[7] Jealous

650 100 8
                                    

Part 7

Keeran duduk anteng dipinggir Maxime yang mengemudi dengan tenang dan focus. Lampu lalu lintas yang membendung jalanan kota malam ini berganti merah, menyetop mobil mereka untuk mengikuti tata tertib. Keeran mengetuk-ngetukan tangannya diatas bagian tulang tempurung lututnya. Kawasan ini macet, pusat perbelanjaan memenuhi setiap sudutnya. Dan entah dinamakan insting atau apa, tapi manic matanya berhasil menangkap sesosok tinggi yang mengingkari janjinya padanya. Rinaz dengan seorang gadis berperawakan kecil dibelakangnya, menuju sebuah Mall. Jadi ini alasan Rinaz ingkar janji.

"Ziudith." Maxime meloloskan nama itu dari bibirnya, alisnya berkerut, memandangi Rinaz dengan gadis itu pergi ke sebuah Mall. "Aku tak tahu apapun soal ini. I swear." Tandas Maxime menerima tatapan maut dari Keeran yang seolah mempertanyakan keberadaan Rinaz dan gadis itu padahal lelaki itu mempunyai janji dengan Keeran.

Mata Keeran memicing kearah Maxime, menyelidiknya dengan sikap mengintimidasi, sampai Maxime tak tahan. "Bisa kau alihkan pandanganmu, rasanya aku bisa mati beku bila ditatap sedingin itu. Kalau kau ingin tahu siapa gadis itu maka akan ku jelaskan." Maxime mencicit cepat.

"Jadi jelaskan."

"Aku bingung memulainya dari mana."

Keeran duduk meminggir, mengamati langsung Maxime. "Kau bisa memulai menjelaskan dari apa hubungan gadis itu dengan Rinaz, hingga laki-laki itu mengingkari janjinya sendiri." Tegasnya.

"Hubungan mereka?" Maxime memutar otaknya sendiri. "Hubungan mereka tidak terlalu baik, tapi hubungan gadis itu dengan ibu Rinaz cukup dekat. Cukup untuk membuat Rinaz mau menghabiskan waktunya dengan gadis itu." Keeran mengangguk mengerti.

"Yang aku tangkap, ibu Rinaz mencoba mendekatkan mereka kan?"

Maxime menyunggingkan senyumnya, mengangkat tangannya ke udara, dan memamerkan thumbs up-nya untuk Keeran. "Seratus."

"Kau kecewa?"

Iya. Batin Keeran, tapi kepalanya bergerak cepat, menggeleng dengan kuat.

---

Keeran masih berada didalam mobil Maxime ketika lelaki itu berhasil memarkirkan mobilnya di basement apartement Rinaz. Ia memencet tombol power cd player dimobil lelaki disampingnya yang sedang menatapnya dengan alis berkerut. "Kau tidak turun?"

"Aku ingin disini sebentar..."

"Baiklah.." Maxime menyandarkan kepalanya di jok, matanya mencoba terpejam. Sampai Keeran melantunkan beberapa nada dari mulutnya mengikuti alunan lagu lumayan lama dari cd player, mata Maxime berpura-pura terpejam, tapi tidak dengan telinganya yang masih ia buka lebar-lebar. Merdu. Pikirnya.

Namun ku rasa cukup, ku menunggu
Semua rasa tlah hilang
Raisa - Apalah Arti Menunggu 🎵

Keeran tak melanjutkan nyanyiannya, berhenti disitu membuat batin Maxime tertusuk perasaan penasaran, matanya mengintip sedikit. Gadis disampingnya itu sedang memandang keluar jendela, tatapannya nanar, dan Maxime tahu apa yang dilihat putri kerajaan Sognare itu ketika matanya terbuka lepas. Rinaz dan Ziudith keluar dari mobil lelaki itu yang diparkir didepan mobilnya.

---

"Jangan mengadu pada ibu kalau aku tidak mengantarmu pulang." Rinaz setengah membanting pintu mobilnya. Ziudith tak punya pilihan selain menerima sikap buruk Rinaz berulang kali. Bodohnya, ia masih egois memaksakan kehendaknya, menahan tangan Rinaz agar tak terlalu cepat pergi.

"Mau apalagi?" Mata Rinaz hampir tercungkil keluar ketika gadis aggressive didepannya itu bergelayut dilehernya, menariknya lebih dekat, dan bibir tebal gadis itu berlabuh dipipinya. Ia tak bisa langsung menghindar atau menjauhkan dirinya, ia masuk ke fase freeze karena bingung.

Mr. DetectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang