Part 1

138 17 7
                                    

[1]

Angin malam berhembus menusuk ke permukaan kulitku, aku merapatkan cardigan hitam yang kupakai. Suara petasan bersautan terdengar memenuhi taman yang cukup sepi ini, kerlap-kerlip cahaya pun berlomba menghiasi langit malam. Ya, benar saja, ini malam tahun baru.

"Iya iya, tunggu sebentar lagi. Taman kota macet banget nih, mau muter balik juga gak bisa," sahut Vicha disebrang sana saat aku menghubunginya melalui telepon.

Aku hanya menghela nafas, sudah setengah jam lebih aku menunggunya di sini sendiri. Kami memang lebih memilih jalan ke taman kecil yang sepi ini dibanding taman kota yang sudah pasti ramai.

Seorang cowok tiba-tiba duduk di bangku yang telah aku tempati.

"Maaf, udah ada yang nempatin," sahutku. Bangku taman ini hanya cukup untuk dua orang, kalau dia duduk di sini lalu nanti Vicha duduk di mana?

"Mana? Gak ada orang, cuma ada lo, kan?" tanyanya.

"Tapi nanti teman gue datang, kalau lo duduk sini ntar dia duduk di mana?" sahutku.

"Belum dateng ini orangnya, gue pegel. Nanti gue pergi kok kalau teman lo datang," ucapnya seraya menempelkan bokongnya ke bangku yang sama denganku.

"Serah deh, kayak gak ada bangku lain aja," gerutuku setara bisikan.

"Emang gak ada, lo gak liat? Bangku penuh semua." ups tajam juga ya pendengarannya. Aku mengabaikan ucapannya. Ku fokuskan tatapan pada layar ponselku, dari sudut mataku aku juga bisa melihat dia melakukan hal yang sama.

Setelah lima menit berselang, aku mendapat pesan dari Vicha yang berkata bahwa dia sudah sampai di taman ini dan posisinya berada di samping kanan pagar. Berarti dia ada disebelah kiriku, aku mengedarkan pandanganku kearah kiri, setelah mendapati Vicha yang sedang berdiri didekat pohon aku segera bangkit berniat menghampirinya.

'Dug!'

Aku berdiri bersamaan dengan orang disampingku dan kita sama-sama ingin berjalan, kearah yang berlawanan. Karena refleks akhirnya kami bertubrukan dan jatuh bersama. Jangan bayangkan kami jatuh berbaring dengan posisi dia dibawah dan aku diatas seperti sinetron-sinetron itu, ya. Kita hanya jatuh terduduk. Dia bangkit duluan dan segera mengulurkan tangannya kepadaku, mungkin dia berniat membantuku berdiri tetapi aku tidak menjabatnya, aku malah berdiri dengan bantuan telapak tanganku sendiri.

"Ehm maaf ya, gue bener-bener gak tau kalau lo juga mau pergi," ucapnya. Aku hanya tersenyum tipis dan mengangguk kemudian segera berlalu tanpa melihat wajahnya.

"Vicha!" seruku saat aku sudah tiba dihadapan Vicha.

"Eh Tha, sorry ya gue ngaret banget," sahutnya.

"Banget banget banget ini mah Vic. Gue pengen ceritaaaa." Setelah Vicha mengangguk heboh, aku dan dia segera berjalan kearah tempat duduk yang tadi kududuki, karena hanya bangku itu yang kosong.

***

Mulanya aku berjalan santai sebelum bel berbunyi, tetapi setelah teringat pelajaran yang akan kulalui dijam pertama segera ku berlari sekuat yang kubisa. Masalahnya, aku sama sekali belum mencocoki jawaban hasil kerja Kakakku semalam dengan punya Vicha. Jujur saja, aku sangat bodoh dipelajaran IPA fisika, maka dari itu semalam aku menyerahkan tugasku ke Bryan yang entah sudah dijawab dengan benar atau belum, niatnya pagi ini aku akan mencocokinya dengan Vicha, seperti yang biasa kulakukan. Tetapi sepertinya tidak akan sempat, terlebih lagi pasti guru killer itu sudah hadir dikelas bertepatan dengan bel masuk. Itu artinya aku akan mendapatkan musibah besar.

Nath.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang