Part 3

18 0 0
                                    

***

“jangan mau pergi sendiri sendiri, jangan jerit-jerit, jangan buang sampah sembarangan kalau mau pipis ajak temen, pegangan sama temen cowok biar gak jatuh ke jurang satu lagi kalau udah sampai jangan lupa makan” sekarang aku, mama dan papa sedang di jalan menuju sekolah.

“iya ma iya, tau kok”

“kamu denger kan Nad?”

“iya ma, Nadine denger kok”

“apa yang dibilang mama kamu itu dipahami jangan Cuma denger-denger aja” tiba tiba papa yang sejak tadi diam ikut angkat bicara.

“iya pa,ini juga udah dipahami kok pa”

Setelah cukup lama berkurung di dalam mobil akhirnya aku terbebas juga.

“Anggiiii..” teriakku ke arah kerumunan orang yang ada di lapangan sekolah, dan salah satu dari orang orang itu pasti ada Anggi.

“Nadine gabung ke sana ya ma, pa.. jangan pada kangen lope lope di udara” kata ku sambil meberi kiss bye pada mama dan papa yang terlihat geleng geleng kepala.

“hati hati”

***

Aku sudah yakin, aku pasti tidak satu bus dengan Anggi dan benar saja kami tidak satu bus karena kami juga tidak sekelas.

“Han, kita sebangku ya ya” habis lah harapan kalau Hanifa teman sebangku ku ini juga tidak mau sebangku dengan ku.

“iya iya” jawabnya YES!!

Karena terlalu lama  masuk kedalam bus aku dan Hanifa dapat bangku terakhir.

“lo sih lama bener masuk kan kita jadi dapet bangku belakang” Hanifa yang sebenernya tukang mabuk jadi menyalahkan ku.

“ya maap, lagian lo juga kenapa gak masuk duluan?”

“ntar kalo gue muntah gimana?”

“gue kasih kantong plastik lah”

“aisssh”

Bus mulai berjalan, ku pasang earphone ke telinga ku sedangkan Hanifa yang duduk disampingku asik memijati kepalanya yang sepertinya sakit.

“gue pindah ke depan ya Nad, gak tahan nih kalau di belakang” samar-samar masih kudengar suaranya, mukanya yang putih bersih terlihat semakin pucat.

“yudah deh, suruh ntah siapa kek duduk disini” Hanifa mengangguk dan pergi meninggalkan ku.

Setelah kepergian Hanifa lima menit lalu, seseorang duduk disampingku.

Dia

M A L D I N I

Baru saja dia menduduki bangku Hanifa lalu tersenyum kearah ku.

“lo ikut juga?” tanya ku basa basi, udah tau dia ada disampingku masih aja pertanyaan bego itu meluncur bebas dari mulutku.

 “hmm, Riris yang maksa awalnya gue sih ogah”

“O” kataku sambil membentuk vokal O dibibir.

Kami saling diam, Maldini dengan earphone nya dan aku juga dengan earphone ku. Sebenernya dan sesungguhnya aku tidak bisa konsen dengan lagu yang terputar, mataku terus terus saja melirik Malidini yang kelihatnnya biasa saja berada di dekat ku. Tapi aku tidak, aku merasa luar  biasa didekatnya, teman teman ku yang lain pun menatapku penuh iri, ya aku bisa lihat itu.

***

Setelah sampai kami dikumpulkan di sebuah lapangan lalu diberi beberapa aba-aba

“jangan berisik kalau sudah masuk kawasan hutan, tetep pegangan tangan, ikuti aba aba” Pak Rano, menjelaskan panjang lebar.

Mikail ketua Osis sudah mulai berjalan didepan menuntun kami untuk mengikutinya, jadi tujuan kami tadi adalah ke air terjun jadi jalannya turunan semua, setelah pulang baru tanjakkan semua oke fix.

CEMUNGUDH EAA

Ish Nad alay sekali sih kamu.

Di depanku ada Maldini, dan dibelakang ku ada Farhan. Jadi, pak Rano bilang kami membentuk satu baris kebelakang, kemudian barisannya juga harus cowo-cewe cowo-cewe. Sejak tadi aku tidak melihat Anggi,kami terpisah karena barisannya juga ditentukan oleh Pak Rano dan Mikail.

“sini pegangan” tiba tiba suara Maldini mengkagetkan ku.

“kita udah masuk kawasan hutan jadi harus pegangan” lanjutnya, astaga aku? Maldini? WOW bukan??

“iiyya”

Sepanjang perjalanan aku berdoa agar tidak gugup, atau jangan sampai Maldini mengetahui kalau aku gugup saat didepannya.

JANGAN

JANGAN SAMPE

NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang