"Aku kesepian di tengah ramai yang menyapa."
P U L A N G
Ara menarik nafas dalam, menahan sesak di dadanya. Dia tau tidak seharusnya dia ada di sini lagi. Mobil Rafa berhenti di depan rumah dengan cat abu-abu yang dipadu dengan coklat tua. Cukup besar dan terlihat mewah karena desain nya klasik. Mungkin sang pemilik penyuka kenyaman dan ketenangan. Sehingga memilih warna yang kokoh namun terkesan redup.
Ara mengedarkan pandangnya. Sepi, tidak ada tanda-tanda pesta di rumah ini. Tapi ada sekitar 6 mobil yang terparkir rapi.
"Pestanya di taman belakang, supaya gak terlalu mengganggu penghuni yang lain. Komplek ini buat aturan begitu," ucap Rafa yang seolah tahu apa yang Ara pikirkan.
Ara mengangguk, melepaskan safetybeltnya saat dilihatnya Rafa sudah membuka pintu. Dia sempat berfikir apa Rafa marah karena yang tadi itu. Tapi prasangkanya lenyap seketika saat Rafa membuka pintunya.
"Ayo," ajak Rafa dengan senyuman seperti biasa.
Ara sempat tertegun, namun dia cepat-cepat menyadarkan diri. Dia tidak mau dibilang masih berharap. Padahal nyatanya sampai saat ini hatinya dilanda kebimbangan. Dia langsung keluar dari mobil dan berdiri di samping Rafa dengan canggung.
Mereka berjalan ke arah taman belakang tempat berlangsungnya pesta. Tiba di sana baru terasa suasana pesta yang dihadirin banyak anak kecil. Ramai dan heboh, terkadang membuat tergelak saat anak-anak kecil itu berperilaku menggemaskan.
Seperti sekarang mereka tengah bernyanyi bersama. Membentuk lingkaran yang di dalamnya ada Vian, sepupunya Rafa yang sudah Ara kenal lama. Ara tersenyum hangat melihatnya, teringat dulu saat dia dan Digo. Tapi tunggu, Digo. Ara baru teringat seharusnya di sini ada Digo juga.
Ara mencari keberadaan Digo. Matanya mengawasi setiap orang di pesta. Namun dia tidak menemukan cowok itu di sini.
"Kamu nyari siapa?" tanya Rafa yang melihat Ara yang celingak-celinguk memandangi satu persatu orang di pesta.
"Eh, enggak ada kok," jawabnya terkesiap.
Rafa terdiam sebentar sebelum mengajak Ara, menariknya mendekat ke arah gerombolan anak-anak itu. Untuk menyerahkan kado yang dibungkus dengan kertas Ironman kesukaan Vian.
"BANG RAFA! WAH KAK ARA!" Pekik Vian bersemangat saat melihat Rafa dan Ara yang sedang berjalan ke arahnya. Membuat teman-temannya yang mengelilinginya satu persatu bergerak menyingkir membiarkan Vian berlari menghampiri Rafa yang langsung di tangkap Rafa dan di gendongnya tinggi. Vian cekikikan dibuatnya karena dia sekarang sudah berumur 7 tahun tapi Rafa masih memperlakukannya seolah masih Vian yang belum bisa ngomong mau pipis.
"Wuahhh! Vian udah besar sekarang." Ucap Rafa berlagak sok keberatan menggendongnya.
Vian merosot dari gendongannya sambil terkikik. "Vian udah SD sekarang bang," ucapnya bersemangat.
Lalu matanya berpindah ke arah Ara yang memegang kotak berukuran sedang di tangannya.
Matanya berbinar, "Kak Ara Kak Ara! Itu Kado buat Vian ya," serunya.
Ara tersenyum menyerahkan kotak kado itu pada Vian yang diterimanya dengan senang hati.
"Kado yang paling Vian tunggu-tunggu itu dari Bang Rafa ama Kak Ara. Soalnya Bang Rafa udah janji mau beliin Vian robot-robotan yang bisa jalan terus jadi mobil-mobil kayak film yang Vian tonton hari itu," ujarnya bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult
Teen Fiction[HIAT!!!] Penghianatan itu membuat semuanya menjadi berantakan. Merasa takdir mempermainkannya dengan begitu rumit. Mereka semua terjebak dalam dendam, amarah, dan kekecewaan. Sampai merasa 'Di sini akulah yang paling terluka'. Padahal mereka semua...