Part 6

64 6 5
                                    

[6]

"Shhh aw," aku berdesis pelan saat merasakan sakit di kepalaku ketika aku bergerak. Perlahan mataku terbuka, dengan heran aku mengamati lingkungan yang ada di sekitarku. Mengapa aku di sini? Dan di mana ini? Aku memutar otak berusaha mengingat kejadian apa yang terakhir kali kualami.

Astaga, ya, aku ingat, Reysha yang membuatku tergeletak tak berdaya di sini sendirian. Jam berapa sekarang? Bukankah saat kejadian itu matahari sudah mulai nampak? Kenapa saat ini masih gelap? Perduli setan.

Aku memutuskan untuk berdiam diri di sini hingga matahari terbit. Sekitar satu jam kemudian perlahan cahaya matahari mulai menerangi bumi ini, segera ku berjalan mencari tanda-tanda kehidupan di sekitar. Aku menduga kakiku mengalami cidera, sakit sekali untuk digerakkan. Sekuat tenaga aku berusaha untuk terus berjalan dengan tertatih dan dengan suara seadanya, aku berteriak berharap ada yang mendengarkanku, siapapun itu.

Akhirnya aku menemukan deretan rumah setelah berkilo-kilo meter berjalan. Aku menghela nafas lega, dan tersenyum tipis. Ku tepis keringat yang perlahan membanjiri wajahku. Kudapati lelaki tua dengan perut buncit mengenakan seragam PNS sedang berjalan, masih dengan langkah pincang kuhampiri Bapak tua itu.

"Permisi, Pak," sapaku seraya memegang pundaknya.

Bapak tua itu tersentak kaget dan segera berbalik dengan tangan yang mengusap pelan dadanya lalu berkata, "Astagfirullah si eneng ngagetin wae. Ada apa neng?"

"Maaf Pak udah bikin kaget. Numpang tanya, desa ini jauh dari kota nggak ya, Pak?" tanyaku.

"Iya neng tidak apa-apa. Atuh jauh neng. Eneng mau ke kota?" tanyanya. Aku mengangguk. "Ayo ikut Bapak," ajak orang itu. Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Tak lama Bapak itu berhenti di pinggir jalanan beraspal.

"Kalau mau ke kota mah kudu pake kendaraan neng. Di jalan ini mobil yang bertujuan ke kota suka lewat. Nanti mah cegat wae. Nah eta eta aya mobil, ah eta mah mobil na si Aldo. Bentar ya neng." Bapak itu maju selangkah dan melambaikan tangannya ke mobil Jeep yang sedang melintas. Jeep hitam itu berhenti tepat dihadapanku dan si Pak tua. Pintu mobil terbuka dan keluar seorang lelaki dengan seragam putih abunya menghampiri kami. Matanya melirikku sebentar, seperti tidak asing.

"Ada apa, Pak Unang?"tanyanya setelah salim dengan Pak tua yang ternyata bernama Pak Unang.

"Mau sekolah, Do?"

"Iya Pak, mau nebeng lagi?"

Pak Unang terkekeh pelan. Dan berkata, "Tidak atuh, Bapak mah kan hari ini jadwalnya jam ke dua ngapain berangkat pagi-pagi. Kamu tumben berangkat pagi?"

"Hari ini kan kelas saya ada pelajaran Bapak, saya belum ngerjain PR bahasa sunda jadi dateng pagi, mau nyontek hehe. Lagian bapak sih segala ngasih PR, saya kan tidak mengerti," tuturnya. Jujur sekali lelaki ini.

"Ah kamu mah. Ya sudah atuh kamu tidak usah mengerjakan PR untuk hari ini tidak apa-apa, tapi tolong kamu antarkan gadis ini ke kota ya. Neng, Nak Aldo ini anak baik-baik, jadi tidak perlu takut diapa-apain ya," Tutur Pak Unang. Aku mengangguk dan tersenyum sopan.

Lelaki itu menatapku dan bertanya, "Dia siapa?" Pak Unang melirikku, menyuruhku menjawab melalui matanya.

"Eh-ehm g-gue nyasar di desa ini, dan gue butuh ke kota. Bisa tolong anterin?" pintaku. Dia mengangguk dan menyuruhku mengikutinya. "Pak, makasih banyak untuk bantuannya. Maaf sudah merepotkan," ucapku ke Pak Unang, setelah Pak Unang membalas ucapanku, aku salim kepadanya sebelum masuk ke dalam Jeep hitam itu.

Nath.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang