part 2- tanpa arah

180 12 2
                                    

Aku terus menulusuri setiap jalan, tanpa arah, dan tanpa tujuan. Terik matahari membuat aku lelah berjalan. Dari kejahuan aku melihat sebuah bangku kosong di taman dekat dengan sebuah kantor.

" kemana aku harus pergi, aku mau ke Bandung, tapi gak ada uang, apes banget hidup aku"

Merenung, ya saat ini aku hanya bisa merenung akan kemana satelah ini.

" Apa aku hubungi  Revan aja ya? Tapi aku takut nantik Silva tau. Dan dia akan semakin membenciku"

Disatu di sisis aku ibgin sekali berada di dekat Revan. Aku butuh semangat darinya. Mungkin kalian menganggap aku munafik, tidak jujur dengan perasaan ku sendiri.  Aku seperti ini karna tidak mau menyakiti Silva.

Drrt Drtt
Revan calling....

' vi, kami dimana sekarang. Aku di depan rumah kamu ni '

Aku hanya diam, tidak mampu menjawab. Aku menahan isak tangis agar Revan tidak mendengarnya..

' Vi. Kamu disanakan? Kamu baik-baik aja kan Vi?'

" Aku baik-baik aja Van. Aku udah gak tinggal di situ lagi" akhirnya tangis yang mati-matian ku tahan pecah juga.

' kamu dimana sekarang biar aku jemput kamu'

Dari suaranya aku dapat menebak bahwa Revan sedang menahan amarahnya.

" aku... a..ku ada di....  jalan Anggrek, di taman. Dekat kantor AMC Group"

' ok. Kamu tunggu di situ aku akan jemput kamu'

Sebelum aku menjawab, Revan telah memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

***

15 menit kemudian.

" Vi, kamu gak papakan " Revan menarikku kepelukannya. Aku bersandar di dada bidangnya. Aku tidak menjawab. Hanya isakan tangis yang menjawabnya. Revan mengelus punggung ku dengan lembutnya.
Siapapun tolong hentikan waktu agar tidak berjalan. Aku masih ingin berada lebih lama dalam pelukan Revan. Hanya seperti ini yang mampu membuat ku tenang.

"Vi, kamu kenapa? Kamu maukan cerita sama aku. Aku disini selalu ada untuk kamu. Kapanpun kamu membutuhkan aku. Aku selalu siap vi"

Ku angkat muka ku, ku tatap ke manik mata birunya. Disitu tersirat cinta dan ketulusan yang begitu dalam.

"Van... papah usir aku dari rumah, aku udah gak punya siapa-siapa lagi Van.  Bahkan aku gak tau harus kemana"

Rahang Revan mulai mengeras, aku dapat merasakan bahwa Revan sedang marah.

" ayok kita pulang, aku akan bicara dengan papah kamu. Dia harus merasakan penyesalan telah mengusir kamu dari rumah"  aura yang dikeluarkan Revan begitu menakutkan. Firasatku mengatakan sesuatu akan terjadi.

" gak Van, aku gak mau pulang. Aku mau buktikan sama mereka. Aku mampu hidup tanpa mereka seorang pun" aku mulai mengeluarkan jurus memeleskan yang biasanya Revan akan luluh dengan jurus ini.

" baiklah, kalau begitu kamu tinggal di apartemen ku saja untuk sementara. Aku akan tinggal di rumah mami selama kamu tinggal di apartemenku. Gimana kamu mau kan"

" oke aku akan menerimanya kalau kamu memaksa" tawaku mulaia pecah. Kulihat Revan tersenyum begitu manis. Hanya dia yang mampu mengerti tentang aku.

"Yaudah,  ayok aku antar ke apartemen ku" kami berjalan menuju mobil Revan sambil bergandengan tangan.

***
Akhirnya aku sampai di apartemennya Revan. Hari mulai senja.

" Van, kamu mau makan apa biar aku masakin? " tanyaku pada Revan sambil memilih-milih bahan makan di kulkas.

"Apa aja boleh, yang penting aku makan makanan yang kamu masak" begitulah Revan terkadang terlalu gombal.

Aku mulai memasak dengan serius, saat aku sedang menggoreng ikan seseorang melingkarkan tangannya di pinggang ku.

"Van, aku lagi masak ni, lepasin ah tangan mu"

"Kamu masak kek gini di dapur. Seolah-olah kita pasangan suami istri " Revan mulai mencium puncak kepalaku. Hingga turun keleherku.

"Van, ah geli van" Revan menggigit daun telingaku. Dan diapun melepaskan pelukannya.

"Oke. Makanan sudah siap ayok kita makan".

Revan berjalan menuju meja makan, dan kami menikmati makan malam dalam diam.
Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Mungkin Revan juga sedang memikirkan sesuatu.

Makan malam telah siap. Kini kami sedang menonton bersama.

"Van, besok aku mau cari kerja ya? "

" kamu kerja di kantor aku aja, jadi seketaris pribadi aku. Maukan?" Tawarnya dengan senyum yang menawan.

"Van, aku gak ada maksud buat menolaknya, tapi aku mau berusaha sendiri van. Pliss "

"Huff.. oke fine, kamu harus cari kerja yang cocok ya. Dan jangan terlalu capek "

Aku tidak menjawab, hanya mengangguk, dan kembali memeluk Revan. Kami terlihat seperti orang pacaran. Nyatanya hubungan kami tidaklah memiliki ikatan.

" yaudah. Aku pulang dulu ya" 
Aku mengantarkan Revan, sampai ke pintu apartemen.

"Hati-hati di jalan ya"  Revan menangguk dan mengecup kening ku.

Revan sudah pulang tinggalah aku sendiri di apartemen.
Waktunya istirahat, karna besok aku akan mencari kerja.



*** **
Bersambung....
Buka puasa langsung nulis.😀😀
Vote and comentnya ya..

Antara Aku Dan SilvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang