Bab 23 : Konsekuensi

8.4K 576 53
                                    


"Apa yang kau lakukan di sini?"

Itu adalah kalimat pertama yang di lontarkan Sachi saat melihat Ronald sudah menunggunya tepat di lobi Apartemen Sachi. Pria itu berpakaian rapi seperti biasa. lengkap dengan mobilnya yang super mewah.

Semalam Sachi memang sudah mempertimbangkan keputusan apa yang akan dirinya ambil. Apalagi Ardian juga mendukungnya jadi Sachi memutuskan untuk menerima tawaran Ronald. Tepat pukul sebelas malam Sachi menelpon nomor Ronald. 'Aku menerima tawaranmu.' dan kalimat singkat itu mampu membuat Ronald tersenyum lebar.

Ronald mengulas senyum."Aku akan mengantarkanmu ke sekolah."jawabnya enteng.

"Tidak perlu."Sachi tak bisa mengenyahkan rasa kebenciannya sedikitpun. biasanya Ardian lah yang akan muncul dan mengantarnya ke Sekolah untuk mengajar.

"Itu bagian dari kesepakatan. dalam satu minggu ke depan,aku lah yang akan mengantar-jemput mu kemanapun kau ingin pergi."

Sachi mengernyit tak suka. "Aku bisa kemanapun sendiri!"tolak Sachi dengan nada ketus.

Seketika senyum di wajah Ronald langsung surut. "Kalau begitu untuk apa ada kesepakatan?"

"Bukan aku yang mengusulkan kesepakatan. kau lah yang menawarkannya."balas Sachi penuh dengan sifat permusuhan.

Awalnya Sachi memang memikirkan keputusannya yang dirinya ambil. Sachi sudah mempersiapkan diri. Tapi ia tak pernah mengira jika menghadapi Ronald jauh lebih sulit dari dugaannya.

Dan tanpa Sachi sadari,Ronald pun merasakan hal yang sama. Ronald tahu menaklukan seorang Sachi Pradita akan lebih sulit dari mendaki gunung es. Sachi adalah gadis paling keras kepala yang pernah ia temui. Tapi tiap kali mengingat kesalahannya di masalalu rasanya wajar jika Sachi membencinya saat ini.

Ronald maju selangkah. Dia memandang Sachi dengan sepasang mata yang menelisik tajam. "Bukan cuma aku yang di untungkan dalam kesepakatan ini. Kau bahkan mendapat bagian yang lebih besar. Dengar Sachi,Tanah TK Permata bernilai milyaran rupiah. Kau tahu kenapa? Karena tanpa tanah itu maka proyek pembangunan Mall baru dapat di pastikan gagal. Kau tidak akan tahu seberapa besar kerugian yang akan di tanggung perusahaanku." akhirnya terpaksa Ronald membeberkan hal yang seharusnya tak ia ungkit.

"Itu bukan urusanku." Sachi membalasnya dengan singit. Walau dalam hatinya ia sempat menerka berapa nominal kerugiannya yang akan di tanggung perusahaan milik Ronald jika mega proyek itu gagal. Apa waktunya selama satu minggu sebanding?

"Tentu saja. Itu memang sepenuhnya menjadi urusanku. Lebih baik kita berhenti berdebat. Masuk ke dalam mobil dan aku akan mengantarkanmu ke Sekolah. Sebelum kau terlambat."kata Ronald setelah melirik kearah jam tangannya.

Tanpa di perintah dua kali,Sachi seolah patuh dengan segera masuk ke dalam mobil Ronald. Tentu saja bukan karena Sachi merasa kalah,tapi lebih kepada bagian dari konsekuensi yang harus Sachi tanggung akibat dari keputusannya menyetujui kesepakatan. Sachi harus menekan rasa bencinya pada Ronald.

Sepanjang perjalanan di isi dengan kebisuan berkepanjangan. Sachi menolak membuka pembicaraan. Dan Ronald merasa sedikit bersalah karena membuat pagi gadis itu berjalan tidak begitu baik. Padahal semalam Ronald nyaris tak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan ia obrolkan besok pagi. Nyatanya yang terjadi justru sebaliknya. Ia menghancurkan pagi Sachi.

Ronald melirik kearah Sachi yang masih bungkam. Gadis itu terlihat sedikit pucat. Apa dia sakit? Apa dia sarapan hari ini? Apa menu favoritnya? Apa dia masih suka sandwich sama seperti dulu? Apa jenis kopi kesukaannya? Atau dia justru lebih suka teh?

"Bagaimana kabarmu hari ini?" Uhuk. Ronald terbatuk kecil dan menyadari kesalahan dari pertanyaannya. Ronald ingin sekali menyurukkan wajahnya ke roda kemudi di hadapannya. Tentu wajahnya merah sekarang. Betapa memalukannya Ronald saat ini. Mengapa dari sekian banyak pertanyaan yang berkelabat dalam benaknya. Kenapa justru pertanyaan tentang 'kabar' yang terlontar dari mulut Ronald?

Sachi : OBSESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang