Part 7

88 7 8
                                    

[7]

"Tha, cepetan kek. Lagian pagi-pagi udah makan pedes aja, belagak sih. Makan tuh mencret." Aku bergedik geli mendengar celetukan Vicha yang berada didepan pintu kamar mandi.

"Jijik-in banget sih omongan lo," jawabku.

"Ya lagian. Cepetan ih, udah bel masuk juga."

"Iya iya, ini udah."

Aku berjalan kearah kelas seraya membenahi rok lipitku. Disampingku ada Vicha dengan wajah betenya mengimbangi langkah cepatku. Setelah sampai di depan kelas, aku segera masuk tanpa permisi. Seketika semua mata tertuju pada kami,begitu juga dengan guru yang sudah duduk manis di tempatnya.

"...panggil aja gue-" hingga pria yang sedang berdiri di depan kelas pun menghentikan ucapannya. Loh, itukan...

Vicha yang masih berada diambang pintu segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam yang diawali dehaman pelan. "Bu, maaf kita telat, tadi ada urusan pencernaan, hehe." Setelahnya, guru itu mempersilahkan kami untuk duduk.

"Lanjutkan perkenalannya, Ma-"

"Aldo. Ya, panggil aja gue Aldo. Gue pindahan dari Bandung, salam kenal." Pria didepan itu kembali berbicara. Ah ya aku ingat, Aldo, pria yang dulu membantuku kembali ke kota ini.

*

"Gara-gara challenges sialan lo nih gue jadi mencret-mencret tadi pagi." Aku mencebikkan bibir bawahku belagak ngambek. Bukannya minta maaf, pria di hadapanku ini malah menyemburkan tawa puasnya. Siapa lagi kalau bukan Nathan.

"Hahaha, lagian lo mau aja ditantang makan sambel begitu, oon sih," ucap Ray di sela tawanya.

"Haha maaf deh, gak lagi lagi nantang cewek oon ini makan sambel. Maaf ya, Atha-ku sayanggg." Nathan menepuk puncak kepalaku beberapa kali. Aku hanya memasang tampang sok geli diperlakukan seperti itu, walaupun sebenarnya ini sudah biasa. Entah mengapa kami semakin dekat pasca perjanjian tempo hari.

"Gue bilangin Bryan, liat aja. Bonyok bonyok lo," ancamku.

"Demen banget liat gue bonyok lo kayaknya, ckckck."

"Keren tau, haha."

Dengan jahilnya, Nathan menarik ujung rambutku. Tidak ingin kalah, aku menjambak dengan kuat rambut hitamnya. Aku berlari menghindar, tentu saja Nathan mengejarku. Kejar-mengejar ini berakhir saat aku tersungkur pasca menabrak Aldo, Nathan tertawa puas melihat ku terjatuh. Tak urung ia mengulurkan tangannya bersamaan dengan uluran tangan Aldo yang menjulur. Raut wajah Nathan berubah masam ketika aku lebih menerima uluran tangan Aldo daripada dirinya.

"Wle." Aku bergegas kembali ke meja kantin yang tadi kusinggahi setelah menjulurkan lidah kearah Nathan.

*

"Gue ada janji, Tha. Tinggal satu bab juga kan, pasti kelar kok dikerjain berdua. Ya, gue duluan ya?" Raynald menangkupkan kedua tangannya di depan dada disertai dengan wajah yang dibuat semelas mungkin. Aku mendengus kesal.

"Tuh kan, kebiasaan, lo. Gue kan bagian ngerapihin masa gue harus gantiin tugas lo, tau sendiri gue cepet ngantuk kalo ngetik lama-lama."

"Kan bisa lo yang cari materi, Aldo yang ngetik."

Merasa namanya disebut, cowok yang tengah sibuk dengan buku-buku di sekitarnya itu mendongak dengan alis terangkat. "Iya kok, bisa."

"Gue yang gak bisa. Ngerti aja engga malah disuruh cari materi, lo mau nilai kelompok kita jeblok, ya?" sahutku kesal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nath.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang