JESS - Undangan Petaka

81.8K 5.7K 504
                                    

Masa sekarang...

Aku menatap tidak percaya pada apa yang sekarang tergeletak di meja kerjaku. Saat mengangkat kepala, aku melihat kubikalnya dipenuhi pegawai lain yang pasti sama kaget denganku. Tanganku terulur meraih benda itu, membaca nama yang terukir cantik di atasnya.

Wedding Invitation

Rian & Dee

Aku mengeluarkan undangan itu dari plastik, berharap ini bukan Rian yang itu. Bukan dia. Tidak mungkin.

Atas izin Allah Swt. kami bermaksud mengundang Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menghadiri dan memberikan restu atas pernikahan anak kami;

Adrian Wijaya

Putra pertama dari (Alm.) Bapak Agung Wijaya dan Ibu Ratu Handayu

Dengan

Diana Andira Sofyan

Putri pertama dari (Alm.) Bapak Suryandi Sofyan dan Ibu Mariana Andari

SIAPA DIANA INI?!

Rasanya aku ingin menjeritkan itu. Sepanjang pengetahuanku, Rian tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun sekarang. Setelah kami putus, dia memang coba pacaran sana-sini, tapi tidak ada yang berakhir baik. Aku tahu semuanya dari Gio.

Bagaimana bisa sekarang tiba-tiba ada undangan penikahannya di mejaku?!

Ini lelucon yang sangat buruk. April fool sudah lewat, for God's sake!

Aku melihat tanggal yang tertera di sana. Akad dan resepsi akan dilaksanakan minggu depan. Ya Tuhan... apa-apaan ini?

"Ya udah sih! Kalian bukannya bersyukur gue tobat, malah doain yang nggak-nggak!"

Aku mendengar Rian menggerutu.

"Bukannya mau doain yang nggak-nggak, Nyet," balas Gio. "Lo yakin mau kawin? Ini anak orang tahu nggak kelakuan lo gimana?"

"Halah, paling juga korban MBA Rian," sahut yang lain. "Lihat aja tuh, dadakan banget."

"Bodo amat," balas Rian. "Suka-suka kalian mau ngomong apa."

"Kita dateng kok, Yan. Makan gratis, lumayan." Rania, istri bos sekaligus pegawai yang paling kubenci, ikut menimpali. Bagaimana aku bisa tidak membencinya? Kariernya di sini melaju lebih mulus melebihi jalan tol. Sudah pasti berkat affair apa pun antara dirinya dan Bos sebelum mereka menikah. Mengesalkan.

Keriuhan di sana makin menjadi, hingga dehaman keras Pak Makiel, bos kami, terdengar. Yang lain langsung seperti gerombolan tikus yang kepergok mencuri makanan di lemari. Lari sana-sini, kembali ke kubikal masing-masing. Sementara Rania, dengan wajah menyebalkannya, hanya melempar senyum pada suaminya itu dan masuk ke ruang kerjanya.

Aku mendengus, memilih kembali mengamati Rian.

Dia tidak terlihat berbinar, seperti layaknya calon pengantin. Hampir dua tahun lalu, Pak Makiel dan si sialan Rania itu tidak bisa menyembunyikan raut bahagia mereka saat memberikan undangan resepsi. Ya, hanya resepsi karena menurut kabar yang kudengar mereka sudah melakukan pemberkatan di tempat keluarga Pak Makiel, di London. Lucky bitch.

Sedangkan Rian, ekspresinya terlihat... biasa saja.

Apa dia bahagia? Apa dia mencintai wanita itu?

Untied (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang