3 - I Found a Reason (2)

21 3 2
                                    

Alma mengerjapkan matanya. Lalu mendapati pemadangan yang gelap di sekitarnya.

"Apa aku di surga? Apa aku sudah mati?", gumamnya.

Lalu ia mendudukan dirinya dari posisinya tadi yang terbaring. Ia terbaring di atas aspal jalanan, lalu terdengar juga suara aliran sungai. Ia memperhatikan sekitarnya dengan gerakan yang lemah.

"Apa di surga ada jembatan?", gumamnya sambil mencoba berdiri.

" Aww! Sakit!", rintihnya sambil memegang tangan kirinya. Ia juga merasakan kepalanya yang sakit.

Lalu Alma berjalan perlahan mengikuti jalanan aspal itu. Dan ia tersadar bahwa ia masih hidup.

"Bahkan mati sekalipun aku tidak diterima"

Ia berjalan lemah dengan wajah tertunduk. Ia menyerah dengan segala yang terjadi padanya.

Diperhatikan jalanan disekitarnya dengan mata yang lelah. Pinggiran jalan dipenuhi dengan semak belukar dengan diselingi pohon. Ini arah menuju rumahnya.

Suara hewan malam seperti jangkrik memenuhi pendengarannya. Lalu samar terdengar suara tawa bayi.
Alma terdiam. Lalu mencoba memusatkan pada indra pendengarannya.

Terdengar suara bayi, lagi.

"Aku tidak salah dengarkan? Ada suara bayi", katanya pelan sambil celingak-celinguk.

Terdengar lagi suara tawa itu. Alma mencari dari mana asal suara itu lalu mendekatinya perlahan. Ia memincingkan matanya dan melihat kardus yang sedikit bergerak - gerak di bawah salah satu pohon.

Ia mendekati kardus yang dipandangnya. Ia agak takut untuk membukanya. Akhirnya ia hanya diam dan memperhatikan kardus itu, yang malah terlihat tenang.

" Apa aku salah lihat? Tapi kardus ini bergerak tadi."

"Ah, masa bodo. Untuk apa mengurusi hal ini? Hidupku saja sudah sulit," kata Alma sambil membalikan punggungnya, berniat meninggalkan tempat itu.

Setelah dua langkah meninggalkan tempat itu. Suara bayi kembali terdengar, kali ini lebih keras. Ia membalikkan badan. Lalu dengan gemetar membuka kardus itu. Dan, Alma pun terjungkal menyadari pandangannya.

Seorang bayi, sepertinya perempuan, yang mungkin berumur 3-4 bulan tengah tertawa dengan wajah polosnya. Ia mengenakan pakaian bayi dengan kain batik yang menyelimutinya tubuhnya. Dan juga kalung dengan bentuk aneh tergantung di lehernya.

Satu kata yang pertama kali terbesit dalam benaknya.

Kasihan.

Tanpa sadar, satu jari Alma terjulur untuk menyentuh tangan mungil bayi itu, dan bayi itu menggenggam jari Alma erat.

Sekali lagi, bayi itu tertawa.

Alma lalu mulai menangis. Ia menangis dalam diam, merasakan pipinya yang lembab karena air matanya.

"Sepertinya nasib kita sama," ucap Alma lirih.

Matanya mulai menerawang menembus masa lalunya. Mengingat pertengkaran kedua orang tuanya dan mengasihani dirinya yang terlihat sangat menyedihkan.

"Sama - sama tidak diinginkan."

Di saat Alma sibuk menangisi masalahnya, bayi itu malah kembali tertawa. Dan membuat Alma kembali sadar dari lamunannya.

"Kamu masih bisa tertawa ya? Hah?" tanya Alma dengan lembut, bayi itu malah tersenyum karena diajak bicara. Lalu mencoba menggapai Alma dengan tangan kecilnya.

"Kalau kamu sudah mengerti nasib kamu yang seperti ini, pasti kamu tidak akan bisa tertawa seperti ini lagi," ucap Alma pada bayi itu lagi.

Alma bimbang. Ia bingung apa yang harus ia lakukan pada bayi malang itu. Akhirnya dengan masih menimbang - nimbang keputusannya, ia mengangkat bayi itu juga kardusnya dengan kedua tangan kurusnya.

"Kamu harus dijaga dengan lebih baik bayi kecil. Jangan sampai seperti aku", bisiknya sambil berjalan meninggalkan tempat itu.

*****
Hai hai hai!! :)
Gimana ceritanya? Biasa banget kan? Hehe
Yaudahlah baca aja, biar ada kerjaan. Jangan lupa kasih kritik & saran cerita ini di kolom comment plus vote juga :D

Author alay ini undur diri -cie ngaku cieee-. Sekian.

The Reason WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang