-25-

180 39 2
                                    

Megan's POV

Sore ini, jalanan di luar cukup sepi. Mengingat cuaca yang tidak mendukung. Sama seperti yang lainnya, aku lebih memilih untuk berteduh dari derasnya dan dinginnya hujan. Dan di sinilah aku, cafe kecil di dekat kampus.

Seiring asap dari kopiku yang mengepul, pikiranku pun melayang. Memikirkan bagaimana aku, Niall, dan Clara kedepannya. Sungguh, ini adalah keputusan yang sulit. Dan aku cukup meruntuki diriku sendiri karena telah jatuh cinta pada Niall.

Harusnya aku mengerti posisiku. Walaupun memang Clara dan Niall belum menjalin hubungan secara langsung, tapi harusnya aku tidak seperti ini. Harusnya aku tidak mengatakan pada Niall akan perasaanku yang sesungguhnya. Hal itu hanya memperkeruh suasana.

Cuaca kali ini lebih dingin dari sebelumnya. Aku menghela nafas berat sebelum memilih menghangatkan tubuhku dengan minuman hangat di depanku ini.

Namun mataku teralih secara tiba-tiba. Seseorang dengan kemeja yang terbuka, memperlihatkan kaus putih polosnya, sedang berlari mendekati cafe. Membuatku membelalakkan mataku secara tiba-tiba.

Apa yang ia lakukan disini?

Dengan cepat, aku membereskan barang-barangku ke dalam tas, lalu beranjak dari tempatku menuju pintu keluar. Jangan sampai aku bertemu dengannya disini.

Tapi terlambat. Kami berpapasan tepat di depan pintu masuk cafe. Dapat kulihat dengan jelas bila bajunya basah, namun tidak terlalu.

Ia cukup terkejut melihat keberadaanku. Memanfaatkan keadaan, aku pun mengambil sisi kiri untuk melewatinya. Namun sebuah tangan menahan lenganku.

"Meg," aku enggan berbalik. "Bisakah kita berbicara sebentar?" tanyanya. Untuk kali ini, aku pun memberinya kesempatan, "Langsung saja. Disini." seraya melepas tanganku dari genggamannya secara paksa.

"Wanna coffee? Aku yang traktir."

"Tidak perlu. Katakan, kau ada perlu apa?" sarkasku. Lalu aku melihatnya mendengus, seperti menahan kesabaran. "Tidak mungkin berbicara di depan pintu seperti ini."

Baik, aku mengerti apa maksudnya. Lantas aku berjalan mendahuluinya ke arah mejaku semula. Kopiku bahkan masih disana.

"Ini kopimu?" tanyanya sambil mendudukkan diri di hadapanku. Aku hanya mengangguk singkat sebelum menarik kopiku sedikit mendekat ke arahku.

"Langsung saja."

"Aku bahkan belum pesan, Meg." katanya diiringi kekehan yang siapapun yang mendengarnya, pasti akan terkagum-kagum.

Setelah memesan pada salah satu pelayan disini, Niall pun kembali menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan. Lalu keheningan pun menyelimuti kami. Hanya dengan saling memandang satu sama lain.

Aku yang pertama kali memutus kontak mata kami. Karena jujur, aku tidak tahan melihat mata indahnya. Mataku kembali menyusuri jalanan di balik jendela besar cafe ini. Namun tiba-tiba sentuhan hangat membungkus telapak tanganku. Dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati Niall yang menggenggam tanganku.

Aku ingin melepasnya, namun tidak ingin menyakiti hatinya dengan melepasnya secara paksa. Tapi disisi lain, aku merasa hangat akan genggamannya.

Mataku tertunduk beberapa saat ke arah dimana tanganku yang di genggam olehnya. Seakan memberi kode padanya untuk melepaskan. Tapi bukannya melepas genggamannya, ia malah menautkan jemari kami. Membuatku mendongak secara reflek.

"Semua akan baik-baik saja," matanya seakan memberi isyarat padaku untuk membiarkan momen ini terjadi. Dan senyum itu, membuatku tidak bisa mendeskripsikan degup jantungku saat ini.

Paper of You // N.HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang