26. Complicated (1)

6.6K 402 48
                                    

"Kudengar.... ia sempat melamarmu, sebelum datang lamaranku pada ayahmu."

Kalimat itu terus berputar di kepala Aisy, bukan sepenuhnya tentang apa maksud dari ucapan tersebut, tapi lebih ke alasan Zaky mengulang pertanyaan yang bahkan sebelumnya telah dijelaskan dengan terbuka oleh Aisy.

Apakah itu berarti ada penjelasan Aisy yang belum tuntas?

"Kamu nggak lagi sariawan kan, Yi?

"Eh, Ca. Anu... nggak kok." Aisy menggeser duduknya saat Ica ngeruntel di sampingnya. Sofa single yang mereka duduki ngepres untuk dua tubuh mereka yang saling berimpit.

"Lha itu kenapa bubur ayammu utuh?" Dagu Ica menunjuk mangkuk bubur ayam di atas meja.

"Udah aku makan kok... sedikit."

"Biasanya juga kamu suka kan sama bubur ayam simpang empat?"

"Iya iya, Ca. Aku cuma lagi nggak pengen aja..."

"Tapi nggak lagi sakit kan?" Ica memandangi wajah Aisy. "Tuh, mukamu pucet gitu."

Aisy manyun. "Lebay deh."

"Yaelah. Malah akunya dikatain lebay. Kamu kali yang lebay, paling juga malarindu sama laki."

"Emang...." Aisy nyengir.

"Yaelah. Gitu banget yak. Baru juga kemarin dadah dadahan masa iya udah rindu. Sampe kayak taneman yang seminggu nggak disiramin."

"Jomblo sepertimu mana ngerti sih..." Aisy menyandarkan punggungnya di sofa.

"Statusku ini berpacaran loh... jangan lupakan itu."

"Tapi tetap tidak mengubah status di KTPmu kan?"

"Yah kalo untuk itu mah perlu waktu kan ya...."

"Masa iya sampe tahunan. Itu mah kredit rumah kali, Ca. Bukan pacaran. Hihi." Aisy cekikikan. Sementara Ica sukses dibuat manyun. Seringkali Aisy memang gemar mengomporinya untuk putus atau bersegera menikah dengan sang pacar yang sedang menjalankan tugas militer di perbatasan Kalimantan dan Malaysia.

"Dari pada mojokin aku lebih baik kamu telpon mas Zaky mu itu."

"Sudah dong. Video call malah. Suami-istri mah lebih cepet tanggep untuk masalah rindu, Ca." Aisy cekikikan.

"Tapi perkiraanku ya, yang sedang kamu hadapi ini bukan cuma rindu loh."

Air muka Aisy langsung berubah, dan itu semakin menegaskan perkiraan Ica.

"Nah kan... perkiraanku kalo nggak bener ya betul."

"Yeee. Sama aja dong." Lutut Aisy menyenggol lutut Ica.

"Jadi? Mau cerita nggak? Mumpung masih pagi nih dan toko belum rame."

Aisy menghela napas dalam. "Kemarin, Mas Zaky menanyakan tentang Wawan?"

Ica menegakkan tubuhnya. "Jadi kamu belum bilang kalau__"

"Sudah. Sudah kujelaskan semuanya."

Ica membuang napas lega. "Lalu? Apa yang kamu khawatirkan?"

"Bukan mas Zaky yang ku khawatirkan, Ca. Tapi Wawan. Kamu tau kan gimana keras kepalanya dia."

Ica manggut-manggut. Ia mengenal Wawan sebagaimana Aisy mengenal Wawan. Pemuda yang tak terbiasa gagal mendapatkan apa yang diinginkannya. "Tapi aku rasa Wawan sudah jauh berbeda. Setahun di pesantren tak mungkin tak ada ilmu yang nyantol di kepalanya barang sedikit kan."

Pandangan Aisy menerawang, kemudian kembali fokus saat Ica merangkul pundaknya. "Sudahlah. Berpikiran positif saja. Kalau kamu stres, aku bisa lama punya ponakannya."

LOVE GUIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang