Detik jam beraturan terdengar menemani kesunyian pagi ini. Aku menyukai suasananya. Suasana dimana aku merasa sendiri, tak ada satupun yang menggangguku. Suasana dimana aku terbebas dari kekejaman dunia yang tiada hentinya. Suasana dimana aku bisa memimpikan sesuatu yang tak mungkin bisa menjadi nyata. Suasana dimana aku merasakan waktu seakan berhenti. Namun, di satu sisi suasana ini mampu membuatku kembali menjadi sebuah jiwa tanpa raga di dalamnya. Suasana dimana keinginan untuk kembali pada masa itu.
Kesunyian, kesendirian, keheningan. Ya.
Banyak orang tak menyukai keadaan itu, namun tidak denganku. Aneh memang, bahkan hampir semua orang menyebutku "Raflesiana Lockhart seorang perempuan aneh!", tapi aku tidak peduli. Aku hanya berusaha menjadi diriku apa adanya, diriku yang menyukai sendiri. Sebut saja antisosial.
Selain tidak pandai bergaul, aku tidak terlalu menyukai banyaknya orang di sekitar.Mengapa? Bosan.
Ya.
Para perempuan penggemar fashion yang gemar bergosip tentang lelaki tampan hingga idola sekalipun dan bertingkah layaknya tokoh Mean Girls. Para lelaki pemain football atau basket dan semacamnya yang sangat terkenal di kalangan para wanita. Bahkan, kumpulan para kutu buku sekalipun. Dan jangan lupakan fakta adanya bullying. Tak ada keinginan untuk menjadi salah satu dari kumpulan itu.Kuregangkan otot-otot tubuhku yang terasa pegal. Kupejamkan mataku dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya perlahan. Aku merasakan kekosongan di dalamnya, namun kekosongan ini membuatku tenang.
Di tengah ketenangan ini, aku dikejutkan oleh denting suara pesan di ponselku. Segera kuambil ponselku dan membaca pesan tersebut."Astaga! Mendadak sekali dosen satu ini! Memajukan jam kuliah dadakan sekali!"
Kulempar ponsel itu ke sembarang arah saking terkejutnya akan isi pesan tersebut. Sungguh di luar dugaan. Tanpa pikir panjang aku berlari ke kamar mandi, segera membasuh muka dan menggosok gigi. Sudah tak ada waktu lagi untuk membersihkan diri. Kubuka lemari dan mengambil asal pakaian untuk hari ini. Hanya celana jeans hitam dan sweater maroon. Entahlah penampilanku seperti apa, aku tak peduli. Segera kumasukkan buku dan notebook. Tak lupa mengambil ponsel yang terlempar tadi. Kupakai sepatu converse favoritku dan bergegas keluar apartemen.
Saat hendak menuju lift, tak sangaja tubuhku menabrak seseorang hingga buku yang di bawanya berjatuhan. Tanpa melihat orang tersebut aku membantu merapikannya dan segera memberikan buku-buku itu.
"Sorry." Ucapku singkat dan beranjak meninggalkannya. Ku tekan tombol lift dan segera memasuki lift tersebut saat pintunya terbuka. Tak sengaja aku melihat orang yang aku tabrak sebelumnya. Pandangan kami saling bertemu untuk sesaat namun pintu lift segera menutup. Sepertinya orang baru. Tapi, aku tak peduli. Aku menunggu dengan tidak sabar seraya menghentakkan kakiku pelan menunggu lift turun. Terdengar denting suara lift dan pintu pun terbuka. Dengan tergesa-gesa berlari keluar dari lobby menuju halte bus. Semoga saja tidak terjadi kemacetan. Ah sial! Rasanya ingin sekali aku marah-marah, seenak jidat mengubah jam kuliah.
Untunglah Dewi Fortuna sedang berpihak padaku, karena jalanan hari ini lancar.Bus yang kutumpangi berhenti di pemberhentian tujuanku. Aku turun dan berlari menuju kampusku. Hanya tinggal dua menit kelas akan dimulai. Bolehkah aku merutuki dosenku ini? Bahkan tidak ada kesempatan bagiku untuk sekedar menyantap sarapan!
Sedikit lagi sampai di kelas dan kulihat dosenku sedang berjalan berlawanan arah menuju kelas. Kupercepat langkahku dan beruntunglah aku karena lebih dulu masuk ke dalam kelas. Melelahkan.
Menghempaskan bokongku di kursi belakang yang tersisa dan mengistirahatkan kakiku sejenak tanpa memedulikan tatapan orang-orang yang menatapku penuh keheranan. Dosen di depanku, yang dikenal Mr. Steven segera meminta maaf karena perubahan jadwal dan segera memulai pelajarannya. Haah... tak tahukah dirinya bahwa tindakannya akan membuat seseorang mati kelelahan?
Beberapa menit di tengah-tengah materi, terdengar suara pintu terbuka kencang yang sukses mengagetkan seluruh mahasiswa di dalam ruangan ini. Lelaki itu memasuki kelas dan meminta maaf pada Mr. Steven.
Mr. Steven hanya mengangguk dan mempersilahkannya duduk. Mr. Steven memang terkenal dosen yang cukup baik hati dengan membolehkan mahasiswanya masuk jika belum mencapai lima belas menit waktu keterlambatan. Dia berjalan ke arah dimana hanya satu kursi kosong tersisa yang tak lain tepat di belakangku. Aku melirik sekilas ke arahnya yang tak jauh dari tempatku, tak sengaja pandangan kami bertemu. Tunggu dulu, sepertinya tak asing bagiku dengan mata itu. Tak mau berlama-lama bertemu pandang, aku mengalihkan pandanganku kembali pada Mr. Steven dan memerhatikan pelajarannya.
Beberapa detik kemudian, saat itu seseorang dari belakang menepuk pundakku perlahan. Menoleh ke belakang dan mendapati dirinya tengah tersenyum padaku."Kau orang yang bertabrakan denganku 'kan di apartemen?" tanyanya. Aku hanya mengabaikannya dan kembali memerhatikan papan tulis di depan. Pantas saja aku tak asing dengannya.
Dia kembali menepuk pundakku namun aku tak bergeming di tempatku, membiarkan panggilannya."Aku tidak menyangka kita akan bertemu di tempat ini."
Ugh, pria ini ternyata banyak bicara.
"Hei, mengapa kau diam saja? Oh, kau takut dimarahi dosen di depan ya? Ok, aku mengerti."
Aku tetap mengabaikan ucapannya. Padahal kenyataannya aku hanya tidak suka berbincang dengan seseorang. Ada jeda lama sebelum dirinya berucap kembali.
"Namaku Joshua Anderson. Kau bisa memanggilku Josh. Semoga kita bisa menjadi tetangga dan teman baik."Uh-oh. Apakah dia baru berkata tetangga?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Scared of Happy
General FictionBahagia. Banyak orang mengatakan bahwa 'bahagia' adalah sebuah situasi. Situasi dimana semuanya terlihat baik-baik saja. Situasi dimana semua orang melupakan satu kata bernama 'sakit'. Situasi dimana kita bebas melakukan sesuatu. Situasi dimana...