[3] Satu Atap

653 95 4
                                    

Part 3

Rinaz memijit beberapa angka password apartementnya, ia sengaja melakukannya sambil menutupi rapat layar alatnya. Keeran mendelik kesal, seberapa tinggipun usaha lelaki itu menyembunyikan password apartementnya ia bisa dengan mudah tahu. "07031986, itukan passwordnya, percuma kau menyembunyikannya." Keeran meskakmat Rinaz.

Pintu terbuka, dan orang yang pertama kali melangkah masuk adalah Keeran, tangannya bersilangan diperut, matanya mengedar keseluruh ruangan, apartemen Rinaz cukup luas, dengan tiga kamar didalamnya. Keeran menghela nafas lega melihat seluruh ruangannya tertata rapih dan bersih.

"Cepat mandi sana."

Otak Keeran sudah berpikir kemana-mana. "Jangan berpikir macam-macam bocah." Tangan Rinaz bergerak cepat mengacak rambut gadis itu. "Kau baru saja hujan-hujanan, dan aku tidak mau direpotkan nanti bila kau sakit, jadi pergilah mandi." Jelas Rinaz, baru setelah itu Keeran mengangguk-angguk menggemaskan.

Krubuk-krubuk-krubuk.

Rinaz langung menoleh kearah datangnya suara dan suara itu datang dari perut Keeran, gadis itu malah menatap langit-langit sambil bersiul, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

"Heh!" Rinaz mendelik kearah Keeran yang sedang menatap lantai dengan wajahnya yang memelas "Kau benar-benar merepotkan!" Ia menggerutu, tapi ia tetap berjalan ke dapur, mencoba menyalakan kompor yang tak mau diajak berkompromi. Ia mengelus dadanya sendiri, mengingatkan dirinya sendiri untuk sabar.

"Sepertinya gasnya habis, kau punya kekuatankan, jadi tunggu apa lagi, gunakan kekuatanmu itu untuk menyalakan kompornya." Pinta Rinaz.

"Ekhem..." Keeran menelan ludahnya, matanya masih tidak berani menatap Rinaz yang sedang mamandangnya tajam. "Mmm, jadi begini, kalau perutku kosong, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku." Ia bisa membayangkan wajah Rinaz yang mamandang kearahnya dengan ekspresi angkara murka.

Rinaz menghela nafasnya dalam. "Percuma berumur 170 tahun dan mempunyai kekuatan, karena perutnya kosong saja semuanya jadi tidak bisa berguna." Dengusnya, Keeran sudah berjingkrakan, ia mengolok-olok lelaki itu dan bergerak seolah meninjui Rinaz dari belakang tanpa sepengetahuannya. Begitu Rinaz berbalik dia pura-pura diam melihat kukunya, tapi tetap saja Rinaz merasa aneh.

Rinaz menjangkau lemari paling atas, membukanya dan mengambil dua buah pop mie. Meskipun dadanya turun naik menahan kekesalannya, ia tetap telaten mengisikan air panas kedalam dua bungkusan pop mie miliknya dan milik Keeran, tapi semua hal yang dilakukan dicampur dengen kekesalan pasti tidak akan berakhir baik, air panas dari dispencer mengenai punggung telapak tangannya, Keeran melihatnya, tapi lelaki itu tak banyak berbicara, seolah itu hal yang biasa saja untuknya, padahal kulit tangannya memerah karena panas yang sedikit banyak membakar kulitnya.

"Makanlah..."

Keeran langsung duduk menghadap meja makan yang diatasnya sudah tersaji pop mie yang sederhana namun tampak luar biasa menggoda dikarenakan rasa laparnya, perlahan tapi pasti dia melahapnya, Rinaz makan dengan tenang didepannya, mencuri pandang pada gadis yang sedang menseruput mie kekanak-kanakan, tanpa sadar ia tersenyum melihat tingkah gadis itu. Kuah mienya menempel dibibir bawah Keeran, hingga Rinaz tak tahan melihatnya, ia menyodorkan tisyu kearah gadis manis itu. "Makannya pelan-pelan." Ucapnya tulus.

Laki-laki memang mempunyai kemampuan menghabiskan makanan lebih cepat dari perempuan, Rinaz menegak minumnya sampai habis, ia berdiri membereskan dus pop mie bekasnya, ia membuangnya ke tong sampah, dan berjalan melewati meja makan bermaksud pergi ke kemarnya, tapi tangan Keeran mencengkram pergelangan tangannya. "Tanganmu tadi terkena air panas kan?" Tanyanya dengan matanya yang membulat.

Mr. DetectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang