Bab 2

8.6K 858 41
                                    

"Apa kau membeli cheri?"

Keitha berjingkit terkejut mendengar suara Alani di belakang tubuhnya. Buah cheri yang ia genggam seketika jatuh ke dalam keranjang hingga beberapa berhamburan ke tanah. Padahal ia hendak mengeluarkan buah itu dari sakunya dan menatanya ke dalam keranjang secara sembunyi-sembunyi.

Refleks Keitha bergegas memungutnya satu per satu dengan perasaan gugup. Jantungnya berdetak kencang. Keitha mengantisipasi Alani akan bertanya padanya. Ia takut Alani menyadari bahwa dirinya melanggar aturan yang dibalut mitos orang-orang--pergi ke hutan di seberang sungai tanpa sepengetahuan Kakaknya.

"Buahnya tampak segar sekali." Alani membantu memungut di lantai. "Aku tidak menyuruhmu membeli dengan uangmu--tidak termasuk cheri, Keitha. Aku sudah berjanji bahwa kue ulangtahunmu hari ini khusus aku yang membuatnya."

Keitha menghela napas lega diam-diam. Kakaknya berpikir bahwa dia membeli bukan memetik. Ia tidak perlu khawatir sekarang.

"Ti-tidak! Tidak apa-apa, aku tidak keberatan mengeluarkan dua perak untuk ini. Lagipula kapan lagi aku mendapatkan harga yang murah."

"Baiklah. Tapi lain kali, kau harus mendengarkan ucapanku. Aku akan mengganti perakmu besok jika roti yang dititipkan pada Yavenir habis."

"Tentu. Tapi tidak masalah jika kau tidak menggantinya."

Keitha berdiri seraya menepuk pelan ujung roknya yang kotor. Ia menjauh dari hadapan Alani dengan melangkah mundur, memastikan Kakaknya tidak melihat ujung pakaiannya yang sengaja ia lipat untuk disembunyikan.

"Apa kau akan memotong kuenya sekarang?"

Langkah Keitha terhenti. Keitha menekan lipatan ujung pakaian luarnya agar tidak terjatuh. Dia telah berusaha keras menyembunyikan noda darah di sana. Pertama dari Otsana, kedua sekarang dari Alani--dia harus bisa melakukannya lagi kali ini.

"Bolehkah aku mandi terlebih dahulu? Aku baru saja memetik zaitun bersama Otsana dan kurasa lebih baik jika aku mandi terlebih dahulu."

"Dan ... Kuenya mungkin lebih indah jika ditaburi cheri."

"Ah, ya benar!" Alani terkekeh pelan. "Ya. Aku akan memanggilmu setelah mengoleskan selai dan menata cherinya."

Keitha mengangguk. Ketika ia tiba di dalam pemandian, Keitha melepaskan pakaian yang ia kenakan dan melipatnya hingga cukup muat untuk disembunyikan di dalam keranjang. Ia kemudian berdiri di bawah pancuran air yang mengalir. Mulai mengusap bagian kepalanya untuk membersihkan diri.

Semuanya terasa berjalan seperti biasa. Busa yang menggulir dari kepala sampai kaki Keitha tidak menyakiti lukanya sama sekali karena dia membalutnya dengan kain. Hingga tanpa disengaja, Keitha mengusap luka di pundaknya cukup kasar, saat itu juga Keitha merasakan perih yang amat sangat, menjalar dengan cepat dan membuatnya tidak mampu menahan ringisan pelan.

Kenapa lukanya berdarah? Apa mungkin Keitha tidak digigit serangga namun digigit lintah hutan?

Keitha membalut lukanya dengan kain yang baru lalu menimpa dengan pakaian bersih. Ia menyisir rambutnya yang basah. Detik demi detik berlalu, luka Keitha terasa kian menyakitkan. Tubuhnya mendadak sangat lemas, keringat dingin membasahi kening, dan suhu tubuhnya menjadi tinggi.

"Apa kau sudah selesai? Aku memanggilmu sejak tadi, Keitha..."

Ucapan Alani terhenti melihat Keitha yang terbaring seraya menggertakkan gigi. Keitha memejamkan matanya, tidak mampu untuk menatap wanita itu karena kebohongannya kali ini terbongkar.

"Ya Tuhan! Apa kau baik-baik saja?!"

Alani berlutut di hadapan Keitha. Menekan pundak Keitha cukup kuat untuk menghentikan darah yang tidak berhenti keluar.

The Protector [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang