[5] Kebutuhan

580 92 4
                                    

Part 5

"Aku mengijinkanmu meminjam identitas Karina." Rinaz melepaskan dekapan Keeran, mendongakkan kepalanya untuk memandang wajah Keeran. Wajahnya datar. "Ibuku bisa datang kapanpun ke apartemenku, itu sebabnya, kau harus mulai belajar untuk terlihat natural sebagai istriku. Karina."

Dang! Batu besar seperti baru saja menggelinding menggencet kepala Keeran. Ia menepuk dahinya dramatis. "Aku lupa soal hal itu. Jadi bagaimana agar terlihat natural sebagai istrimu ?" Matanya bertanya.

"Kau harus mulai belajar memenuhi kebutuhanku." Sorot Mata Rinaz benar-benar misterius, membuat bulu kuduk Keeran merinding seketika. Gadis itu mengangkat telapak tangan kanannya ke udara. "Tunggu. Memenuhi kebutuhanmu?" Tanyanya.

Rinaz menyeringai, menganggukan kepalanya. "Iya, semua kebutuhanku." Keeran mencium bau tidak enak dari sikap Rinaz ini, ia masih menimbang-nimbang keputusannya. "Tapi aku tidak akan mau memenuhi kebutuhan biologismu, mengerti." Celetuk Keeran, membuat Rinaz tergelak. Lelaki itu berdiri, menatap Keeran dengan penuh hasrat, kakinya terus melangkah maju sementara didepannya Keeran terus mundur teratur, hingga tersudut di dinding, dingin langsung merambat ke punggungnya yang menempel disana.

"Mau apa kau? Jangan macam-macam !" Protesnya melihat ke dua tangan Rinaz menempel di dinding sejajar dengan kepalanya. Memerangkapnya dalam tubuh lelaki itu yang condong dan berhimpitan dengan tubuhnya. Hangat nafas Rinaz membelai-belai permukaan wajah Keeran yang terpaksa harus melihat kearah sisi agar tak bertemu pandang dengan manic mata Rinaz.

Rinaz menikmati pemandangan menggemaskan didepannya, ia menarik dagu Keeran lembut, memaksa gadis itu menatapnya, meskipun setelah sejenak bertukar pandang gadis lugu itu langsung menutup kelopak matanya. "Apa yang kau pikirkan, princess?" Ujung jari telunjuknya mencolek ujung hidung Keeran, membuat gadis itu membuka matanya, menatap Rinaz yang tengah menyeringai nakal.

Bodoh. Keeran merutuki dirinya sendiri karena telah berpikir negative. Ia yakin lelaki itu akan terus menggodanya setelah ini. "Apa kau berharap aku akan melumat bibir perawanmu ini?" Ibu jarinya mengusap bibir bagian bawah Keeran, membuat Keeran bergidik, pipinya juga bersemu merah mendengar Rinaz begitu frontal mengucapkan kata "Perawan".

"Atau kau berharap aku memintamu memenuhi kebutuhan biologisku ?" Ledek Rinaz lagi, lelaki itu tertawa geli sambil memegangi perutnya dengan satu tangan. "Tunggu, pipimu bersemu merah saat aku mengatakan perawan, apa kau benar-benar perawan? Kau berumur 170 tahun, dan kau masih perawan ? You're fucking cute."

Keeran tak tahan lagi, ia menginjak kaki Rinaz keras, membuat lelaki itu melepaskan kungkunangan tangannya, memegangi ujung kakinya dan mengaduh menahan nyeri yang menjalar. "170 tahun di Sognare masih terlalu muda untuk melakukan Sex, mengerti!" Keeran mendengus. "Minggir." Titah gadis yang terlanjur malu itu.

Rinaz membukakan jalan untuk Keeran, tapi saat gadis itu berjalan beberapa langkah darinya, ia menarik tangannya, membiarkan tangan mereka mengantung di udara. "Terimakasih." Ucapnya, saat Keeran menengok bermaksud berontak. Damn that smile. Keeran mengumpat merasa terpenjara dalam senyuman tulus Rinaz.

 Keeran mengumpat merasa terpenjara dalam senyuman tulus Rinaz

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mr. DetectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang