Part 7

15 0 0
                                    

Satu tahun berlalu. Lutfi belum kembali pulang. Bunda dan adiknya kebingungan karena dalam tiga bulan terakhir ini Lutfi tidak pernah menelpon atau sekedar mengirim kabar melalui pesan. Kabar terakhir yang diterimanya Lutfi sedang mengisi waktu libur di daerah Khokpho Pattani Thailand untuk mengunjungi seorang teman dari Indonesia.

Bunda dan seluruh keluarga semakin resah saat mendengar kabar banyaknya pengebomam di daerah Thailand selatan. Beberapa informasi ini sempat masuk berita international. Kaum islam disana menolak kebijakan Raja dan menginginkan kemerdekaan sendiri bagi Thailand selatan.

"Duuuaaaaaarrrrrrrr ...!!!

Sebuah ledakan terdengar memekakkan telinga. Semua orang menjadi ramai berlari tunggang langgang menyelamatkan diri. Berselang lima menit. Satu buah ledakan kembali terdengar kali ini dari arah sebuah kafe bernama Big D.

"Duuuuaaaarrrrrr ...!!!

"Pai... pai ... pai ... "

Beberapa pria dewasa mengamankan ibu-ibu yang terjebak dibawah kursi. Saat itu Lutfi dan temannya dari Indonesia sedang menikmati chayyin dan kuetiau di kafe itu.

"Lutfi ... tolong!" Temannya telah bersimbah penuh darah. Tiba-tiba masuk dari luar pasukan berseragam tentara. Mereka menarik tangan Lutfi yang sedang merangkul tubuh temannya. Menarik dengan paksa.

"Mau dibawa kemana saya? Hei pak.. ini kawan saya." Lutfi masih berusaha menghentikan tentara ini.

"Pai... pai... pai..." Tentara itu kembali mendorong tubuh Lutfi.

Lutfi dinaikkan pada sebuah mobil soldier besar berwarna hijau tua. Disana telah ada puluhan pemuda lainnya. Mereka dikumpulkan dan dibawa pergi entah kemana.

Dua puluh tiga orang pemuda dimasukkan dalam satu ruangan. Sebuah ruangan gelap dan pengap. Lalu satu persatu dari mereka diperiksa.

"Kun ce arai?"

"Di chan Lutfi?"

"Thimaa cak?"

"C̄hạn mā cāk pratheṣ̄ xindonīseīy!"

"Indonesia. Ada urusan apa datang ke Thailand hah?" tentara itu bertanya dengan suara semakin nyaring.

"Saya sedang survei lokasi baru perusahaan."

"Coba tunjukkan passport dan visa."

Lutfi kebingungan. Dimana tas cangklongnya? Apa jatuh di kafe tadi?

"Tas saya jatuh di kafe tadi. Saya tidak membawa apa-apa disini."

Seorang tentara diperintahkan untuk menggeledah badan Lutfi. ternyata beberapa orang yang ditangkap ini dicurigai sebagai teroris.

"May me ... Sir"

Tiba-tiba kepala tentara yang menginterogasi itu memberi dua buah pukulan tinju ke dada dan perut Lutfi hingga ia tidak sadarkan diri.

Lutfi pasrah pada nasib yang menimpanya saat ini. Sudah tiga bulan dia tidak memberi kabar apapun pada bunda dan adiknya dikarenakan penonaktifakn hubungan ke luar negeri Thailand. Saat ini Thailand benar-benar berada dalam keadaan genting.

Lutfi ditahan selama dua puluh empat jam. Hingga akhirnya dia dan dua puluh orang lain yang terbukti tidak bersalah dibebaskan. Saat keluar dari penjara. Lutfi berniat akan kembali ke kafe tempat kejadian bom kemarin. Dia harus mencari temannya dan tas cangklong berisi paspor dan beberapa dokumen penting lainnya.

Nihil. Tidak ada satupun tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan temannya. Lutfi bertanya pada beberapa orang dan mendapatkan informasi bahwa korban bom kemarin semuaya meninggal.

***

"Zahro. Kau harus segera mengambil keputusan." Tegas ayahnya dengan penuh keseriusan. Zahro tidak pernah bisa menjawabnya. Dia hanya bisa menangis. Memikirkan satu nama Lutfi. lelaki yang begitu dirindukan dan dicintainya itu tidak pernah memberi kabar.

"Bagaimana dengan Kak Lutfi yah? Bukankah haram hukumnya jika menerima lamaran sedangkan kita dalam ikatan dengan orang lain."Zahro kali ini membela. Ayahnya sudah gila harta. Kemana pikiran sehat ayahnya? Bukankah dia telah menerima lamaran dari Lutfi.

"Kamu lupa Zahro? Lutfi sendiri yang mengatakan kalau dalam jangka setahun dia tidak kembali kesini, tidak kembali ke Indonesia, dia tidak mengikatmu. Artinya dia memperbolehkan kamu menerima lamaran orang lain. Lutfi sudah pergi dan tidak kembali. Mungkin dia sudah mendapatkan istri disana."

Zahro kembali menangis. Apakah dia harus tetap mempertahankan janji setia dengan Lutfi atau menuruti perintah orang tuanya. Saat ini ada seorang anak Kiai yang melamarnya.

"Kalau kamu menerima lamaran ini, keluarga kita akan terhormat. Lihatlah. Dia seorang kiai besar punya pesantren besar di Jember. Kita akan menjad keluarga besar pesantren. Ayah juga tidak enak kalau menolak lamarannya. Dia anak dari guru ayah di pesantren."

***

Bunda memeluk Zahro dengan penuh linangan air mata. Dia merasa sedih mendengar ceritanya. Bundapun tahu, kalau janji ikatan mereka hanya setahun saja. Waktu yang dijanjikan telah habis, dan Lutfi belum juga pulang. Sudah lima bulan ini dia menghilang tanpa kabar. Bundapun hanya berpasrah pada Allah semoga anak laki-lakinya diberi keselamatan.

"Maafkan Zahro bunda. Zahro merasa menjadi seorang penghianat. Zahro juga sangat mencintai kak Lutfi. tapi Zahro juga tidak bisa membangkan dan menolak permintaan ayah."

"Bunda faham bagaimana posisimu sekarang nak. Sudahlah. Kita semua sama-sama ikhlas. Bunda tahu siapa orang yang menghitbahmu. insyaAllah dia orang baik dan bertaqwa. Penuhilah permintaan orang tuamu. Semoga Allah memberi pahala atas keihlasan hatimu. Saat inipun Lutfi belum juga ada kabar. Bunda juga tidak tahu bagaimana dia sekarang disana. Kembalilah. Bunda ridho nak." Perempuan itu menjawab dengan mata berkaca-kaca, anak laki-lakinya telah hilang tanpa kabar. Dan saat ini, wanita sholehah yang dia yakini akan menjadi bagian dari keluarganya memutuskan ikatan. Batinnya sedih, setiap hari dia hanya bisa menangis dan berdoa pada Allah sang Maha memiliki kuasa.

***

Pergi ... pergi ... pergi ...

Siapa namamu?

Saya lutfi.

Berasal dari mana?

Saya dari Indonesia.

Tidak ada ... tuan"

Bidadari - kau bukan untukku! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang