Maaf pt. 2

94 10 4
                                    

Dio: Gue di depan rumah lo
●●●●●

Dio: kalo lo nggak keluar sekarang gue bakal pecahin kaca jendela kamar lo

Aku melotot melihat pesan terakhir darinya. Kubuka pintu balkon kamarku untuk memastikan itu tipuan atau bukan. Sialnya, dapat kulihat senyum usil orang itu sambil membawa batu yang cukup besar di salah satu tangannya, sedangkan tangan yang lainnya saat ini sedang sibuk mengutak atik handphone. Ia tempelkan handphone tersebut di telinganya. Gerakan tangannya dari bawah mengisyaratkan agar aku menjawab panggilan darinya

Dari tempatku berdiri dapat kudengar hpku berdering. Ku raih benda yang sempat kucampakkan di tempat tidurku dan dengan spontan jariku bergerak mengetuk ikon telpon berwarna hijau untuk menjawab panggilan darinya

"Halo, sahabat" sapa lawan bicaraku

"LO GILA ATAU BEGO SIH? BUANG TUH BATU SEKARANG!" Jawabku sedikit berteriak

"Gue pinter. Tapi jadi bego karena lo. Cepetan turun" lalu dia memutuskan panggilan begitu saja

Karenaku? Aku sendiri sudah mulai stress karenamu. Aku turun ke bawah secepat mungkin sebelum malam ini aku tidur dengan jendela tak berkaca

Kubuka pintu rumahku dan kudatangi Dio yang berada di halaman belakang. Ku curi batu yang cukup besar itu dari genggamannya

"GUE NGAPAIN LO SIH SAMPE LO KAYAK GINI?" tanyaku yang sudah mulai naik darah

"Ssst ribut amat! Gue laper nih. Mau ke minimarket bentar?" Katanya sambil tersenyum

Akhirnya disinilah aku. Tepat di bawah meja berpayung milik salah satu minimarket di sekitar rumahku. Memandangi makhluk kelaparan yang duduk berhadapan denganku menghabiskan satu cup mie instant dengan lahapnya.

"Lo ngapain ke rumah gue malem malem?" Tanyaku yang sudah tak sabar ingin pulang karena dinginnya angin malam

"Hau (nyam) ngohong ama (nyam) ho" (mau ngomong sama lo). Katanya di sela sela aktivitas mengunyahnya

"Ho hau?" (Lo mau?) Tanyanya seraya menyodorkan satu cup mie instant yang setengah porsinya telah habis ke depan wajahku

"Nggak, gue kenyang liat lo makan" kumundurkan mie cup yang berada beberapa senti di depan wajahku

"Lo mau ngomong apaan?" Lanjutku seraya memeluk tubuhku sendiri agar tidak kedinginan

Saat aku sibuk sendiri untuk menghangatkan badan, sebuah jaket kulit berwarna hitam melayang tepat menghantam mukaku.

Amarahku tersulut dari hati naik ke ubun ubun meminta untuk dilepaskan agar lega. Tapi aku cukup tau diri untuk menyadari bahwa ini tempat umum.

"Udah dua kali lo lempar barang ke muka gue. Lo emang se nggak sopan ini? bisa aja gue lebih tua dari lo kan" Kataku sambil berusaha melepaskan jaket yang menutupi seluruh mukaku

"Cara lo ngomong lebih nggak sopan daripada gue dan lagi bisa aja gue yang malahan lebih tua dari lo kan?" Ledeknya mengikuti kalimat yang kuucapkan tadi

"Itu jaket buat lo pake. Gue risih liat lo meluk diri sendiri. Macam orang ngenes" katanya sambil membuka botol air minum dan meneguknya sampai habis.

Aku berdecak kesal karena pengakuan kelewat kampret yang dia tuturkan barusan

"Dan..Sorry" satu dari dua kata dari Dio yang dapat menggambarkan alasan dia datang menemuiku

"Kan tadi sore gue udah bilang iya" kataku sambil memakai jaket yang dia berikan. Sebenarnya lebih cocok dikatakan 'dia lemparkan' daripada 'dia berikan'

BUMERANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang