16. Bad Boy's Effect

22.5K 2K 182
                                    

Aji beringsut kesal, menahan berat tubuhnya menggunakan kedua tangan sebagai penyanggah. Ia menyumpah serapahkan Pak Toto yang jadi guru piket hari ini.

Sama halnya dengan Aji. Semua murid yang dihukum pun merutuki Pak Toto dalam hati. Ada yang menyumpahinya ke pleset, botak secara mendadak karena kepanasan rambutnya jadi rontok, tidak mendapatkan Bu Lasmi yang digosipkan sedang gencar didekatinya dan banyak lagi sumpahan yang mereka keluarkan untuk Pak Toto.

"Ah, anjir. Gue gak tahan lagi nih."

Anta menoleh. Ia mengangguk, tangannya gemeteran. "Sama anjir. Si Toto minta gue cukur abis rambut kesayangannya itu sumpah."

Dean yang berada dihadapannya menyahut sambil menarik napas kuat-kuat. "Begaya lo. Di pelototin aja udah takut."

"Yeh, itu mah kan dulu. Waktu awal masuk sekolah. Sekarang mah gue udah berani."

Aji dan Ilham menghempaskan tubuh ke atas tanah ketika Pak Toto menghilang masuk ke dalam gedung sekolah. Mereka membiarkan tanah merah mengotori seragam batik. Menggoyangkan kedua tangan yang terasa kaku.

"Gila si Toto ngasih hukuman kagak elit banget." gerutu Ilham menempelkan kepalanya di rerumputan.

Rio melempar kerikil ke kepala Ilham dan Anta. "Kotor begok seragam lo. Kasian emak yang nyuci."

Ilham dan Anta menyahut bareng. "Pembantu gue yang nyuci. Ibu Negara sibuk ngurusin arisan sosialita."

Gara-gara semalaman berdiskusi tentang Edgar sampai membuat mereka lupa akan jadwalnya ke sekolah pagi hari. Hari ini mereka terpaksa harus menjalani eksekusi hukuman bagi para murid yang telat. Niatan hati ingin lewat jalan belakang eh ternyata sudah ada Satpam yang menjaga.

Sungguh sialan.

Ditambah lagi ternyata orang yang membuat mereka telat sudah nangkring dengan indahnya di atas motor besar kebanggaannya itu. Ia melambai dengan muka tengil.

Edgar, tidak telat. Justru saat ini ia masih ada di parkiran. Duduk manis di atas motornya seraya memperhatikan teman-temannya yang di hukum. Malas rasanya masuk kelas kalau tidak ada kawan-kawannya.

Maka dari itu saat dilihatnya Pak Toto sudah tak ada. Ia pun melangkahkan kaki mendekat ke arah teman-temannya.

"Telat berjama'ah gini. Yang jadi imam siapa?" celetuk Edgar berdiri di samping tubuh Aji.

Aji mendengus. Ia melempar kerikil ke wajah Edgar. "Pergi sana lo. Sialan."

Edgar terkekeh. "Sensian amat, Ji," lalu ia mengerling pada Ilham dan Anta yang masih asik tiduran sementara yang lainnya memilih bangkit untuk mengistirahatkan tangan. "Apalan hadist bersih tahun lalu belum di setor, Ham, Pet?"

Anta dan Ilham mendongakkan kepala memandang Edgar minta penjelasan. Sebuah tangan besar mendarat, menjitak puncak kedua kepala lelaki itu.

"Bangun, goblok! Sumpah lo berdua tiduran begitu malah keliatan kayak babi lagi mainan dilumpur." sengit Nando membuat semuanya tertawa.

Anta dan Ilham misuh-misuh namun tak urung keduanya menurut juga. Mereka melirik keadaan seragam batik dan celana putih yang dikenakan tampak kotor oleh bercak tanah. Dengan desahan kecewa mereka pun menepuk-nepuk seragam supaya paling tidak kotoran itu bisa sedikit menghilang.

Dean melempar pandangan pada Edgar. "Dari kemarin lo bolos. Kemana, bro?"

Edgar mengedikkan bahunya cuek. "Males sekolah."

"Sepik," sahut Riki mengelap wajahnya memakai sapu tangan. "Lo biasanya kalo males sekolah ngajak kita, Man. Gak mungkin sendiri. Lo kan setan," lalu ia mengedikkan dagu ke arah Edgar. "Ngaku deh sama kita-kita. Lo kenapa?"

Bad Boy's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang