22. Badai Hati (1)

8.3K 466 23
                                    

Kalau cemburu adalah lantai yang licin
Engkau hanya perlu memastikan
Untuk tetap berdiri kokoh
Dengan tapakan kaki yang hasilkan gaya gesek akurat.

♡♡♡

Zaky baru menyelesaikan delapan rakaat tahajjud dan tiga rakaat witirnya ketika mendapati Aisy meringkuk berkemul selimut tebal seperti kepompong di atas tempat tidur. Semula ia ingin melanjutkannya dengan tilawah dan muroj'ah sebelum adzan Subuh. Tapi ranjang yang berdecit karena pergerakan Aisy mengusiknya.

Zaky beranjak menghampiri Aisy. "Kenapa?" Raut wajah Zaky berubah cemas melihat bibir Aisy yang memucat. "Bibirmu sampe biru, Ai?"

Respon Aisy berlawanan dengan harapan Zaky. Ditanya seperti itu, Aisy malah menggeleng sebelum kemudian menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

"Ai, jangan bikin khawatir deh. Apanya yang sakit?" Zaky menarik selimut yang menutup wajah Aisy.

Aisy menggeleng lagi. "Enggak papa, Mas. Aku cuma kedinginan."

Dahi Zaky bertingkat heran. "Kedinginan?"

Aisy mengangguk pelan. "Iya," jujurnya, pipinya memanas. "Ng... Aku... cuma nggak biasa mandi sebelum Subuh, Mas."

Alis Zaky terangkat. Eh? Mandi? Mandi junub? Ujung bibirnya berkedut-kedut menahan senyum. "Mandi?"

Aisy mengangguk.

"Mandi junub?"

"Ih. Nggak usah diperjelas juga kali, Mas." Aisy bersungut-sungut, menarik kembali selimutnya hingga menutupi wajah membuat Zaky terkekeh atas tingkah malu-malu istrinya.

"Kok kemarin-kemarin nggak kedinginan, Ai?"

Aisy tak menyahut. Kepalanya menggeleng di dalam selimut.

"Ai?" Zaky mulai gemas. "Seriusan ini. Kok kemarin-kemarin kamu nggak kedinginan? Beneran sakit ya kali ini?" Lagi, Zaky menyibak selimut Aisy.

"Nggak papa, Mas." Aisy mempererat selimut yang dikenakannya. "Kemarin-kemarin aku mandinya pake air hangat. Tapi tadi enggak."

Bibir Zaky membulat, ber-Oh ria. "Emang dingin banget ya?" Tanyanya, kembali cemas melihat bibir Aisy yang masih memucat.

"Ngga papa, Mas. Aku cuma belum terbiasa aja..."

Zaky mengangkat kedua alisnya. Pikiran usilnya menerjang masuk. Zaky berbisik tepat di telinga Aisy, "Kalau gitu, nanti aku bantu supaya kamu terbiasa." Sebelah mata Zaky berkedip, dengan pipi yang berkedut menahan tawa.

Sementara Aisy, perubahan diwajahnya tak lagi terukur saking tersipunya. Sebelah tangan Aisy terjulur keluar. Paha Zaky yang jadi sasaran. Dengan gerakan cepat dan tak mampu dihindari, Aisy mencapit sejumput daging paha Zaky, memelintirnya sampai Zaky berjingkat kesakitan.

"Awwwh!!" Pekik Zaky, mengusap permukaan pahanya yang terasa seperti terbakar. "Kulitku berasa melepuh, Ai."

Aisy melengos, bibirnya mencebik. "Biarin."

Zaky terkekeh. "Tadi sempet tahajjud kan, Ai?" Zaky melirik mukena yang masih dipakai Aisy.

Aisy mengangguk. "Sempet. Dapet dua rakaat, Mas."

"Lepas dulu itu mukenanya, Ai. Nanti kamu ilerin."

Aisy mendelik tajam. "Enak aja," sungutnya. "Biar aja, Mas. Biar lebih anget."

Zaky yang semula duduk menyamping di sisi tempat tidur pun beranjak naik. Duduk dibelakang tubuh Aisy yang masih meringkuk. Kemudian ditariknya tubuh Aisy hingga tenggelam ke dalam pelukannya. Tangannya bergerak melepas mukena bagian atas yang masih dipakai Aisy. "Rambut kamu masih basah, kalau mukenanya nggak dilepas malah bisa masuk angin nanti."

LOVE GUIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang