Dia!

187 39 25
                                    

'Aku terluka, kamu tahu itu namun acuh.'

D I F F I C U L T 2


Ara turun dari kendaraan umum. Di hadapannya ada sebuah gedung besar bewarna putih. Ara memasuki gedung itu, sesekali ia tersenyum ramah kepada perawat yang sudah ia kenal. Bau obat-obatan langsung memanjakan penciumannya begitu memasuki area di sekitar kamar rawat. Ruangan Mawar 305 menjadi tujuannya. Di tingkatan ke-sepuluh letaknya dan Ara harus menaiki Lift.

Tingg...

Ara keluar dari lift begitu pintu terbuka. Baru berjalan beberapa langkah seseorang sudah memanggilnya.

"Ara!" panggil orang itu sambil tersenyum. Ara menoleh dan membalas senyumannya.

Ia kelihatan sedikit kesusahan membawa peralatan medis serta obat-obatan. Tapi senyumnya selalu terukir cantik dengan make-up tipis di wajahnya. Dan baju putih perawat yang melekat pas di tubuh rampingnya.

"Seperti biasakan, kamar 305?" tanyanya ramah.

"Iya, suster... Dini?" terkanya.

"Ah, kamu ini baru juga enggak kesini seminggu, uda lupa aja," guraunya. Ara terkekeh kecil.

"Iya sus, akhir-akhir ini banyak tugas di sekolah... jadi jarang main kesini."

Mereka berjalan beriringan menuju kamar 305. Kebetulan suster Dini ada jadwal pemeriksaan di kamar 300.

"Biasa itu, Ra, kalau sudah mau UN begini. Saya dulu juga begitu, sering kelabakan dengan tugas-tugas," jawab Dini.

Ara tersenyum mendengarnya. Mereka sedikit berbincang-bincang mengenai sekolahan. Ara sudah kenal dekat dengan suster Dini yang kebetulan merawat pasien di kamar 305. Sudah hampir setahun Ara bolak-balik ke rumah sakit untuk menjenguk. Keramahan suster Dini membuat Ara nyaman berbincang dengannya yang tidak kaku.

"Saya duluan ya, Ra," pamitnya setelah tiba di kamar 300.

Ara tersenyum mengangguk. Lalu melanjutkan perjalanannya ke kamar 305. Ara memutar knop pintu kamar 305, baru sedikit pintu terbuka. Tapi ia langsung megurungkan niatnya masuk. Hanya sedikit celah pintu yang Ara sisakan untuk melihat orang di dalamnya.

Di sana ada seorang cowok yang sedang berbicara dengan cewek manis berambut panjang menggunakan pakaian rawat. Cowok itu selalu mengulas senyuman saat berbicara. Sedangkan cewek yang diajak berbicara hanya duduk setengah bersandar dan pandangannya kosong ke depan tanpa merespon.

Ara tersenyum getir melihat keduanya. Air matanya nyaris jatuh tapi segera ia tepis. Tiba-tiba cowok tadi menoleh dan mendapati dirinya yang setengah mematung di balik pintu. Tatapan tajam yang terkesan dingin itu membuatnya sedikit kaget. Walaupun ia sudah terbiasa sekarang dengan tatapan itu. Mata coklatnya selalu menusuk dalam mata Ara jika bertatapan. Cowok itu Digo.

Digo bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampirinya. Dia masih terdiam mematung di tempatnya. Digo membuka pintu sedikit lebih lebar.

"Masuk!" perintahnya cepat.

Ara langsung menurut masuk ke dalam ruangan. Gerakannya menjadi kaku saat menaruh sebuket bunga mawar merah di nakas samping ranjang VIP. Lalu duduk di kursi menghadap ranjang rawat. Ara sedikit menoleh ke arah Digo yang berdiri menyandar di sisi pintu. Lalu ia kembali menatap ke cewek tadi. Shelin, namanya Shelin.

"Hei, gimana kabar lo? Sorry ya, seminggu ini gue jarang mampir," lirihnya.

Shelin sama sekali tidak merespon ucapannya. Matanya masih menatap kosong ke depan. Seolah dia sama sekali tidak punya pikiran.

"Shel, minggu besok udah simulasi. Sekolah sepi gak ada lo," sambungnya.

Air mata Ara jatuh tanpa bisa ia tahan. Tangannya menggenggam tangan kiri Shelin yang tanpa infus.

Tiba-tiba Shelin merespon dengan senyuman kecil. Air matanya ikut jatuh, secepat senyuman itu datang secepat pula senyuman itu menghilang. Wajahnya kembali datar walau air matanya masih menetes.

Ia memeluk erat Shelin sambil menangis. Shelin ikut menangis tapi tidak merespon apapun selain air matanya. Seseorang menepuk pundak Ara membuatnya menoleh.

Tbcccc....

Tinggalkan jejak kalian......

DifficultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang