Disisi lain, tanpa ada yang tahu, malam ini di kamarnya, Megan menangis. Menangisi sesuatu yang masih diambang kepastian, apakah Niall memang untuknya, atau dia hanyalah penghalang?
Tak dapat dibohongi, Megan cukup bahagia ketika di cafe siang itu. Ketika Niall bilang jika ia mencintainya dan enggan meninggalkannya apapun yang terjadi. Tapi, disetiap ia melihat Niall, bayangan Clara tersenyum selalu ada. Seakan mengingatkan Megan bila sahabatnya juga tak kalah mencintai laki-laki yang satu ini.
Dilema, itu yang ia rasakan.
Bulir-bulir airmata berjatuhan diatas buku tugasnya. Biasanya, Megan akan menyalakan lampu belajar di mejanya kala ia ingin belajar disana. Tapi kali ini, Megan tidak benar-benar belajar.
Buku tugas yang tadinya ingin ia jadikan pelarian, malah terbengkalai dan menjadi bantal untuknya. Megan menangis diatas meja belajarnya dengan tumpuan buku-buku tugas itu.
Niall, Clara, hatinya..
Tanpa ada yang tahu pula, ketika Niall menyelamatkan Clara waktu itu dari Zayn, separuh akal Megan ditutupi oleh segenap rasa iri. Bagaimana Niall yang merengkuh tubuh ringkih Clara, merupakan tusukan tersakit yang pernah ada.
Tapi disamping itu, Megan ingin menjadi seorang sahabat yang baik. Ia tahu bagaimana sakitnya dikhianati sahabat sendiri. Oleh karena itu, dia tidak ingin Clara merasakannya.
Megan menangis dalam diam, meresapi penyesalannya yang terlalu besar karena jatuh hati pada Niall.
Hingga ia menyerah akan kesedihannya kali ini. Memutuskan untuk menghubungi laki-laki itu.
Sekali saja mendengarkan kata hati, tak apa, bukan?
Nada sambung mulai terdengar seiring ia meletakkan ponselnya ke telinga. Hingga beberapa detik kemudian, suara familiar terdengar disana.
"Ada apa, Meg?"
"Niall, a-aku.. Aku membutuhkanmu."
***
Clara's POV
"Siapa, Ni?" tanyaku ketika Niall perlahan melangkah mendekat setelah ia memilih untuk pergi ke pojok ruangan demi mengangkat telpon.
"Bukan siapa-siapa." jawabnya sambil tersenyum. "Cla apa kau keberatan jika aku meninggalkanmu sebentar?" tanyanya padaku.
Tentu saja aku tersenyum seraya menggelengkan kepalaku. Aku sudah terlalu merepotkannya malam ini. Tidak mungkin aku menghalanginya untuk pulang.
"Kau ingin pulang?"
Niall diam sejenak, nampak seperti berpikir. Matanya menatap ke arah lain sebelum akhirnya kembali menatap manik mataku.
"Hanya urusan kecil. Tapi aku janji, esok aku akan datang pagi-pagi sekali. Kita habiskan seharian berdua. Bagaimana?"
Apa aku bermimpi? Rasa senang kian membucah mendengar kata-kata itu dari mulut Niall. Senyumku mengembang begitu lebar.
"Janji?" tanyaku, memastikan. Niall mengambil langkah maju, lebih dekat, sebelum mengambil tangan kananku dan mengalungkan kelingking kami.
"Janji."
***
Author's POV
Suara ketukan pintu untuk yang ketiga kalinya kembali terdengar di telingan Megan. Jangan salahkan jika Megan enggan membuka pintu. Rasa penyesalan itu kembali hadir kala ia tahu jika Niall benar-benar datang memenuhi panggilannya.
Ia kembali menangis dalam diam di balik pintu besar ini. Di baliknya, sudah berdiri seorang laki-laki berjaket hitam. Begitu senangnya laki-laki itu menerima panggilan Megan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper of You // N.H
Fanfiction"The sunset is beautiful, isn't?" *** Copyright © by Annisa Nanda