mencurigakan." jawab Jenessa akhirnya.
"Aku takut, aku takut kalau tiba-tiba dia datang dan melakukan hal buruk padaku. Hanya suratnya saja sudah membuat hidupku tak tenang, bagaimana jika orangnya yang muncul." Aerilyn mulai merasa ketakutan, bagaimana tidak, sekarang dia tak bisa bergerak bebas lagi, tak bisa bernafas dengan tenang lagi, karena setiap hari sepasang mata pasti selalu memperhatikannya.
***
Jenessa tak bisa melihat sahabatnya selalu dihinggapi rasa takut, Jenessa memang terkesan menganggap itu hanya sebuah lelucon, tapi tak dipungkiri dia juga terkadang merasa takut sesuatu yang buruk akan menimpa Aerilyn. Lelah dengan kebingungannya, Jenessa mencoba menceritakan masalah Aerilyn pada Davyan, sepupunya. Jenessa berharap Davyan bisa memberikan solusi atas semuanya, jikalau tidak, setidaknya Jenessa bisa sedikit lega melepaskan beban dihatinya.
"Kenapa tidak lapor polisi saja?" tanya Davyan dengan santai, terlihat jelas bahwa dia menganggap remeh cerita Jenessa.
"Sudah, polisi hanya mengatakan bahwa itu hanya perbuatan orang iseng. Aerilyn tak mau lagi melibatkan mereka yang tak percaya padanya." jelas Jenessa dengan sisa-sisa kekesalan mengingat bagaimana polisi itu menyuruh mereka pulang dan tidur daripada mengurusi lelucon seperti itu.
"Aku ingin bertemu dengan Aerilyn." putus Davyan bersemangat, reaksinya berbeda jauh dari saat pertama kali dia mendengar cerita Jenessa.
"Jangan!" dengan cepat Jenessa menepis keinginan Davyan membuat Davyan tersentak kaget.
"Maaf." ucap Jenessa saat Davyan menatapnya tajam.
"Aku menceritakan semua ini padamu hanya sekedar ingin mengurangi bebanku, lagipula aku ragu kau bisa bertemu Aerilyn." jawab Jenessa yang merasa tidak yakin sahabatnya itu mau bertemu dengan pria lagi setelah masalah itu.
"Kenapa?" Davyan tampak bingung.
"Dia tak pernah mau lagi berurusan dengan pria, dia sudah menjauhi semua pria dikampus hanya karena masalah ini. Dia takut jatuh cinta lagi, dia takut patah hati lagi dan yang paling penting dia tidak mau membahayakan nyawa orang lain." Jenessa berusaha menjelaskan alasannya seserius mungkin. Davyan menatapnya aneh sekaligus kesal.
"Aku memintamu mempertemukanku dengan gadis itu bukan untuk menebar cinta, lagipula kau tau aku kan, aku bukan tipe orang yang bisa semudah itu jatuh cinta." jawab Davyan sedikit menyombongkan diri.
"Oke.. terserah, tapi awas kalau kau sampai jatuh cinta padanya, aku tak mau kau nantinya akan membuatnya jadi gila." ancam Jenessa dengan nada tegas tapi dengan ekspresi takut.
Davyan tak terlalu menanggapi perkataan Jenessa, dalam benaknya dia hanya ingin melihat seperti apa Aerilyn itu.
"Kau dengar aku tidak?!" pekik Jenessa tepat ditelinga Davyan membuat pria bermata hazel itu menjauhkan tubuhnya dari Jenessa dan mengusap telinganya yang berdengung, dia menatap tajam pada Jenessa yang duduk disebelahnya dengan senyum dikulum.
"Jenessa Brylee!"
-To be Continue-
---------
Buat siapapun yang udah sempetin baca, thanks yaa.. 😊😊
Jangan lupa Vomentnya readers.. 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
INSANE
Mystery / Thriller[HIATUS] Aerilyn Demelza, gadis cantik yang selalu ditinggalkan pacarnya hanya karena selembar surat. Hal itu membuat Aerilyn memutuskan untuk tidak lagi memiliki pacar. Tapi nyatanya surat itu terus datang untuk Aerilyn, kali ini dengan mengatas na...