Pagi-pagi buta disaat matahari masih enggan menggantikan bulan dan disaat sebagian manusia masih meringkuk di balik selimut mereka, bahkan mungkin masih terjebak di alam mimpi mereka. Davyan, pria tinggi tegap mengenakan jaket hoodie hitam justru sudah berada jauh dari rumahnya, berdiri di bawah pohon memandang ke arah rumah bercat biru yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Davyan berdoa dalam hati berharap si pemilik rumah akan segera keluar. Pria itu bersikeras akan tetap berdiri di sana sampai Aerilyn muncul dan dia bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas.
Sebenarnya bukan sifat Davyan yang mau menunggu lama, menghabiskan waktunya hanya berdiri di tempat yang sebenarnya sama sekali tidak nyaman itu, hanya untuk menunggu sesuatu yang tidak penting seperti yang pernah dikatakan Jenessa padanya. Tapi hari ini Davyan menepis semua itu, menurutnya ini adalah hal yang penting, bahkan sangat penting.
Setengah jam sudah pria itu menunggu tapi belum ada tanda-tanda bahwa gadis yang ditunggunya akan keluar. Davyan mulai lelah sekaligus kesal, dia pikir hari ini tidak akan lama, tapi ternyata sama saja seperti yang kemarin.
"Kapan dia akan keluar?" tanya Davyan pada kucing yang kebetulan lewat di dekatnya, kucing itu mendongak menatap pria itu seolah menganggap Davyan adalah orang bodoh yang tidak ada kerjaan, karena berada di luar rumahnya di cuaca pagi yang dingin, kucing itu memutuskan untuk hanya sekedar mengeong kemudian berlalu meninggalkan Davyan tanpa berniat untuk merengek di kaki pria itu, memohon agar pria itu mau mengelus bulunya dan berbagi kehangatan dengannya. Dia tidak semurah itu.
Beberapa menit setelah kucing itu pergi, Davyan merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan earphone beserta ponselnya, dia memasang earphone itu di kedua telinganya kemudian menyalakan musik dari ponselnya, pria itu berharap dengan mendengarkan musik mungkin bisa mengusir sedikit rasa bosan yang mulai menguasainya. Sambil bersenandung kecil mata Davyan tak lepas dari rumah Aerilyn, dia terus menatap rumah itu dengan harapan gadis itu tidak membuatnya menunggu lebih lama lagi, sekitar empat lagu terputar manik mata Davyan melihat sosok gadis keluar dari balik pintu rumah tersebut, dengan sigap Davyan melepaskan earphone dari telinganya dan memasukkannya kembali ke dalam saku jaket tanpa mematikan musiknya terlebih dahulu.
"Akhirnya." Ungkap Davyan dengan lega.
Dia melihat gadis dengan rambut yang di ikat asal dan mengenakan kaos biru muda berpadu hotpans putih sepaha itu berjalan menuruni anak tangga yang memisahkan teras rumahnya dengan halaman kecil di depan rumahnya.
"Cantik." ujar Davyan lirih saat Aerilyn menolehkan wajahnya dan tersenyum pada kucing hitam yang sama persis dengan kucing yang beberapa menit lalu meninggalkan Davyan. Gadis itu jongkok di hadapan kucing itu dan tangannya mengelus kucing itu sayang, membuat sang kucing merapatkan tubuhnya pada kaki gadis itu manja. Berbanding terbalik dengan perlakuannya pada Davyan tadi.
"Dia pasti kucing jantan." ujar Davyan lirih masih menatap kesal pada kucing yang beberapa menit lalu mengabaikannya itu. Terlepas dari itu, mata Davyan terus menatap lekat wajah gadis itu, menyimpan setiap gambaran lekuk wajah gadis itu di memori otaknya. Dia lupa untuk sekedar mengedipkan matanya, dia bahkan lupa dengan fakta bahwa Aerilyn mungkin saja bisa melihatnya saat ini.
***
"Bagaimana? Sudah bertemu dengannya?" todong Jenessa saat Davyan lagi-lagi muncul di depan apartemennya.
"Makan." ujar Davyan sambil melangkah masuk melewati Jenessa menghiraukan pertanyaan gadis itu. Jenessa dengan malas menyusul Davyan yang menuju dapur, pria itu dengan santai duduk di kursi dan mendongak menatap Jenessa yang hanya diam di sampingnya dengan tatapan kesal.
"Makan..." ulang pria itu lagi dengan tatapan polos yang membuat gadis di sampingnya itu menggeram.
"Kenapa aku harus selalu memberimu makan sebelum kau bercerita?" protes Jenessa sambil mengambil roti dari lemari penyimpanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSANE
Mystery / Thriller[HIATUS] Aerilyn Demelza, gadis cantik yang selalu ditinggalkan pacarnya hanya karena selembar surat. Hal itu membuat Aerilyn memutuskan untuk tidak lagi memiliki pacar. Tapi nyatanya surat itu terus datang untuk Aerilyn, kali ini dengan mengatas na...