******
Malam itu Dinasta terpaksa mandi dan mengguyurkan seluruh tubuhnya menggunakan air dingin, "sialan banget, dinginkan, nanti kalo gue rematik gimana," keluhnya untuk yang kesekian kali ia berkata sendiri seperti itu."Dasar emang Aldi ngeselin," segera Dinasta memakai piyama berwarna mint tersebut dan keluar dari kamar menuju kamar Aldi.
"Aldi, buka gak!" teriaknya sambil terus menggedor-gedor pintu kamar Aldi yang belum ada tanda akan dibuka oleh pemiliknya.
Dinasta mendengus keras didepan pintu Aldi, "biarin aja kalo gak dibuka, besok lo bakal gue diemin," dan setelah ia berkata seperti itu, secepat kilat pintu kamar Aldi terbuka dan menampakkan sosok lelaki yang sedang senyum unjuk gigi padanya.
Dinasta memukul kepala Aldi menggunakan handphonenya, "gausah cengar-cengir!" Sambil memasuki kamar Aldi, ia terus menerus mencak-mencak pada Aldi.
"Coba tadi lo biarin gue pake payung pasti gue gak harus mandi dingin-dingin kaya gini! Lo kan tau gue benci hujan yang ada petirnya Aldi, dan itu nyeremin banget. Kalo misalnya tadi kita gak cepet-cepet sampe di rumah pasti sekarang kita tinggal nama doang tau!" teriak Dinasta sambil duduk dipinggir kasur Aldi.
"Kamar lo bagus juga. Much better dari yang di Bandung. Tapi kenapa harus warna light-grey?" Tanya Dinasta yang sudah kembali seperti semula.
Aldi menghela nafas dan mendudukan dirinya tepat disebelah Dinasta sambil tersenyum kecil, begitulah Dinasta jika sudah mengeluarkan segala isi hatinya ia akan kembali seperti semula dalam hitungan detik. "Menurut gue warna itu misterius, kaya gue."
Seketika Dinasta menghamburkan tawanya didepan muka Aldi dan memukul pundaknya, "misterius pala lo. Lo tuh gampang banget ditebak tau."
Aldi hanya membalas dengan gumaman kecil dan mengambil gitar yang ia taruh tepat disamping tempat tidurnya, "mau nyayi?" Yang dibalas anggukan semangat oleh Dinasta.
"Gimana kalo diluar aja. Ada bintang gak?"
Aldi tersedak kecil mendengar pertanyaan Dinasta yang cukup menohok hatinya dalam, "di Jakarta langitnya gak seindah Bandung," ucapnya sambil mendudukan dirinya disofa putih tulang yang terdapat di balkon rumahnya.
Dinasta pun bergerak duduk disamping Aldi sambil memandangi langit yang tampak sepi tanpa adanya bintang maupun bulan. "Udah ada bulan dan bintang kok disini Al,"
Aldi mengerakkan kepalanya kearah Dinasta ketika ia mendengar penuturan darinya, "maksudnya?"
"Dinasta Stacia Ella, Stacia artinya bintang. Aldrian Chander Zeundya, Chander artinya bulan. Udah ada kan bintang dan bulannya?" ucapnya sambil tersenyum menatap Aldi yang kini melengkungkan matanya.
"Tumben pinter," ucap Aldi sambil mengacak-acak pelan rambut Dinasta.
"Ayo nyayi! Lagu apaa ya?" Ucap Dinasta sambil memangutkan dagunya dan berdehem kecil.
"The One That Got Away!" seru mereka berbarengan. Aldi dan Dinasta yang menyadari itu seketika tersenyum simpul, sarat akan arti yang mempunyai makna masing-masing diantara keduanya.
Aldi mulai memetik gitarnya dengan lembut, dan Dinasta memulai suara indahnya pelan yang mengalun lembut ditelinga Aldi.
Summer after high school, when we first met
We'd make out in your Mustang to Radiohead
And on my 18th Birthday
We got matching tattoosDinasta menengokkan kepalanya kearah Aldi yang akan memulai ikut menyayi pada lirik dibagiannya.
Grabbed a bunch of blankets
And climbed to the roof
We'd talk about our future
like we had a clue
Never planned that one day
I'd be loosing you

KAMU SEDANG MEMBACA
Quand Il Pleut
Teen FictionAldi mencintai Dinasta. Alfha menyayangi Dinasta. Dan Gensa ingin memiliki Dinasta. Jika kalian pikir cerita ini hanya sebatas friendzone atau cinta menye-menye(?) yang sangat infinity. No. Its not. Too much pain that they've tasted just because...