Part 5

88 14 11
                                    

[5]

"Jagain adek gue ya. Awas aja sampe ada yang kegores sesenti pun, nyawa lo melayang," Bryan berkata kepada Nathan. Sore ini, aku dan anak kelas sepuluh lainnya akan mengikuti acara sekolah yang rutin diadakan saat menjelang akhir semester genap yaitu lintas alam. Tentu saja ke daerah yang berbau alam. Karena Nathan anggota osis, jadi dia wajib mengikuti acara ini. Dulu, Bryan dan Ravian termasuk osis, tetapi masa jabatannya telah selesai belum lama ini karena kelas dua belas sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional.

"Serem." Sahut Nathan.

Sekolah menyewa bus untuk membawa murid-murid ke tempat tujuan. Tapi aku, Vicha, Ray, dan Nathan pergi dengan mobil sport Nathan. Sebagian murid yang sudah tau lokasi juga ada yang pergi dengan mobil pribadi bersama kelompoknya sendiri.

Selama beberapa jam, di kursi depan, Vicha asik bercerita tentang segala hal yang menurutnya menarik, sesekali aku menimbrung tawa. Aku memandang keluar jendela, mengamati gedung-gedung tinggi dan udara panas kota Jakarta berganti dengan bukit-bukit tertata serta pepohonan yang berbaris menjulang dan juga udara yang sejuk, tentunya. Semakin jauh, daerah ini terlihat seperti hutan-hutan lebat yang akan menyeramkan pada malam hari. Menjelang magrib, kami tiba di lokasi. Kami datang mendahului bus sekolah. Aku mendapati beberapa tenda yang sudah tersusun rapih melingkari ladang rerumputan persegi. Sesaat setelah kami berempat turun dari mobil dan ingin berjalan ke ladang itu, satu mobil mendarat tepat di sebelah mobil Nathan terparkir, kami menghentikan langkah dan menyaksikan empat wanita turun dari mobil itu, salah satu diantaranya adalah Reysha. Dia menatapku tajam dan tersenyum miring kemudian melangkah mendahuluiku dengan sedikit senggolan di bahu kananku.

Tak berapa lama kemudian, beberapa mobil lainnya satu persatu mulai memenuhi area parkir terakhir disusul oleh bus-bus pengangkut murid. Kami semua berkumpul, dibimbing oleh beberapa panitia acara -Osis, siswa pilihan, dan guru Pembina. Pukul delapan, seusai makan malam bersama, kami semua dipersilahkan untuk istirahat sampai jam Sepuluh. Aku memanfaatkan satu setengah jam untuk tidur, dan sisanya untuk berbincang dengan teman satu tendaku -Vicha, Ranei dan Maggie. Kemudian, kami diarahkan untuk segera keluar tenda dan duduk bergabung dengan murid lainnya yang sudah duduk melingkari api unggun. Aku duduk di deretan anak kelas sepuluh, samping kananku Vicha, kiriku Ray, dan kudapati sebrangku ada Nathan.

Pembawa acara, mungkin, yang ku ketahui bernama Vira itu menjelaskan tentang acara pertama.
"Oke, adik-adik, kita mulai acara ini. Pertama, kita habiskan malam ini di antara api unggun sampai jam dua belas malam dengan seru-seruan, ini masih acara bebas, kalian boleh ngobrol, makan, selfi, asal jangan keluar dari lingkaran ini. Yang bisa nyanyi juga boleh nyumbangin suara emasnya, di sini sudah ada kakak-kakak yang bersedia mengiringi. Kemudian, jam dua belas sampai jam empat itu waktu kalian untuk tidur, harus tidur, gak boleh ada yang enggak karena jam empat kita akan melanjutkan acara kedua yang akan diperjelas nanti. Mengerti?"

"Ngerti, Kak." Kami menjawab serempak. Kemudian, semua tampak asik dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang sibuk berfoto, makan, bercerita, sampai bernyanyi dengan kelompoknya masing-masing. Aku berbincang sebentar dengan Vicha dan Ray sebelum Vicha mengambil kameranya dan sibuk memotret. Aku mengambil handphone ku saat kurasakan ada getaran panjang.

"Halo, ada apa?" kataku memulai pembicaraan.

"Gak apa-apa sih, gimana acara lo? Seru gak? Lo baik-baik aja kan?" sahutnya diseberang sana.

"Biasa aja. Baik ko, kenapa sih? Kangen ya lo sama gue? Hayo ngakuuu," godaku.

"Dih, pede banget lo. Sebagai Kakak yang baik dan bertanggung jawab, wajar kan gue ngawatirin adek gue yang-"

Nath.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang