Lima

250 44 10
                                    

-Choi Myung Soo-
Aku meletakkan dasi berwarna biru tua ke tempatnya setelah mencocokkan dengan setelan yang kukenakan lantas menggantinya dengan warna maroon dan mencocokkannya kembali. Perfect. Aku melihat pantulan diriku sekali lagi di depan cermin setelah itu membuka e-mail yang tadi sempat kubaca sekilas.

Aku memarkirkan mobilku di depan sebuah galeri seni yang nampak ramai. Tanpa ragu aku keluar dari mobil dan memasuki galeri itu. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu menyambut dengan mengucapkan selamat datang lalu kubalas dengan anggukan kepala.

Mataku mengedarkan pandangan ke sekitar tempat ini. Takjub. Tanpa sadar kakiku melangkah menuju lukisan yang tergantung pada dinding. Seorang wanita mengenakan gaun berwarna baby pink, rambut hitam kecoklatannya tergerai. Di lukisan itu senyumnya mengembang menambah pesona yang selalu terpancar dari dalam dirinya. Aku tersenyum simpul.

“Ia masih tetap cantik,” Aku menoleh mendengar ucapan itu. “Kukira kau tidak akan datang di hari yang sangat penting bagi sahabatmu ini.” Lanjutnya lalu terkekeh pelan. Aku membalasnya dengan senyum tipis. Dengan berat hati aku berjalan menuju lukisan-lukisan yang berjajar rapi di dinding. Melihatnya sekilas, dan berlalu.

“Apa kau tidak sibuk Tuan Choi?” tanyanya dengan nada meremehkan.

Aku menghela napas perlahan seraya membalikkan badan untuk menatap seorang laki-laki dengan balutan tuxedo putih yang sangat pas pada tubuhnya. “Sahabatku, Park Min Jae  memaksa agar aku datang di hari yang sangat penting baginya, jadi aku merasa kasian.” Balasku sembari menyembunyikan tawa.

Ia menepuk punggungku lalu tertawa kecil. “Baiklah, karena kau sudah datang aku akan mengenalkan seorang wanita padamu, tunggu sebentar.”Ucapnya yang kubalas anggukan.

Aku memutuskan untuk mengelilingi galeri ini sembari melihat koleksi lukisan yang tergantung rapi di dinding. Sudah sangat lama aku tak pergi ke galeri seni dan melihat banyak lukisan seperti ini. Aku tertegun melihat lukisan menara Namsan di hadapanku. Aku tahu Min Jae sangat menyukai hal-hal yang identik dengan tanah kelahirannya, Seoul. Nampak sangat dominan dibanding dengan lukisan gaya Eropanya.

Seoul. Sebentar lagi aku akan mengijakkan kakiku di sana. Aku akan kembali menghirup udara musim gugur Seoul yang terasa menusuk tiap kali aku bernapas.

“Ini wanita yang ingin kukenalkan padamu,” ucap Min Jae yang tiba-tiba sudah berada di sampingku. Jantungku nyaris saja berhenti berdetak setelah mengetahui wanita yang dibawa oleh Min Jae. Pandanganku beralih pada lengan Min Jae yang menggamit lengan wanita itu. “Sae Ra, kenalkan ini sahabat terbaikku Myung Soo.” lanjut Min Jae pada wanita di sampingnya. Wanita yang pingsan di club tempo hari. Wanita tidak tahu terima kasih itu.

“Hei!Mengapa kau mengabaikan wanita cantik di hadapanmu ini ha? Ayo berjabat tanganlah dengannya.” Aku tidak menyadari bahwa wanita yang di sapa Sae Ra oleh Min Jae telah menjulurkan tangannya kepadaku. Dengan canggung aku membalas jabatan tangannya.

“Choi Myung Soo.” ucapku dengan nada yang kubuat santai seolah aku memang baru saja bertemu dengannya.

“Kim Sae Ra.” Balasnya, lalu buru-buru melepaskan jabatan tangannya.

“Sae Ra ini adalah salah satu pelukis cantik berbakat di Barcelona, kau pasti akan suka jika melihat lukisannya.” Puji Min Jae setengah menggoda.

Bibir Sae Ra mengerucut seraya menatap tajam ke arah Min Jae. “Oppa..” Min Jae pun tertawa kecil melihat respon Sae Ra kepadanya.

“Ohya, apakah Min Hye masih sering menelponmu?” tanya Min Jae pada Sae Ra.

“Ah, kemarin Min Hye menelponku, sepertinya ia sedang memiliki suasana hati yang bagus. Katanya, seorang laki-laki yang ia rindukan akan segera kembali ke Seoul dan menemuinya. Apa ia juga berkata seperti itu padamu?” jelas Sae Ra.

Rewind [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang