Bab 8 - take care

25 2 0
                                    


Daun berguguran di tepi jalan menuju Harvard Course. Derap langkah kaki bersepatu melewati hamparan kerikil di sepanjang jalan. Hari ini terasa begitu menyesakkan. Bukan karena cuaca panas ini, hanya ada sesuatu yang akan hilang dari pandangan mataku.

"Buset, pagi pagi udah ngelamun aja neng?" sapa Rahmi sambil menenteng siomay kesukaaya.

"Apaan? Gue kagak ngelamun kok."

"Yakin? Pasti Lo galau karena Zafran mau ujian ke luar kota kan?"

Aku nyaris tersedak cappucino float yang masih bersarang di tenggorokanku. 

"Jangan ngaco deh ah"

Drrt drtt..

Zafran : aku nanti malam berangkat, Ay. Kamu nggak pengen gitu makan dulu sama aku? Please

Me : hm, jam berapa? Dimana?

Zafran : Jam 7 aja ya. Di cafe biasanya

Me : oke, tapi aku nggak mau kalo cuma berdua

Zafran : siap. Gue bakalan ajak yang lain kok.

Aku masih terpaku melihat pesan terakhir Zafran. Semakin hari kami memang semakin dekat. Aku rasa akan ada hati yang jatuh kembali.

***

Udara malam ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Aku menggenakan jaket hitamku untuk menghangatkan badan. 

"Cantik amat, mau kemana nih? Kencan ya?" ledek Rani di depan pintu kamar.

"Enggak kok. Cuman ngumpul aja. Lagian nggak berdua kok." 

"Oh ya? Kirain bakalan kencan." 

Tak ku hiraukan ledekannya yang semakin menjadi jadi. Aku berlalu sembari membawa sandalku. Ah kenapa nggak sekalian aku pakai sih? 

Aku membuka pintu gerbang dan sudah kudaga, ada Zafran yang setia menungguku.

"Maaf lama," kataku mencairkan suasana.

"Enggak kok. Temen temen juga baru datang."

Aku berjalan di samping Zafran. Entah kenapa aku jadi gugup seperti ini. 

Disana sudah ada Aldi, Dana, Ali dan Fitri.

"Ecieh, pasangan baru" 

Jangan tanya suara godaan siapa itu. Hanya Aldi yang berani menggoda kami. Aku hanya meliriknya tak peduli. Dari awal memang aku tak suka padanya.

Aku memilih duduk di dekat jendela, Zafran duduk di depanku. Dia melihatku dan seolah ingin bertanya.

"Ada apa?" 

"Enggak. Kamu nggak suka ya sama Aldi?" 

Hah? Bagaimana dia bisa tau?

"Sok tau," singkatku.

"Nggak usah bohong. Mata kamu udah nunjukin segalanya, Ay." 

Dia melihatku intens. Aku mengalihkan pandangan mataku.

"Dan kamu paling ngga bisa kalo diliatin gitu kan?"

"Apasih, Zaf? Jangan jadi peramal deh."

Aku memanyunkan mulutku dan mencubitnya pelan. Dia hanya terkekeh melihat tingkahku.

"Eh, Lo dicariin tuh sama Miss Ari. Ini kan waktunya Lo bimbingan? Gimana sih Lo. Mereka nggak akan berangkat tanpa Lo." cerocos Fitri di samping Zafran.

"Oh iya, gue lupa."

"Yaudah, cepetan gih kesana. Pasti mau berangkat kan?"

"Gue duluan ya. Biasalah, artis selalu ditungguin" 

"PD amat lo. Yaudah kita ikut Lo deh. Sekalian kiss bye gitu haha" celetuk Ali.

"Males banget kiss bye sama Lo" 

Aku berjalan diantara Zafran dan Fitri. Cemburu? Tentu tidak. Aku tidak pernah cemburu dengan Fitri. Kenapa? Karena Zafran pernah bilang kalo dia nganggep Fitri kayak adiknya sendiri.

"Zaf, Lo nggak lupa kan bawa vitamin? Lo kan lagi nggak enak badan," kata Fitri menepuk bahunya.

"Ah iya. Vitamin gue habis." 

"Lo gimana sih. Gue temenin beli ya?" 

Zafran mengernyitkan alisnya dan melihat sekilas ke arahku.

"Atau Lo mau di temenin Ara?"

Mampus. Kenapa nama gue di sebut sih?

"Kamu mau aku temenin?" 

"Iyadeh kalo kamu yang nemenin aku mau," kata Zafran antusias.

"Dasar lo. Yaudah, gue duluan ya kesana." 

Aku menutup wajahku dengan tangan sebagai masker. Kebiasaanku ketika berjalan di area polusi. lalu mulai mengikuti arah Zafran berjalan.

"Aku bau ya? Kok kamu tutup hidung segala?" 

"Hah? Enggak gitu. Cuma berdebu aja." 

"Oh kirain aku bau. Hehehe" 

Aku hanya terseny di balik maskerku. Baru sejengkal aku mebelokkan kaki, Zafran menarik tanganku.

"Kamu mau kemana? Kan tokonya di depan situ?" tunjukkan ke arah toko obat dekat warung nasi goreng.

"Ah, aku kira yang ada di dekat tempat fitnes." 

Dia tersenyum jahil kearahku. 

"Ih, yaudahlah. Kan aku nggak tau. Lagian kamu juga nggak bilang sih."

"Iya iya maaf " katanya tulus.

Dia membeli beberapa vitamin C lalu menawarkannya padaku. Aku hanya menggelengkan kepala dan tersenyum kearahnya.

"Hmm, kamu nggak mau gitu nemenin aku sampai aku berangkat?" 

"Nggak tau ya. Liat nanti aja deh. buruan sana nanti kamu ketinggalan bis."

"Huh. Yaudah deh, aku berangkat ya." 

Kami berpisah di perempatan gang menuju Harvard Course. Aku melihatnya menjauh dari pandanganku. Ada rasa aneh yang menyelimuti hatiku.

Ku putuskan untuk kembali ke tempat kosku. Baru saja aku merebahkan badan. Seseoramg mengetuk pintu kamarku.

"Lo mau ikut nggak? Nih Zafran udah mau berangkat," Fitri begitu tergesa dan menarik tanganku.

"Eh iya iya."

Kami berjalan sedikit cepat. Terlihat bis berwarna hijau sudah menyalakan lampunya. Mungkin mereka sudah menempati bangkunya.

"Lo liat Zafran nggak? Itu tuh dia di kursi seberang." 

Mataku bertemu dengan matanya. Sedetik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan duduk. Dia melihatku lagi dan tersenyum. Entah bagaimana tanganku melambai kearahnya. Demi apa, Ini tangan benar benar di luar kendali.

Bis melaju perlahan. Meninggalkan sepasang mata yang masih menatapku. Sampai pada akhirnya, mata sayu itu tak terlihat lagi.

Aku tidak tau perasaan apa ini. Tapi, aku berharap kamu baik baik disana.





DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang