"Beritahu aku! Kenapa kau meninggalkan Janette?!" Mac berteriak dihadapan Zio. "Kau yang paling bersemangat, lalu kau pergi begitu saja. Apakah kau tau, awalnya aku pikir kau sangat serius dengannya. Tapi.. kenapa malah ini yang kau lakukan?"
"Kau tidak mengerti. Aku mengenal Zahra dengan baik. Dan lebih baik daripada aku mengenal Janette." elak Zio
"Baiklah. Itu pilihanmu. Aku akan pergi untuk menyusul Janette."
~~~*~~~
Janette dan Alvaro berjalan menelusuri hutan. Kali ini, tidak dengan tawa yang menghiasi wajah Janette, melainkan wajah murungnya.
Alvaro bingung. Bagaimana tidak? Biasanya, dalam satu detik, kecepatan berbicara wanita itu bahkan melebihi 100km/jam.
"Janette, tolong jangan diami aku seperti ini." Alvaro membuka suara.
"Bukankah kau lebih suka aku yang diam?" tanya Janette skakmat.
"Tapi bukan diam seperti ini."
Janette menghentikan langkahnya. Gadis itu menghadap Alvaro dan langsung memeluknya secara tiba tiba. "Aku tidak kuat memendamnya sendiri, Al."
Alvaro mengelus puncak kepala Janette lalu balas memeluknya. Tetapi, sebuah gerakan kecil membuatnya sedikit waspada.
"Janette.. diam." bisik Alvaro. Lelaki itu memperdekat jaraknya dengan Janette dan matanya terus melihat sekitar. "Ada yang sedang mengawasi kita."
"Siapaa-"
"Diamlah dulu."
Stt stt.. Terdengar suara berisik didalam semak semak. Mata Alvaro masih terus terfokus pada daerah itu sehingga ia tidak menyadari kalau bukan hanya ada satu orang disana.
"Mphh,, Alvaro!" Jannete berteriak lantaran sebuah tangan tiba tiba saja menariknya.
"Tenagaku belum cukup pulih. Bagaimana ini?" Alvaro berbicara pada dirinya sendiri.
"Jadi.. Sudah selesai bermain oetak umpetnya?" Wulf datang dengan 10 orang dibelakangnya.
Janette tau mereka. 10 orang terpecaya Darkon. Orang orang yang berhasil membunuh banyak orang dan yang pasti.. semua orang yang berada didalam tangkapan mereka tak akan pernah bisa kabur. "Kalian pasti tau mereka kan?" Wulf menunjuk 10 orang yang ada dibelakangnya itu lewat matanya.
"Yah sudah kupastikan kalian akan mati hari ini." lanjutnya lagi membuat Alvaro dan Janette tak berkutik sama sekali.
"Ayah.. Tolong aku." kata Janette, lalu tubuhnya ditendang.
"Tolong katamu? Kau hanya menyusahkan aku."
Baru saja Alvaro ingin menolong Janette, Raish, salah satu dari yang terkuat menahan Alvaro. "Jika tidak ingin mati, sebaiknya jangan bergerak." ancamnya.
Alvaro geram. Lelaki itu menghiraukan Raish. Tetapi, dengan gerakan yang gesit, Raish menarik Alvaro dalam dekapannya dan mencekiknya. "Aku sudah bilang, jangan bergerak."
"Alvaro.. Sudahlah. Tidak ada gunanya." kata Janette pelan. "Aku minta maaf."
Alvaro menarik nafasnya pelan. Ia bisa saja menyelamatkan Janette jika ia mau. Tapi, satu hal yang harus ia terima. Nyawanya harus menjadi taruhan.
Bagi seorang Alvaro, hidup itu sangatlah berharga. Tapi pemikiran itu ada saat sebelum ia bertemu dengan Janette. Gadis dengan wajah polosnya tetapi juga wajah galaknya yang lucu.
Alvaro menyayangi Janette. Entah darimana perasaan itu muncul. Mungkin perasaan rindu dirinya terhadap adiknya, Akhila yang sudah hilang sejak 5 tahun lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brandywine Magic Academy
FantasíaVerena Janette Laurencia. Gadis cerewet yang berhasil lolos memasuki Brandywine Magic School dengan tujuan awal hanya ingin bunuh diri. Siapa tau kejadian itu berhasil merubah drastis kehidupan Janette. Ia harus berusaha menyelamatkan dirinya sendi...