Hari ini butik terasa ramai. Ada banyak langkah kaki dan suara yang dapat kudengar. Saat ini aku sedang duduk dibagian kasir butik sambil menikmati teh manis hangat yang sudah dibuatkan ibu. Tak lama didepanku, ku dengar suara pria yang sedang berbicara denganku.
"Permisi mbak, baju yang ini apa ada warna lain? Saya ingin memberikannya pada ibu saya"
Tanya pria itu kepadaku.Sepertinya pria itu tidak mengetahui bahwa aku buta dan tidak bisa melihat baju apa yang dia tunjukkan padaku.
"Maaf, mas, bisa tanyakan pada pegawai saya saja? Saya buta"
Mungkin pria itu kaget mendengar jawabanku. Entahlah, mungkin dia tidak menyangka kalau aku ini buta. Aku tidak mendengar suara lagi. Mungkin pria itu sudah pergi.
"Emily, sore ini paman Adam memintamu untuk bernyanyi sambil bermain piano di cafe nya, apa kau mau?"
"Aku tidak mungkin menolaknya,bu"
Ya, inilah Emily Grace. Walaupun buta, aku tetap bisa bermain piano dengan baik. Selama 15tahun aku mengalami kebutaan, ada banyak hinaan dari orang-orang yang sering ku dengar. "Kau itu cantik, tapi sayangnya buta" , "apa? Kau bisa bermain piano? Kau kan buta" dan lain sebagainya. Untungnya, aku bukan tipe melankolis yang omongan orang bakalan kuingat terus setiap detik. Aku hanya mengabaikan semua itu. Aku hanya buta. Bukan lumpuh,tuli,atau apapun itu. Jangan panggil aku Emily Grace kalau aku hanya bisa pasrah dengan keadaanku, duduk dan diam meratapi nasib. Itu bukan aku! Emily Grace itu berbakat! Walaupun buta, aku tetap bisa melakukan segala hal dengan baik. Sewaktu kuliah, aku adalah salah satu lulusan dengan nilai terbaik. Lemariku bahkan tidak cukup lagi untuk menampung semua piala-piala yang sudah ku borong disetiap perlombaan. Bukannya sombong, tapi itulah kenyataannya. Tidak semua gadis buta itu lemah.
Sebelum berangkat ke cafe paman Adam, ibu sudah mendandaniku dan memakaikanku sebuah gaun. Ibu sudah menyebutkan ciri-ciri gaun tersebut dan sepertinya aku bisa menggambarkan dalam pikiranku.
"Emily, kau terlihat sangat cantik. Ibu yakin, semua pengunjung akan terkagum-kagum melihatmu bernyanyi dan bermain piano. Ibu bangga padamu"
"Siapa aku sekarang, itu semua karena ibu. Terima kasih, bu"
Ibu menuntunku untuk naik ke mobil. Kali ini, ibu tidak dapat mengantarku. Hanya ada bibi Amy yang menemaniku. Bibi Amy sudah merawat dan membesarkanku dari aku kecil. Aku selalu merasa aman dengannya.
Tibalah kami di cafe tersebut. Saat awal masuk, kucium bau kopi yang menyengat. Musik-musik klasik tahun 80an dapat kudengar. Sepertinya cafe ini tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu sepi. Kudengar beberapa orang sedang berbincang."Hey Emily. Kau sudah besar sekarang. Sini, paman akan membawamu duduk didepan piano. Kau bisa langsung memulai"
Paman Adam memegang pundakku dan membawaku duduk didepan piano. Bibi Amy duduk disampingku dan selalu mendampingiku. Perlahan aku memulai memainkan piano itu. Kali ini aku membawakan lagu white horse by taylor swift. Aku sangat menyukai lagu itu. Menurutku, musiknya terkesan tenang dan enak untuk didengar.
Usai aku bernyanyi, kudengar tepuk tangan dari pengunjung-pengunjung disini. Aku tidak tau mereka bertepuk tangan karena kagum akan suara dan musik pianoku yang bagus atau karena terharu melihatku yang buta bisa bermain piano dan bernyanyi dengan baik. Entahlah, aku tidak peduli.Saat aku turun dari panggung, kudengar langkah kaki seseorang datang menghampiriku.
"Ternyata kau gadis yang luar biasa"
Kudengar suara itu dan sepertinya aku mengenalinya. Yap! Itu suara pria tadi menanyakan baju sewaktu dibutik.
"Aku yang tadi di butikmu. Aku minta maaf, aku tidak tau kalau kau...."
"Sudah, jangan dibahas. Terima kasih atas pujiannya. Aku harus pergi sekarang."
"Okay, aku berharap kita akan ketemu lagi nanti"
Aku mengabaikan suara pria itu dan kemudian naik lagi ke mobil bersama bibi Amy. Sebelum pulang, aku menyempatkan diri untuk singgah disalah satu toko perhiasan langganan ibuku. Besok, ibuku akan berulang tahun. Aku berencana akan memberikan ibu sebuah kalung cantik di toko perhiasan ini. Aku meminta pertolongan bibi Amy untuk memilih kalung yang menurutnya cantik. Aku mengandalkan indra perabaku dan coba menggambarkan bentuknya pada pikiranku. Aku memilih sebuah kalung berbentuk lingkaran dan full permata. Sepertinya kalung ini akan terlihat sangat cantik jika ibu yang memakainya. Sebenarnya, ada satu kalung lagi yang menurutku menarik. Kalung hati dengan dua buah permata pada bagian tengahnya. Tetapi karena tabunganku hanya cukup untuk membeli satu kalung, jadi kukurungkan niatku untuk memiliki kalung itu.
"Kalung hati ini free untukmu, Emily Grace"
Kudengar suara itu lagi. Suara yang tidak asing. Tiada lain dan tiada bukan. Pria itu lagi!
"Darimana kau mengetahui namaku?"
"Tadi disebutkan sewaktu kau bermain piano di cafe"
"Oh"
"Ini toko perhiasanku, kalung ini menjadi milikmu. Kau akan terlihat sangat cantik. Tidak perlu malu"
"Tidak usah, mas. Terima kasih sebelumnya."
"Sudah, ambil saja."
Dengan segera, kalung itu langsung dimasukkannya kedalam kotak dan diberikan pada Bi Amy untuk menyimpannya. Aku hanya mengucapkan terima kasih dan segera menuju ke mobil meninggalkan toko itu.
"Bi, memangnya pria tadi wajahnya seperti apa?"
"Dia tampan, non. Tubuhnya tinggi, kulitnya sawo matang. Dia memakai kacamata. Sepertinya dia seusia dengan non Emily"
Mendengar hal itu, aku sudah bisa mulai menggambarkannya pada pikiranku. Aku meminta kalung hati itu dari bi Amy dan memakainya langsung pada leherku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let me to be your eyes
RomanceKisah Gadis yang cantik dan berbakat namun memiliki kekurangan. Dia buta. hingga suatu hari seorang pria tampan mulai menjadi bagian dari hidupnya. Inilah Emily Grace!