Hari ini hari Senin, hari dimana semua orang melakukan kegiatannya kembali. Aku bangun dari tidurku, mandi dan siap-siap untuk ke sekolah. Aku menatap diriku di cermin. Memerhatikan wajahku yang terlihat seperti orang tidak sehat. Mataku sembab, memerah, hidungku pun ikut memerah. Aku jadi ingat kejadian malam itu yang membuatku sedih dan tak menyangka hal itu akan terjadi.
Aku melihat ke keluar jendela. Terlihat, sebuah rumah kosong tanpa penghuni. Rumah itu sangat bagus, bercat hijau, dan didepannya, banyak pohon-pohon kecil yang membuatnya tampak asri. Aku melamun sambil memerhatikan rumah itu. Biasanya, jam segini jendela di rumah itu semuanya terbuka. Lampu mati. Tapi, sekarang sudah berbeda dari yang biasanya.
Aku membayangkan ada anak kecil yang bermain disitu. Mereka berlari-larian kesana kemari, memetik buah mangga dari pohonnya yang sudah matang. Memetik rambutan, dan...
"Erika! Makan dulu nanti telat!!!"
Suara mama. Aku langsung keluar kamar dan menuju ke ruang makan. Aku duduk dan langsung makan makanan tersebut. Nasi goreng dan segelas susu hangat sekarang sudah berada di perutku. Aku langsung pamit dan berangkat ke sekolah yang diantar oleh Kak Haris.
Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju ke kelas. Di kelas sangat ramai, mungkin sudah seperti pasar malam. Ada yang bergosip, bercerita dengan teman sebangkunya, ada yang lagi main handpone, dandan, belajar, dan lain-lain. Aku menaruh tas di tempat dudukku. Karena aku ingin sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk keluar kelas dan menuju ke kantin.
Saat aku menuruni tangga sekolah, tiba-tiba saja ada laki-laki yang menabrakku. Terlihat dari tingginya, dia seumuran denganku. Aku pun terjatuh. Aku jatuh dengan posisi duduk. Aku merasakan bokongku sangat sakit sekali.
"Awww. Hey!" Ringisku kesakitan sambil menahan sakit dibagian bokong. Memang tidak terlalu sakit, tapi nyeri dan nahan malunya ituloh yang sangat berasa.
"Ma-maaf maaf. Gue gak sengaja." Katanya sambil membantuku bangun untuk berdiri.
"Lain kali hat--" Kataku terputus.
Saat aku menengok, tiba-tiba saja orang yang menabrakku tadi sudah pergi meninggalkanku. Dari kejauhan, aku melihatnya memakai tas berwarna cokelat dan jaket warna hitam. Aku rasa, dia murid baru disini.
Aku melanjutkan langkahku untuk ke kantin. Saat sampai di kantin, aku bertemu dengan sahabat perempuanku, Reyna. Ya, dia adalah sabahat perempuan satu satunya di sekolah. Aku sudah bersahabat dengannya dari kelas 4 SD. Itu berawal pada saat aku pulang sekolah. Waktu itu langit mendung, jalanan sepi, dan aku tidak dijemput. Saat ditengah-tengah perjalanan, tiba tiba saja hujan deras. Aku tidak bawa payung ataupun jas hujan. Mau tidak mau aku minggir ke tempat yang kering. Aku menunggu lama sekali hujannya berhenti. Tiba tiba, Reyna lewat jalan sendirian memakai payung yang ia bawa. Aku pun akhirnya pulang bareng bersama dia. Mulai dari situlah kami bersahabat sampai sekarang.
Aku sangat susah berteman dengan orang yang baru aku kenal. Susah, sangat sangat susah. Sebenarnya aku mengenal Reyna sudah lama, tepatnya dari kelas 2 sd. Namun karena aku susah berteman, aku hanya bisa memerhatikannya dari kejauhan. Aku tidak seperti anak-anak lainnya. Tiap istirahat, mereka selalu berjalan, bermain, bercerita dengan teman/sahabatnya. Sedangkan aku? Aku sendirian. Sepi. Tenang. Damai. Aku lebih suka kesendirian daripada ramai. Karena menurutku, ramai bisa membuat otakku pecah berkeping-keping. Membuatku tidak konsentrasi, dan fokus ku pun akhirnya buyar.
Namun dikala kesepian itu melandaku, selalu ada orang yang membuatku menjadi tidak sepi lagi. Dia adalah seorang laki-laki yang sekarang sudah menetap di negara yang bisa dibilang negara maju. Ya walaupun kepergiannya mendapatkan luka yang mendalam di hatiku, tapi aku harus tetap menerimanya. Hanya boneka dan gelang pemberiannya sekarang yang menemaniku disaat aku kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and I
Teen FictionSahabat, ya. Dia adalah orang yang paling nyebelin namun membahagiakan. Bisa membuat kita tertawa, bisa membuat kita sedih, bisa membuat kita gila. Tapi, bagaimana kalau dia pergi meninggalkan kita? Semua berubah karena dia pergi, dan dia datang.