Prolog

106 2 0
                                    

Dua hal yang Ellen benci di dunia ini adalah terlambat dan tak bertanggung jawab. Apalagi kedua hal tersebut dilakukan oleh seorang laki-laki di mana notabene kodrat lelaki dalam hidup ini yang Ellen yakini adalah penuh dengan tanggung jawab untuk membina sebuah keluarga.

Sebut saja Ellen berlebihan bahkan dirinya mungkin belum cukup umur untuk membicarakan sebuah pembangunan keluarga mengingat ia baru saja lulus dari sekolah mengengah atas. Namun bagaimanapun juga, sesuatu dalam dirinya menuntut Ellen menjadi pribadi yang menuntut segala kesempurnaan yang terjadi dalam hidupnya. Singkatnya, Ellen merupakan pribadi yang sangat perfeksionis.

"Hmm, kalo gue hitung-hitung, jumlah kita belum 15, ya?"

Gadis bernama Aranita yang duduk di sebelahnya menoleh begitu Ellen menyampaikan pertanyaan tersebut, "Iya, nih. Palingan pada telat."

Telat, sebuah kata yang sangat mengusik kenyamanan Ellen.

"Udah kuliah masih aja telat," gerutuan itu menarik perhatian Ellen kepada seorang lelaki yang duduk di ujung meja. "Siapa nama ketua kelompok kita?"

"Elvan Reifano kalo ga salah," sahut gadis berambut sepunggung di sebelah Aranita.

Pintu kafe berdenting terbuka, membuat Ellen dan lelaki di ujung meja mengalihkan pandangan mereka pada segerombol anak yang tengah berbincang ringan. Setelah beberapa dari mereka meneliti meja tempat Ellen berdiam dengan kelompoknya, kawanan itu menghampiri meja tersebut.

"Kelompok 16?" tanya seorang gadis berkuncir satu.

"Yup, silakan duduk. Kita mau mulai," suara datar Ellen menyambut kehadiran mereka dan sepertinya mereka tidak begitu peduli dengan sambutan yang kurang mengenakkan tersebut.

"Gue Adrian, adakah salah satu dari kalian yang namanya Elvan Reifano?" lelaki di ujung meja yang sedari tadi menarik perhatian Ellen kini memasang tampang menuntut pada gerombolan yang baru menempati tempat mereka.

"Gue Raka, sayangnya bukan Elvan yang lo cari." Sahut seorang lelaki berwajah ramah.

"Gue Arka, juga bukan Elvan yang lo cari."

"Gue Jeff dan gue jadi penasaran siapa Elvan yang lo cari."

Adrian tampak menghela napas berat dan sempat memejamkan mata sejenak kala orang yang ia cari ternyata bukan salah satu dari kawanan itu. Selang beberapa detik, cowok itu angkat bicara soal kegelisahannya, "Elvan Reifano itu ketua kelompok kita dan ini sudah lewat 15 menit dari waktu janjian kita. Kapan tugas kita bisa kelar kalo ketuanya aja setelat ini?"

Keluhan Adrian membuat dirinya ikut gelisah juga. H-14 dan kelompok mereka belum mengerjakan tugas yang diemban sama sekali.

Tahun ini Ellen menjadi mahasiswa baru dan wajib mengikuti masa orientasi. Fakultas yang Ellen pilih membagi para mahasiswanya menjadi 20 kelompok yang masing-masing beranggotakan 15 sampai 20 orang untuk kemudian diberi tugas yang harus dikumpulkan pada hari-H. Tugas itulah yang membawa Ellen dan kelompoknya bertemu di kafe siang-terik begini. Saat sampai di kafe ini, mood Ellen sudah tidak baik karena padatnya jalanan menuju kafe ditambah panasnya sengatan matahari siang ini. Kekesalannya kini membuncah kala waktu sudah berlalu nyaris 20 menit tanpa mengerjakan apa-apa.

"Kita curi start aja deh, ya?" Aranita mengeluarkan sebuah buku lengkap dengan pulpennya. "Gue udah sempat searching sih kira-kira gimana jawabannya tapi gue butuh tanggapan kalian juga."

"Boleh, gue juga buru-buru, nih." Ujar gadis berkuncir yang baru hadir.

Atas inisiatif Aranita, akhirnya kelompok itu membagi tugas dan segera melakukan tugasnya masing-masing. Keheningan sempat mengisi kelompok tersebut sebelum pintu kafe kembali berdenting diikuti seorang laki-laki yang tergopoh-gopoh langsung menghampiri meja mereka.

"Sorry, sorry. Gue telat banget, ya?" suara berat dan dalam itu menginterupsi kelompok Ellen. Berbagai ekspresi pandangan diterima oleh si penginterupsi, mulai dari pandangan tak peduli lalu kembali dengan tugasnya, ekspresi biasa saja, sampai tatapan garang yang dilemparkan Ellen dan Adrian secara bersamaan.

"Lo mah bukan telat lagi, tapi nyaris ga dateng," sahut Arka dari balik laptopnya.

"Maaf banget, sumpah tadi lagi ada crowded mendadak dan ga sempat nge-LINE kalian," cowok itu masih memasang tampang tak enak hati sembari mengambil tempat terdekat dari posisinya. Meski terlihat bersalah, Ellen tak peduli dengan permintaan maaf cowok telat itu dan kembali pada kesibukannya. "Udah pada ngerjain tugasnya, ya?"

"Lagi nulis skripsi ini," celetuk Arka lagi-lagi tanpa mengalihkan pandang dari laptopnya sedangkan yang disahuti menghela napas berat sejenak.

"Kenalin, gue Elvan. Maaf kalau hari ini gue buat first impression kalian jelek ke gue dan gue seolah jadi ketua yang ga becus buat kalian. Seriusan, tadi ada masalah di rumah pas banget gue mau berangkat. I'm so sorry, Guys."

"Lo bisa tanya Raka apa yang bisa lo kerjain sekarang," suara dingin Ellen terdengar begitu saja, membuat Elvan mengernyit heran ke arahnya. Elvan yakin kalau gadis itu mengeluarkan aura permusuhan yang sangat tinggi kala ucapan itu terlontar tanpa ada minat sedikitpun dari gadis itu untuk menatapnya.

Mendengar namanya disebut, Raka menyodorkan secarik kertas yang sudah ia isi dengan beberapa pembagian tugas tadi. "Nih, cari aja nama lo."

"Thank's," sahut Elvan sebelum ia sibuk sendiri dengan barang bawaannya. "Ehm, ada stopkontak ga?"

Serempak mereka mengedarkan pandang ke sekeliling mereka untuk mencari stopkontak dan Ellen merutuki dirinya ketika ia menemukan benda yang Elvan cari terletak di bawah kursi tempatnya duduk. Ellen masih bungkam, tak ingin bila Elvan harus pindah ke kursi kosong di sebelah gadis itu sampai Jeff mengangkat suaranya.

"Ada, tuh. Di bawah kursinya Ellen."

"Ellen?" gumam Elvan sejenak sebelum Jeff menunjuk gadis berambut cokelat sebahu. "Oh, lo Ellen."

Ellen mengerti maksud perkataan singkat itu. Sepertinya Elvan sedikit penasaran tentang siapa dirinya yang dengan berani mengucapkan kalimat sedingin tadi pada ketua kelompoknya. Sudahlah, Ellen sedang tak ingin berdebat saat ini.

"Gue duduk di sebelah lo, ya?"

Tanpa menunggu jawaban, Elvan menduduki kursi di sebelah Ellen lalu tanpa basa-basi juga, meminta tolong kepada gadis itu untuk memasang charger laptopnya ke stopkontak di bawah kursinya.

"Thank you," ucap Elvan dengan pandangan yang tak Ellen mengerti begitu cewek itu menyelesaikan permintaannya.

"You're welcome." Jawab Ellen singkat dengan sikap stop-ngajak-gue-ngomong-lagi yang sangat kentara.

Ellen sempat bersyukur bahwa cowok di sebelahnya tak bersuara lagi selama beberapa saat, namun rasa syukur itu berubah menjadi rutukan dalam hati kala Elvan kembali menyuarakan isi kepalanya.

"Psst, kenalan dulu, dong."

Astaga, ga penting banget, sih? Batin gadis itu sambil membenarkan letak kacamatanya.

Demi memanfaatkan waktu yang sudah banyak terkikis akibat cowok itu, tangan Ellen terjulur tak sabar lalu menggumamkan namanya, "Gue Ellen."

Elvan menjabat tangannya, "Gue Elvan."

"Gue tahu," dan secepat itu pula Ellen melepas tangannya lalu kembali pada tugasnya.

Cowok, tukang telat, aneh, ganjen. Fix, dia masuk daftar blacklist gue.

ElvanelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang