Double Chapter Yo! Happy Reading!!!*^O^
Lucu.
Ingin tertawa, bukan lucu yang lain.
Tapi tidak selucu Momu, hamster peliharaanku yang warnanya campuran antara orange dan cokelat. Pipinya bulat menggemaskan, hobinya tidur, lari di bulatan tempat bermainnya, dan makan. Itu saja yang dia lakukan setiap hari. Tapi dengan melihat itu, aku kadang suka ketawa-ketawa sendiri. Ntah karena melihatnya jatuh dari permainanya, atau mungkin karena dia lucu? Oke, dia memang unyu.
***
Sekarang jam yang tergantung di dinding rumah Nema sudah menunjukkan angka lima lewat lima belas. Kebiasaanku kalau main ke rumah Nema adalah tidak tahu waktu. Pernah waktu itu aku pulang malam, jam tujuh. Tapi mama tidak pernah marah, karena mungkin aku bermain dengan orang yang pas dan jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.
Suasana di luar rumah sudah berbeda dari tadi siang. Awan sudah berwarna gelap, pintu rumah orang juga sudah banyak yang ditutup, dan sudah sedikit orang yang berlalu lalang di jalanan.
Aku akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku pamit kepada Nema. Tak lupa, aku mengucapkan terimakasih padanya untuk hari ini. Mika juga ikut pulang bareng aku. Kami melewati rumah-rumah yang sudah sepi untuk siap-siap menyambut malam yang gelap.
Aku menatap langit yang sudah mulai menurunkan air hujan. Rintik-rintik hujan sekarang sudah menerpa tubuhku. Bajuku yang tadinya kering, sekarang sudah menjadi agak basah. Jalanan yang tadinya kering juga sekarang sudah agak lembab, dan rintikan hujan tersebut membuat bekas bulatan kecil di tiap titik air hujan itu turun.
"Hacchhi!" Tersengar suara Mika sedang bersin di sebelahku. Aku melihatnya sedang memegangi hidungnya yang sekarang sudah agak kelihatan memerah.
"Lo gak pa-pa?" Tanyaku sambil terus meperhatikannya. Ternyata benar apa kata Nema, sedikit saja tubuh Mika terkena air hujan, penyakit flunya langsung menyerang tanpa tanda-tanda sedikitpun.
"Gak, gue gak pap- hacchhi!" Jawabnya sambil bersin kedua kalinya.
"Mending lo mampir ke rumah gue dulu deh, soalnya gue takutnya hujannya nanti tambah besar."
"Nggak, gausah. Bikin repot lo aj- hacchhi!" Bersinnya ketiga kali.
Aku merasa dingin tertawa karena dia tidak berhenti-henti bersin, namun, aku juga merasa kasihan dengannya. Sekarang wajahnya sudah agak berbeda. Matanya sudah kayak orang mengantuk, hidungnya merah, rambut dan bajunya basah, pokoknya kayak orang sakit. Tapi memang benar, virus flu nya sekarang lagi menyerangnya membuat tubuhnya lemas.
"Gimana kalo gue pinjemin payung buat lo? Gue yakin ini hujannya pasti deras banget." Kataku sambil menadahkan air diatas tanganku.
Memang sekarang hujannya sudah agak deras, tapi tidak deras banget. Ya mungkin lima menit-an lagi, hujannya sudah bisa memenuhi gayung yang biasa dipakai untuk mandi. Atau kalau lebih deras lagi, sudah bisa memenuhi ember yang biasa dipakai Kak Haris untuk mencuci motor matic kesayangannya.
"Boleh tuh kalo gak ngerepotin lo. Hacchhi! " Lagi-lagi dia bersin yang keempat kalinya.
"Tenang aja, lagian payung doang apa repotnya sih?"
"Hehe."
Sekarang aku sudah sampai di rumah. Aku menyuruhnya untuk duduk di bangku teras depan sambil menunggu aku mengambil payung di dalam. Saat memasuki ruang tamu, aku tidak melihat Kak Haris lagi di sofa. TV mati, meja bersih dari sampah. Akhirnya aku menuju ke kamar. Setelah sampai kamar, aku langsung mengambil payungku yang tergantung disamping lemari dan buru-buru kembali lagi kebawah untuk memberikannya kepada Mika.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and I
Teen FictionSahabat, ya. Dia adalah orang yang paling nyebelin namun membahagiakan. Bisa membuat kita tertawa, bisa membuat kita sedih, bisa membuat kita gila. Tapi, bagaimana kalau dia pergi meninggalkan kita? Semua berubah karena dia pergi, dan dia datang.