God damn it!

76 10 10
                                    

Hari ini aku sengaja datang sepagi mungkin untuk mengerjakan pr matematika yang diberikan Pak Rosa di sekolah. Biasanya sih, pagi pagi seperti ini anak anak yang sepemikiran akan mengerjakannya bersama sama. Tapi saat ini tidak terlihat ujung kepala satu orang pun dari mereka.

Kuhantukkan pulpen yang sedari tadi kugenggam ke meja berkali kali. Mau berapa kalipun aku mengerjakan soal matematika yang seperti ini jika bertemu soal berbeda walaupun cara mengerjakannya sama tetap saja aku pusing. Kututup buku pr ku, lebih baik menyalin punya Dee saja.

Dengan earphone yang masih terpasang di telinga aku putuskan untuk mengelilingi ruang kelas sebagai sarana untuk menghilangkan kebosanan.

"Wuih kelas ini punya ginian juga?" Tanganku membuka sebuah loker yang bertuliskan 'GAME'. Isinya seperti surga dunia bagi anak sekolah. Dari kartu uno, kartu remi sampai Playstation yang tidak tau milik siapa tersusun rapi di dalam sini. Tetapi selain loker itu tidak ada lagi yang menarik

Aku merasa penjelajahanku ternyata mulai membosankan juga. Alhasil aku memutuskan untuk duduk kembali di tempatku, fokus pada musik yang kudengarkan sambil menunggu Dee datang

Satu persatu anak mulai berdatangan, waktu menunjukkan pukul 07:05. Sepuluh menit lagi sebelum bel masuk kelas berbunyi, sekaligus pertanda bahwa hanya sepuluh menit lagi sisa waktuku untuk menyalin pr pelajaran pertama ini.

"Kesel gue sama macet yang buat lo dateng siang. Kan gue jadi susah nyalinnya" keluhku sembari menyalin jawaban Dee dengan kecepatan penuh

"Makanya kerjain dulu sebisa lo. Lagian lo belum baca soal aja kadang udah males ngerjain" katanya berbalik menyalahkanku.

Benar juga sih, kadang jika soalnya terlalu panjang aku sudah muak duluan sebelum membacanya. Padahal ternyata cara mengerjakannya mudah. Alhasil aku menyesal sendiri

Tiba tiba anak anak perempuan yang baru masuk kelas mericuhkan suasana

"Eh, tadi itu anak baru lagi?" Kata salah satu anak berambut panjang

"Nggak tau sih, tapi dia kece bangettt. Kalo dia ada di kelas kita, sumpah gue nggak bosen buat masuk sekolah walaupun minggu harus masuk juga." Kata anak perempuan yang lain

"Iyalah gue juga. Sudah di kelas ada Dio, ada anak itu, lagi. Kalo Dio ganteng ganteng culun, kalo dia bringas tapi ganteng" kata salah satu anak yang membawa buku novel di tangannya.

"Ckckck, lengkap sudah visual kelas kita" kata mereka lalu cekikikan.

Tiba tiba cowok yang dibicarakan masuk ke kelas. Benar, Kelas ini. Mengapa aku bisa tau kalau cowok ini yang sedang mereka bicarakan? Lihat saja ekspresi anak anak perempuan tadi saat dia masuk melewati mereka. Mungkin sebentar lagi salah satu dari mereka akan mimisan

"Pagi Del, Dee" sapanya kepadaku dan Dee

"Lo buka penyamaran lo nih jadinya?" Tanyaku

"Jangan kenceng kenceng ngomongnya bego! Jatoh harga diri gue kalo lo ngomong tentang nyamar di depan orang banyak" katanya tidak kalah pelan sambil meletakkan telunjuknya di bibir

Aku tersenyum geli karenanya. Lalu dia duduk di belakangku seperti biasa. Anak anak perempuan yang membicarakan cowok ini tadipun terpelongo kaget, begitu juga Dee

"Lo... Dio???!!" Teriak mereka dan Dee yang berada di sebelahku serentak

Dio hanya mengangguk sambil tersenyum seperti biasanya. Aku kembalikan jaket yang kemarin sempat aku pakai kepada pemiliknya. Ternyata kedua mata Dee menangkap pemandangan ini.

"Del, lo ngasih hadiah ke Dio?" Tanya Dee

"Bukan, ini punya gue. Kemarin ketinggalan terus dibawain Adel" Jelas Dio

BUMERANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang