Bab 12 : Pertemuan

13.2K 800 76
                                    


Ardian baru saja menekan sederetan angka yang merupakan pasword pintu apartemen Sachi. Pagi ini ia sengaja membawakan sekotak cheese cake yang merupakan kue favorit Sachi. Ardian baru saja mendorong pintu dan masuk ke dalam apartemen kekasihnya itu saat tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh dan pecah dengan suara gaduh.

Reflek Ardian menjatuhkan kotak berisi Cheese cake dari tangannya dan langsung berlari kearah sumber suara. Wajahnya menunjukkan kepanikan namun langkah Ardian terhenti saat mendapati Sachi sedang berada di dapur. Dan memang benar jika ada benda yang jatuh dan pecah. Sepertinya Sachi secara tak sengaja menjatuhkan gelas.

"Sayang, Apa kau baik baik saja?" Ardian menghampiri Sachi yang masih terlihat shock. Entah karena ini pertama kalinya ia memecahkan gelas atau karena ada hal lain yang gadis itu pikirkan.

"Ah, Iya." benar saja, Sachi bahkan seperti baru saja tersadar dari lamunan.

"Ada apa? apa ada hal yang kau fikirkan?"tanya Ardian yang dengan cepat menerka bahwa Sachi sedang kehilangan fokus.

Sachi mengambil nafas dalam. Ia tersenyum kikuk. "Aku baik baik saja, kurasa aku hanya sedikit ceroboh."kilah gadis itu memberi alasan seadanya.

Sachi tak mungkin mengungkapkan alasan utama mengapa ia sampai bertindak ceroboh semacam memecahkan gelas. Bagaimana kalau Ardian sampai tahu bahwa rencananya siang ini Sachi akan bertemu Ronald? Sachi tak ingin membebani pikiran Ardian.

Melihat gelagat Sachi tentu saja Ardian langsung tahu bahwa Sachi berbohong. Pasti ada sesuatu yang kekasihnya itu sembunyikan. Ardian begitu mengenal Sachi Pradita. Tidak sulit mengetahui gadis itu bohong atau tidak. "Tidak biasanya kau begitu," komentar Ardian yang lebih memilih untuk tak mendesak Sachi berkata jujur.

"Ya. Mungkin tadi tanganku sedikit licin jadi gelas itu terlepas dari genggaman tanganku." balas Sachi sedikit membuat alibi. Sachi segera berjongkok bermaksud membereskan pecahan gelas yang berserakan di lantai dapur. Namun dengan cepat Ardian menahan lengan Sachi.

Ardian tersenyum menenangkan. "Biar aku saja." dan dengan telaten Ardian mengambil satu persatu pecahan gelas dan membuangnya ke tong sampah. Sisanya ia sapu hingga tak ada pecahan gelas tersisa.

"Kau mau kopi?"tanya Sachi sambil meraih cangkir kecil yang ada di dekat lemari. Kali ini ia lebih berhati hati jangan sampai memecahkan sesuatu lagi.

"Ya. Kopi buatanmu adalah yang paling enak di seluruh dunia."jawab Ardian sambil duduk di kursi depan konter meja dapur.

Ardian masih penasaran apa yang tengah di pikirkan oleh Sachi namun Ardian menahan diri untuk tidak memaksa Sachi bercerita. Ardian percaya bahwa cepat atau lambat pasti Sachi akan menceritakannya pada Ardian. Karena selama ini hanya Ardian tempat Sachi berkeluh kesah.

Sachi tersenyum kecil, "Setelah TK di tutup, kurasa aku akan membuka kedai kopi."candanya sambil terkekeh geli.

"Aku akan datang ke kedai kopimu tiap hari."Ardian membalas dengan senyuman tak kalah lebar.

"Seorang dokter di larang mengonsumsi kafein terlalu banyak."kata Sachi namun tangannya dengan cekatan menyampurkan bubuk kopi dengan gula dan sedikit krim. Takaran yang sempurna yang selalu menjadi favorit Ardian.

"Kata siapa? Itu hanya mitos. Saat mengerjakan tesis,tak ada satu calon dokterpun yang tidak menggilai kopi. Satu-satunya teman yang selalu menemani tiap begadang."balas Ardian sambil nyengir.

Sachi hanya mampu tertawa kecil sambil mengangsurkan cangkir berisi kopi itu pada Ardian. Dan bukannya mengucapkan 'thank you', Ardian justru melafalkan 'I love you' dengan ekspresi wajah mempesona. Membuat Sachi tersipu malu.

Sachi : OBSESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang