15. Pahit

2.3K 211 61
                                    

Happy reading!

Langit Stardisk Academy mendadak gelap,  tertutup oleh mantra yang diberikan sang pengendali cuaca. Lalu,  perempuan yang dibicarakan Emma pun menampakkan dirinya. 

Dengan sebuah tongkat yang memapahnya, gadis itu berjalan mendekati Emma, "Kau tidak boleh kabur dari sini." bisiknya pelan. 

Suara itu membuat Emma merinding dan berusaha menjauh darinya.  Tiba-tiba,  terdengar suara Matthew dan teman-temannya yang berteriak. 

Emma melihat kebelakang dan mendapati kalau mereka sedang ditahan. Mantra pengikat pun menempel ditubuh Matthew. 

"Aku hanya ingin Janette!" rengek gadis itu. "Kenapa kau terus mempersulitku?!"

Prof Justin berusaha menenangkan anaknya lalu berbicara, "Kau bisa mendapatkan kembali teman-temanmu, Emma."

Emma hanya terdiam dan tak berkutik sedikitpun.  Tubuhnya tergetar,  menandakan kalau ia sangat takut.  Apalagi ketika ia dijatuhkan dari kursi rodanya oleh penjaga Academy.

Melihat hal itu,  Matthew memberontak dengan sekuat tenaga dan berusaha melepaskan diri. Saat mantra pengikatnya hilang,  ia langsung menyingkirkan penjaga itu dari Emma. 

Tapi,  penjaga lainnya berdatangan dan menangkap Matthew.  "Lepaskan aku!" berontak Matthew kasar. 

Penjaga yang menangkap Matthew mendorongnya hingga terjatuh.  Ketika Matthew berdiri dan mengangkat pedangnya,  sebuah pedang terlebih dahulu menancapnya dari belakang. 

Teman teman Emma berteriak,  tapi Emma hanya bisa duduk dihamparan rumput itu dengan pandangan yang kosong.

Matthew tersenyum ke arah Emma lalu matanya tertutup.

Saat itu juga,  ia merasa kalau dunianya telah runtuh. Air mata yang sudah ia tahan sejak lama pun mulai mengalir deras. Sebenarnya,  gadis itu tidak mau menangis didepan Matthew karena takut lelaki itu akan menyerah. Emma berusaha sebisa mungkin untuk menyemangatinya. 

Ia merangkak mendekati Matthew dan meletakkan kepala Matthew diatas pangkuannya.  Tangannya dengan lembut menghapus darah yang keluar dari punggung lelaki itu.

"Maaf," katanya pelan. 

Emma terisak dan langsung memeluk Matthew.  Kenapa Matthew harus mengorbankan dirinya?  Emma terus menyalahkan dirinya sehingga tidak sadar kalau ada panah yang menusuk dirinya.

Gadis itu bahkan tidak merasakan sakit lagi hingga akhirnya kegelapan menyelimutinya.

~~~*~~~

"Aku akan membunuhmu!"

Mac langsung terbangun dari tidurnya ketika terdengar suara riuh dari luar ruangan.  Lalu,  tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sendirinya. 

Merasa aneh,  Mac langsung membangunkan Janette dan Alvaro, "Kenapa pintunya terbuka?" tanyanya.

Janette yang baru bangun pun langsung waspada. Dengan langkah yang pelan,  Mac dan Alvaro keluar dari ruangan diikuti Janette. 

"Hutan?" Janette mengerutkan dahinya.

"Ternyata kita belum dipindahkan ketempat Darkon," ujar Alvaro. 

Mac melihat sekitar,  berusaha mencari tau keberadaannya. Lalu,  pikirannya seakan tersadar suatu hal yang penting. 

"Ini tempat Zahra."

Zrask!  Serangan es tiba-tiba saja terlontar dari arah yang berlawanan.

Janette yang menyadari hal itu,  langsung mendorong Mac. Tetapi,  es yang dilontarkan Zahra tepat mengenai jantungnya sehingga menyebabkan gadis itu terpental. Ada rasa sesak yang berkecamuk didadanya dan tubuhnya mendadak mati rasa.

Mac yang terkejut menengok ke arah Janette dan pandangan matanya tertuju pada Zahra. Dengan secepat kilat,  Mac melontarkan elemen apinya dan mengenai tubuh Zahra. 

Karena merasa terancam,  Zahra langsung melarikan diri dan meninggalkan Zio dibelakang pohon tua yang besar.

Ketika mata Janette melihat Zio,  ia langsung berusaha berdiri dan mendekati Zio. Rasa sakit itu mulai menjulur lagi,  tapi segera ditepis olehnya. 

Janette duduk dihadapan Zio dan menelungkupkan wajah Zio dengan kedua tangannya. "Zio?  Kau masih bisa dengar aku kan?"

Mac mendekati Janette dan memeriksa keadaannya,  "Kau tidak apa-apa?"

"Harusnya pertanyaan itu untuk Zio," ujar Janette pelan. 

"Kau yakin?" tanya Mac. Lelaki itu menyentuh pundak Janette dan merasakan perbedaan suhu yang drastis. Tangan Mac seperti memegang sebuah balok es!

"Apa yang terjadi padamu?!"

Pertahanan Janette langsung runtuh ketika tubuhnya tidak bisa lagi menahan rasa dingin itu. Dengan nafas yang tersengal-sengal,  ia berusaha berdiri dan mencari udara hangat.  Iklim dingin dihutan ini membuat Janette semakin kesakitan karena sesak nafas. 

"Sakit!" isak Janette pelan. 

Mac langsung memeluk Janette dan memberikan seluruh kehangatan yang bisa ia salurkan.  Tangan lelaki itu tergetar,  takut kalau Janette terluka. 

"Kau akan baik-baik saja!" ucap Mac meyakinkan. 

"Aku takut."

"Aku juga takut kehilanganmu!"

~~~*~~~

Update kali ini agak pendek ya hehehe. 
Semoga kalian masih suka sama ceritaku!

Brandywine Magic AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang