Author's View
Josh memejamkan matanya, cemas akan keadaan gadis yang disukainya. Ia tak berhenti merapalkan doa agar gadis itu tak apa. Melihat keadaannya sangat membuat Josh khawatir. Batin dan pikirannya sangat kacau. Padahal dirinya tak terlalu mengenal gadis itu, tapi perasaannya sudah sangat besar dan tulus. Di tengah kecemasannya, terdengar suara pintu terbuka dan keluar seorang dokter di dalamnya. Dengan gerakan cepat, Josh langsung menghampiri sang dokter.
"Apa kau salah satu kerabat dari Ms. Lockhart?" Tanya sang dokter.
"Saya temannya. Bagaimana keadaannya?" Tanya Josh dengan cemas.
"Temanmu baik-baik saja. Dia hanya kelelahan karena kurang asupan dan juga sedikit stress. Sebaiknya beritahu temanmu itu untuk makan dengan teratur dengan makanan yang mangandung banyak gizi dan juga aku sarankan untuk meminum vitamin. Dan seperti yang kulihat, jangan biarkan dirinya terlalu banyak pikiran atau nanti tubuhnya akan kembali drop." Jelas sang dokter panjang lebar. Josh menghela nafas lega mendengar bahwa kabar Raflesiana baik-baik saja.
"Kapan dia bisa pulang? Apakah dia sudah sadarkan diri? Bolehkah aku menjenguknya?" Josh melemparkan tanyanya bertubi-tubi. Sang Dokter tersenyum geli melihat tingkah Josh, pasalnya dia mengetahui bahwa Josh sangat mengkhawatirkan pasien yang ditanganinya.
"Esok dia sudah bisa pulang. Ms. Lockhart belum sadarkan diri, dia masih terpengaruh oleh obat tidur yang kuberikan. Kau sudah boleh menjenguknya ketika dia sudah dipindahkan ke ruang rawat nanti. Biarkan dirinya beristirahat terlebih dahulu." Jawabnya sambil tersenyum.
"Suster akan memindahkannya sekarang juga. Kalau begitu saya permisi." Pamitnya meninggalkan Josh dan menyematkan senyumnya yang dibalas oleh Josh dengan berterima kasih.
"Syukurlah dia baik-baik saja."
Raflesiana's View
Aku membuka mataku, merasakan cahaya terang menembus kelopak mataku. Ruangan serba putih yang kulihat. Dimana aku? Rasanya warna cat apartemenku tidak berwarna putih. Mengerjapkan mataku sejenak agar pandanganku lebih jelas lagi. Sepertinya aku berada di rumah sakit. Ya, tercium bau obat-obatan. Memangnya apa yang terjadi padaku? Aku mencoba untuk mengingat nya namun kepalaku terasa pusing. Hendak menyentuh keningku, namun saat aku ingin menggerakkan lenganku sesuatu seperti menghalanginya. Ternyata seseorang yang kukenal tertidur di atas lenganku. Kepalanya menindih lenganku dan terduduk di kursinya. Apa yang dilakukannya? Di detik itu pula dia terbangun. Sepertinya merasakan pergerakan lenganku.
"Hei, kau sudah bangun?" Tanyanya melemparkan senyum.
"Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku bisa berada disini?" Tanyaku, tak membalas pertanyaannya yang jelas-jelas tak membutuhkan jawaban.
"Kau pingsan saat menuju ke toko. Aku langsung membawamu kesini. Dokter bilang kau jangan terlalu kelelahan, makan dengan teratur dan kau dianjurkan untuk meminum vitamin. Jangan terlalu banyak memikirkan sesuatu, atau nanti kau bisa drop lagi. Kau bisa pulang besok pagi." Jawabnya panjang lebar. Aku hanya mengangguk terhadapnya. Aku ingat ketika aku sedang berjalan menuju toko, kepalaku berdenyut begitu keras sehingga terasa begitu sakit. Hening. Tak ada satupun dari kami yang membuka mulut.
"Lebih baik kau pulang." Ucapku memecahkan kebisuan.
"Tidak, aku akan menunggumu disini." Jawabnya. Aku memutar bola mataku jengah.
"Aku bukan anak kecil yang harus kau tunggu. Sebaiknya kau pulang. Aku takut keberadaanmu akan menggangguku."
"Hei! Begitukah caramu berterima kasih dengan menganggapku sebagai pengganggu? Jahat sekali." Jawabnya mendramatisir. Sungguh tingkah lakunya seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scared of Happy
General FictionBahagia. Banyak orang mengatakan bahwa 'bahagia' adalah sebuah situasi. Situasi dimana semuanya terlihat baik-baik saja. Situasi dimana semua orang melupakan satu kata bernama 'sakit'. Situasi dimana kita bebas melakukan sesuatu. Situasi dimana...