Part 5 - meet him

45 8 0
                                    

Tok tok tok..

Tak ku hiraukan ketukan pada pintu kamarku.

Tok tok tok..

"Siapa sih, Ay?" ujar Rina.

Ku gidikkan bahuku dan melanjutkan membaca novel yang sedari tadi menyita perhatianku.

Rina pun berdiri dan membukakan pintu kamar.

"Kak Rin, Kak Aya ada nggak ? Ada bang Fajar di depan. Di tungguin katanya. Fika langsung ke kamar ya kak. Ngantuk banget nih."

Aku teringat pesan Fajar tadi siang. Sungguh, aku benar benar lupa kali ini. 

"Hah iya makasih," kata Rina sembari menutup pintu.

Aku mengambil hp ku yang sedari tadi ku biarkan di dalam tas. Ada 12 panggilan tak terjawab dan 10 pesan masuk dengan pengirim yang sama. Fajar.

Duh, apa yang harus aku lakukan ?

"Lo janjian sama Fajar? Gue kira lo udah putus sama dia?" 

"Gue nggak pernah jadian."

"Oh iya, cinta lo kan datang terlambat. Setelah dia nganggep lo sahabat baru lo sadar kalo lo cinta sama dia. Dulu waktu dia ngejar ngejar lo, lo nggak ngrespon," cerocos Rani.

"Lo kan tau gue nggak per-." 

Drrt drrt drrtt... Drrt drrt drrt.. 

Fajar Calling...

Ku hembuskan nafasku kasar dan mengangkat telfonnya.

"Iya. Sorry gue lupa. Lo langsung ke tempatnya aja," kataku to the point.

"Oke, aku tunggu di penjual nasi goreng biasanya ya," ujar suara di seberang sana.

Aku hanya diam. Lalu dia mematikan sambungan telfonnya.

Ku putuskan menggenakan rok panjang berwarna biru dengan baju panjang beludru berwarna senada. Ku poles sedikit bedak pada wajahku dan sedikit lipgloss pink di bibirku. 

"Gue pergi dulu Rin," kataku seraya mengambil flatshoes senada di depan kamar kos.

"Hati hati. Dan jangan sampe lo gagal move on gara gara ini."

Aku hanya berlalu tak menanggapinya.

***

Di sepanjang jalan aku hanya memikirkan apa yang harus aku katakan pada Fajar. Aku tidak suka dia terlalu dekat denganku. Bukan, bukan karena aku takut jatuh cinta lagi atau berharap padanya. Hanya saja aku dengar dari beberapa temanku dia bukan laki laki setia. Dia mendekati banyak wanita meski saat ini dia sudah punya pacar.

Aku tidak berhak menilai seseorang sebelum aku tau sendiri. Tidak baik.

Ku lihat ada 3 laki laki berjalan ke arah berlawanan denganku. 2 dari mereka berada di belakang. Dan seseorang yang berjalan di depan terlalu sibuk dengan gadgetnya. Sepertinya aku kenal mereka.

"Zafran..," sapaku dengan menundukkan wajah. 

Laki laki yang memainkan gadget itu pun berpaling ke arahku namun aku berlalu melewatinya.

"Hah, iyaa.." sahutnya sedikit kaget.

Aku tersenyum sekilas. Aneh batinku.

"Itu tadi siapa Fik?" sayup sayup suara Zafran masih terdengar.

Sial ! Jadi dia nggak tau namaku setelah kemarin ngejek aku? Parah nih anak.

"Ayaa, sini," teriak Fajar di seberang jalan.

Dia hendak berdiri namun aku cegah dengan isyarat tangan. Tidak perlu membantuku menyebrang jalan, tidak perlu lagi.

Aku sedikit berlari ke arah penjual nasi goreng tersebut. Fajar mempersilahkanku duduk dan memesankan makan untukku. 

"Aku fikir kamu bakalan nggak dateng," ujarnya membuka keheningan.

"Gue udah janji kan sama lo." 

Mungkin terdengar sedikit ketus. Tapi itu lebih baik. 

"Aku mau ngomong sesuatu ke kamu Ay. Sampai saat ini perasaankun belum bisa hilang. Aku masih saja kepikiran tentang kamu. Aku pengem kita dekat seperti dulu lagi Ay, aku cinta sama kamu." 

Aku sempat tertegun. Entah kenapa, hatiku lebih terasa sakit ketika dia bilang cinta padaku. Ini bukan cinta. Bukan. 

"Ay..," dia mencoba memggenggam tanganku. namun segera ku tepis genggamannya. 

"Maaf. Gue nggak tau harus bilang apa. Tapi lo udah punya pacar, Fa. Setidaknya hargai dia. Lo boleh berteman sama siapa saja. Asal nggak jatuh cinta seperti ini," lirihku. Sedikit ada rasa sakit mengatakannya. 

"Aku akui aku dekat dengan banyak cewek. Tapi aku nggak punya pacar. Percayalah." 

"Oh ya? Lantas siapa Eka ? Bukankah dia gencar sekali memamerkan kedekatan kalian di medsos? Sudahlah, Fa. Jangan sakiti dia."

"Aya.. Dia cuma penggemarku."

"Sudahlah Fa, sebaiknya kita pulang. Bungkus saja makanannya. Gue duluan. Makasih," kataku meninggalkannya.

Aku sedikit berlari menjauh dari tempat itu. Sungguh terlalu kacau perasaanku hari ini. Terlalu banyak hal yang tidak bisa kami satukan. 

Aku menghapus air mataku ketika ku lihat laki laki bertubuh jangkung berjalan berlawan arah denganku. 

Dia lagi. Terlalu sibuk dengan gadgetnya sampai tak melihatku hampir di depan matanya. 

"Zafran, duluan ya," sapaku begitu perpapasan dengannya.

"Iya Aya." jawabnya dengan penuh senyum.

Ah sepertinya dia sudah mengingat namaku. 

***

"Rin, gue tadi ketemu cowok yang pernah gue ceritain ke lo," kataku membuka percakapan.

Rina yang tengah berkutat dengan PR nya beralih menatapku penasaran.

"Cowok yang mana nih?" 

"Ah itu loh,cowok yang pernah ngejekin gue di kelas. Zafran." 

"Oh, terus kenapa? Lo di apain sama dia?" 

"Nggak diapa-apain sih. Cuman gue terlalu sering aja ketemu dia. Dan setiap ketemu gue selalu manggil nama dia," kataku mengingat setiap kejadian tadi. 

Hampir setiap hari aku bertemu dengannya di jalan. Entah kenapa aku lebih tertarik menyapa Zafran daripada temanku yang lainnya meskipun mereka jalan bersama seperti tadi. 

"Ya terus? Wajar kan lo temennya. Mana enak kalo nggak nyapa," 

"Iya sih. Tapi gue takutnya dia jadi suka sama gue. Atau yang lebih parah dia mikir gue suka sama dia. Kan parah, Rin." ujarnya sambil berguling di kasur empukku.

"Ya bisa jadi sih. Eh tapi belum tentu juga dia suka sama lo. Lo kan jutek kalo sama cowok. Apalagi kalo lo tau dia suka sama lo." 

Ah iya. Aku memang terlalu jutek. Tapi kalo emang tulus suka sama aku kan bisa nerima aku dan terus merjuangin aku kan ? Eh apaan sih. 

"Tau deh. Mau tidur gue. Bye, Rin. Good night," kataku memejamkan mata.

"Good night."

***

Author butuh kritik dan saran nih readers :D 

Jangan lupa vote nya yaa , kiss kiss :* 

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang