Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Diharamkan Ketika Wanita Sedang Haid

5.6K 129 5
                                    

Assalamualaikum 😊

Wah, saya udah lama ya gak update. Mau berbagi sedikit kepada kaum wanita.

Sebagai wanita kita tidak dapat melakukan ibadah puasa padahal Ramadhan hanya tinggal beberapa hari lagi karena sedang haid, sayang bangetkan yaaa 😦. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan ibadah lainnya ya 😊 ada beberapa mitos yang katanya beberapa ibadah itu tidak boleh dilakukan padahal mmmm okelah, langsung saja kita lihat penjelasan berikut ini. Semoga bermanfaat 😊

Hal-hal yang diperbolehkan bagi wanita yang sedang
mengalami haid diantaranya:

1. Berdzikir kepada Allah - subhaanahu wa ta'ala - dan
membaca al-Qur'an.

Al-Imam al-Bukhari dalam Shahih -nya (nomor 971) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ummu 'Athiyah radhiallahu 'anha, ia berkata, "Kami dulunya diperintah untuk keluar (ke lapangan shalat Ied, pent.) pada Hari Raya sampai-sampai kami mengeluarkan gadis dari pingitannya dan wanita-wanita haid. Mereka
ini berada di belakang orang-orang (yang shalat), mereka bertakbir dan berdo'a dengan takbir dan do'anya orang-orang yang hadir. Mereka mengharapkan berkah hari tersebut dan kesuciannya." [1]
'Aisyah -radhiallahu 'anha- berkata, "Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka'bah dan sa'i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah - shallallaahu 'alahi wa sallam- , beliau bersabda,"Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, hanya saja jangan engkau thawaf di Ka'bah sampai engkau suci (dari haid)." [2] Dua hadits di atas memberi faedah bahwa wanita haid disyariatkan untuk berdzikir kepada Allah -subhaanahu
wa ta'ala -, dan al-Qur'an termasuk dzikir sebagaimana Allah -subhaanahu wa ta'ala - berfirman : "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz Dzikir
(Al Qur'an) dan Kami-lah yang akan menjaganya." (Qs. al-Hijr: 9)
Apabila seorang yang berhaji dibolehkan membaca Al- Qur'an maka demikian pula bagi wanita haid, karena
yang dikecualikan dalam larangan Nabi -shallallaahu 'alahi wa sallam- kepada 'Aisyah yang sedang haid hanyalah thawaf. Permasalahan membaca al-Qur'an bagi wanita haid ini memang ada perselisihan di kalangan ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Abu Hanifah berpendapat bolehnya wanita haid
membaca al-Qur'an dan ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi'i dan Ahmad, dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah. Mereka mengatakan, "Asal dalam perkara ini adalah halal. Maka tidak boleh memindahkan kepada selainnya kecuali karena ada larangan yang shahih yang jelas."
Adapun jumhur ahli ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca al-Qur'an, akan tetapi
boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengqiyaskan (atau menyamakan) haid dengan junub, padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yang melarang orang junub untuk membaca al-Qur'an. Yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang pertama, dan ini bisa dilihat dalam Majmu' Fatawa 21/460 dan Syarhu az-Zad 1/291 . [3]
Asy-Syaikh Mushthafa al-Adhawi dalam kitabnya memberikan bantahan bagi orang yang berpendapat tidak bolehnya wanita haid membaca Al-Qur'an. Pada akhir tulisannya beliau berkata, "Maka kesimpulan permasalahan ini adalah boleh bagi wanita haid untuk berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur'an karena
tidak ada dalil yang shahih yang jelas dari Rasulullah - shallallaahu 'alahi wa sallam- yang melarang dari hal tersebut bahkan telah datang dalil yang memberi faedah bolehnya (wanita haid) membaca al-Qur'an dan berdzikir, Wallahu a'lam. "[4]

2. Sujud Tilawah.

Seorang wanita yang sedang mengalami haid, diperbolehkan baginya untuk melakukan sujud Tilawah ketika mendengarkan ayat-ayat Sajdah karena hal itu bukanlah shalat dan tidak disyaratkan dalam keadaan suci.
Pernah suatu ketika Nabi -shallallaahu 'alahi wasallam- membaca Surat an-Najm, maka ketika beliau sampai kepada ayat Sajdah, beliau bersujud dan diikuti oleh orang-orang Islam, orang-orang musyrik, dan golongan jin serta manusia. Imam Zuhri dan Qatadah juga sependapat dengan hal itu Sebagaimana yang disebutkan dalam Mushannaf Abdul Razaq (I/321). [5]

Tentang IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang