Episode 17

660 36 10
                                    

[Jangan lupa Vote sehabis baca]

------------------------------------------------

Reynald's POV

"Coba saja kalau kau berani!"

Aku berpikir cepat bagaimana meloloskan Rhea dari sini. Dengan pisau tetap menempel di leher Rhea, ia mengisyaratkan teman-temannya untuk maju.

Buk!

Satu tinjuku melayang mengenai rahang pria bertindik disusul dua tinju lagi untuk dua lainnya. Pria bertindik mendengus dan mendaratkan bogeman mentah ke pipiku.

"Reynald!!" Teriak Rhea. Dia mulai sesenggukan.

"Diam saja kau!" Gertak pria berambut cepak.

Teriakan Rhea membuatku lengah. Pria berkalung rantai dan bertindik mencengkeram kedua tanganku sementara perutku ditinju berulangkali oleh pria bertato.

Aku melenguh. Pria berambut cepak tertawa puas. Ketika pria bertato hendak melayangkan tinjunya lagi, kutendang perutnya sekuat tenaga kemudian berbalik menyerang dua pria yang mencengkeram tanganku.

Pria berambut cepak tampak geram. Didorongnya Rhea hingga kepalanya mengenai tembok lalu memukul tengkukku dengan sebatang kayu.

Bruk!

Telingaku berdenging. Pandanganku mulai kabur. Kuraba-raba tanah di sekitarku. Begitu pandanganku berangsur pulih, segera kuhantam kepala pria berambut cepak tadi dengan botol kaca yang berhasil kuraih.

Prang!!

Rhea menjerit ketakutan. Pria berambut cepak menarik kasar teman-temannya untuk bangun. Tak butuh waktu lama dua tinju dari si kalung rantai mengenai pipi dan pelipisku. Aku yakin sudut bibirku mulai mengeluarkan darah.

Bugh!

Lututku mengenai perut si kalung rantai. Dengan sedikit terhuyung, aku berusaha tetap berdiri. Mereka mulai menodongkan pisau dan pistol. Kuraih revolverku dan balik menodong.

Adu senjata dan tinju kembali terjadi. Pisau pria bertato sempat mengenai bahu kiriku yang langsung kubalas dengan tembakan di lututnya.

"Mau mencoba menelepon polisi ya, hah?!" Gertak seseorang. Aku menoleh cepat. Pria bertindik melayangkan tamparannya pada Rhea. Rhea menangis, tangannya yang mencoba meraih ponselku diinjak oleh pria tadi.

Darahku mendidih. Kudorong pria bertindik itu lalu mencekiknya sekuat tenaga sembari meninjunya tepat di bagian ulu hati.

"Jangan menyakitinya atau kau hancur!" Desisku.

Buk!

Kepalaku dihantam sesuatu dari belakang disusul tendangan di tulang kering. Otomatis pria bertindik itu lepas dari cekikanku lantas terbatuk-batuk lemas. Ternyata pelakunya si rambut cepak lagi.

Mereka tangguh juga rupanya.

Dor dor!!

Dua tembakan dari pria bertato menembus bekas lukaku. Warna merah langsung mendominasi kaos putihku. Tak mau kalah, aku balik melepaskan beberapa tembakan pada mereka.

Sial! Dua meleset!

Si rambut cepak bergerak mendekati Rhea yang masih menelepon panik seseorang. Rhea menutupi wajahnya dan..

Buk!

Rhea membuka matanya dan tampak terkejut. Batang kayu tadi mengenai punggungku. Kudekap Rhea yang tertahan di bawahku seerat mungkin.

When You Were HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang