1. Sweetest Smile

55 4 2
                                    

Dering telepon genggam mengusiknya, membuatnya terpaksa menghentikan langkah hanya untuk menjawab telepon tersebut tanpa repot-repot memeriksa terlebih dahulu siapa yang meneleponnya pagi itu.

"Halo?" sapanya datar.

"Ellen! Lo di mana?!"

Ellen kenal suara heboh itu, siapa lagi kalau bukan Teresa. "Gue di parkiran, Re. Kenapa?"

"Astaga, Teresa! Lo nelpon pake pulsa gue?" seruan di belakang Teresa membuat Ellen mengernyitkan dahi lalu menatap layar ponselnya sejenak. Nama Aranita yang terpampang di ponselnya namun nampaknya Teresa sedang membajak ponsel gadis itu.

"Bentar doang, Ra. Urgent ini," dalih Teresa sebelum ia menanyai Ellen kembali. "Len, lo ga lupa bawa laptop, kan? Gue sama Ara ga bawa laptop buat presentasi, nih."

"Iya, gue bawa. Gue udah menduga kalian pasti pada ga bawa."

"Yes, untung Ellen pengertian. Ya udah cepet ke sini lo, Ara udah mencak-mencak gue pake pulsanya."

Dan dengan begitu sambungan telepon terputus secara sepihak.

Dua bulan menjalani kuliah, Ellen berteman dekat dengan Aranita -by the way, Aranita pengen dipanggil Ara saja- dan Teresa. Sejauh ini Arka dan Adrian yang merupakan teman-teman sekelasnya juga sering berkumpul bersama namun untuk urusan yang lebih pribadi, Ellen lebih senang untuk just wasting time for girls.

Baru dua langkah, sebuah suara membuat Ellen berhenti lagi dan menghela napas berat.

"Mbak, mukanya jutek amat."

Sialnya, Ellen kenal suara itu dan mau tak mau ia menoleh ke belakang dengan tatapan garangnya.

"Oh, selamat pagi, Mas." Ucapnya dengan penekanan pada kata Mas.

Sebuah cengiran muncul di wajah berseri Elvan. "Sekelas sama gue kan hari ini?"

Ellen mengangguk lalu mengikuti langkah Elvan yang memasuki gedung kuliahnya.

Tidak, Ellen tidak membenci Elvan seperti saat pertama kali mereka bertemu dahulu. Ellen hanya tidak suka dengan sikap Elvan yang selalu meledeknya dengan cewek-terjutek-sepanjang-masa yang entah sejak kapan menjadi gelarnya saat ini. Ellen tak habis pikir mengapa cowok itu gemar meledeknya dengan sebutan itu padahal ia yakin bahwa dirinya selalu ramah pada setiap orang yang dikenalnya.

"Nah, itu. Pada setiap orang yang lo kenal. Kan gue yang waktu itu belum kenal lo tiba-tiba lo jutekin. First impression menentukan segalanya, Girl."

"Berisik, ah. Gue ga jutek."

"Tuh, ngaca."

Hanya itu alasan yang Elvan lontarkan ketika Ellen menuntut penjelasan atas gelar barunya.

"Len," panggilan itu membuat Ellen melirik Elvan sekilas. "Lo udah dapet undangan dari Ara?"

"Udah, kok. Lo dateng?"

"Hmm, dateng daripada gue ga ada kerjaan di rumah."

"Oh, jadi lo dateng hanya karena ga ada kerjaan?"

Elvan terkekeh geli. "Aduh, gue lupa kalo lo Nona Perfeksionis."

Ellen mendengus kesal. "Apa lagi, tuh?"

"Gue denger dari Adrian," tangan Elvan dengan sigap terangkat untuk membungkam protes yang hampir keluar dari mulut Ellen. "Gue lagi ga mau bikin lo jutek. Iya, iya. Gue dateng karena Ara itu temen gue."

Senyum tipis tersungging di bibir gadis itu setelah menurunkan tangan Elvan dari wajahnya.

"Lo sendiri dateng ga?" tanya cowok itu balik.

ElvanelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang