2 - Sneaking Out

131 58 2
                                    

Miley berjalan ke mobilnya terlebih dulu. Untungnya para penjaga tidak memperhatikan. Selanjutnya aku, yang cepat - cepat masuk dan duduk di jok belakang mobilnya.

Miley menyalakan mobilnya, lalu langsung melaju ke gerbang depan. Seperti biasa, penjaga yang akan membukakan gerbang memeriksa terlebih dahulu. Miley membuka jendela mobilnya.

"Selamat siang. Surat kunjungannya, Miss Adams?" salah satu penjaga gerbang berbicara pada Miley.

Aku meringkuk di bawah jok belakang, tepat di belakang kursi Miley, agar tidak terlihat oleh penjaga. Kacanya memang gelap, namun akan jadi masalah kalau salah satu penjaga tak sengaja melihatku. Miley cepat-cepat mencari suratnya, lalu memberikannya pada penjaga. Penjaga itu langsung memeriksanya.

"Baiklah, selamat siang, Miss Adams. Terima kasih atas waktunya." ujar penjaga itu sopan.

Tak lama, mobil sudah melaju melewati gerbang. Aku bisa duduk kembali dengan nyaman di jok belakang.

Jalanan hari itu tak begitu ramai, karena cahaya matahari di musim panas yang menyengat. Aku membuka outer putihku, karena rasanya semakin panas saja memakainya di cuaca sepanas ini.
Setelah lima belas menit berjalan, Miley memarkirkan mobilnya tepat di depan Frosty Ice Cream and Dessert.

"Sebentar." ujarku dengan segera, karena Miley sudah akan langsung keluar dari mobil saat itu.

"Oh iya, penyamaranmu." ujarnya, lalu terkikik.

Aku memakai bowler hat-ku yang berwarna biru langit, lalu menenteng clutch putihku, yang serasi dengan sepatu model slip-on ku yang berwarna hitam putih.

"Nih, mau pakai tidak?" Miley menawarkan kacamata hitamnya padaku.

"Boleh, bagus juga." ujarku, seraya mengambilnya dari tangan Miley.

Kacamata hitam miliknya bermodel aviator, model yang paling kusuka dari semua model kacamata hitam yang kupunya. Kacanya tidak benar - benar hitam, hanya berwarna kecoklatan.

Miley tak lupa mengunci mobilnya, sebelum kami masuk ke Frosty. Miley memilih tempat di pojok, agar kami tidak menjadi pusat perhatian orang - orang. Menunya tertempel di meja, jadi kami tidak usah meminta menu lagi. Akhirnya aku memesan sepotong kue red velvet yang dingin dengan segelas mint mojito, sedangkan Miley memesan kue tiramisu dingin dan segelas cookies and cream.

"Jadi, ceritakan padaku kejadiannya." kata Miley. Aku menghela nafas, dan memulai ceritaku.

"Jadi, waktu itu kami liburan ke Norfolk selama tiga hari, kau juga tahu kan." Miley mengangguk dengan cepat.

"Awalnya liburan berjalan dengan baik. Kami jalan - jalan ke pantai setiap hari. Bermain air, berjemur, dan semua yang biasanya kami lakukan di pantai." aku berhenti sebentar karena mataku sudah mulai panas.

"Di hari kedua, kami ke pub di pinggir pantai. Max dan aku sudah legal untuk minum, jadi kurasa tak apa-apa. Dan saat itu juga pertama kalinya aku ke pub dengan Max. Aku hanya minum sedikit, tapi Max, si bodoh itu benar - benar mabuk, sampai membocorkan rahasianya sendiri, kalau dia senang denganku karena popularitas yang didapatkannya, juga uang, dan kalau kami sampai menikah, bahkan gelar keluarga kerajaan juga akan didapatkannya."

Aku mengelap tetes - tetes air mata yang jatuh dari mataku, lalu meminum mint mojito-ku yang sudah datang lima menit yang lalu.

"Aku hanya terdiam selama perjalanan kami pulang ke hotel, dan akhirnya esok harinya aku menanyakannya di perjalanan pulang kami. Max menyanggahnya, tapi aku tidak percaya karena aku mengenal gerak-gerik Max saat ia berbohong padaku. Lalu tentu saja, aku minta putus. Dia menahanku, tapi aku bersikeras. Alasannya sudah lebih dari cukup, Mi."

Miley menggeser kursinya ke dekatku, lalu kami berpelukan di sana selama kurang lebih tiga menit.

"Sudah, aku sudah berjanji pada diriku sendiri tidak akan menangisinya lagi." ujarku setelah kami berpelukan.

"Benar, si brengsek itu yang salah. Dia sama sekali tidak pantas untukmu, Kat." kata Miley dengan tegas.

"Bahkan kau tahu apa?" ujarku. "Max berusaha memelukku untuk menenangkanku saat aku menangis histeris meminta putus."

"Astaga, beraninya." kata Miley. "Dia benar - benar nekad."

Kepalaku bersandar di bahu Miley, dan Miley merangkulku untuk menenangkanku.

"Kurasa waktunya tidak tepat, tapi aku ingin sekali memberitahumu sejak tadi pagi." katanya.

"Apa?" tanyaku.

"Brandon menyatakan perasaannya padaku kemarin."

Aku langsung terbangun dan duduk dengan tegak di kursiku.
"Apa? Dan kau.. Kau menerimanya?"

Aku memang sedang bersedih, tapi rasanya senang juga mendengar berita bahagia dari sahabatku sendiri.
Miley mengangguk sambil tersenyum. Jelas sekali ia senang bisa berpacaran dengan Brandon Dillard, si anak seni di Winston University.

Aku langsung memeluknya sambil tersenyum, dan meneteskan air mata lagi, namun kali ini karena bahagia. Aku buru - buru mengelapnya dengan tangan.
"Akhirnya! Sudah kubilang, Brandon menyukaimu." ujarku.

"Hm-hm. Dan waktu itu kau sedang di Norfolk, dan Brandon memakai kesempatan saat kita sedang tidak bersama, untuk mengajakku makan di Dine n' Dash." kata Miley.

"Oh, jadi itu sebabnya ponselmu dari tadi berbunyi terus?" ujarku sambil tersenyum jahil. Miley mencubit pipiku, lalu kami tertawa - tawa.

"Sudah, rasanya kita lama sekali di sini. Aku mulai takut ada yang memergokiku lagi di sini." ujarku.

Kami langsung menghabiskan kue dan minuman masing - masing, lalu segera membayar dan pergi.

"Ke mana sekarang?" tanya Miley padaku.

"Oh iya, temani aku ke Coco, ya? Aku ingin mencari kacamata hitam lagi."

Aku mengangguk mengiyakan, lalu memasang sabuk pengaman. Sekarang aku sudah boleh duduk di depan, karena tidak ada yang harus disembunyikan sekarang, kecuali identitasku, tentunya.

Setelah menghabiskan setengah jam di Coco untuk memilih - milih kacamata dan membeli beberapa outer dan sehelai jumpsuit baru, kami memutuskan untuk pulang.

"Mau menemaniku di kelas berkuda? Jadwalnya sekitar lima belas menit lagi." ujarku.

"Boleh, berapa lama?" tanya Miley.

"Sekitar satu setengah jam." jawabku.

Kami berjalan ke gudang yang menyimpan peralatan berkuda di kebun. Aku memakai perlengkapan berkudaku, dengan dibantu Miley. Ia juga mengikatkan rambutku.

"Princess, Mr. Wright sudah datang." seorang pelayan masuk untuk memberitahuku.

"Oh ya, aku segera ke sana." jawabku.

"Siapa gurunya?" tanya Miley.

"Cameron Wright. Umurnya baru dua puluh tahun." jawabku.

"Dia cakep?" tanya Miley.

Aku langsung mencubit pipinya.
"Heh, kau sudah punya Brandon."

Miley tertawa - tawa jahil. Brandon adalah pacarnya yang keenam. Hubungan Miley tak pernah berhasil bertahan sampai setahun, tapi aku tak tahu kalau yang baru ini, karena ia mengatakan akan mulai serius dengan hubungannya.

"Princess," Cameron mengangkat topinya dan memberi hormat. Aku mengangguk padanya.

"Oh my god, he's so good looking." bisik Miley padaku.

Aku mencubit pipinya sekali lagi, lalu cepat - cepat pergi untuk menaiki kudaku sebelum Miley bisa mencubitku lagi.

"Hi, Sidney." sapaku pada kuda putihku. Aku menepuk - nepuknya.

"Kita mulai saja, Princess. Pertama, pelajaran yang kemarin." kata Cameron memulai.

Setengah jam kemudian aku berhenti sebentar untuk istirahat dan minum, lalu melanjutkan latihan sampai pukul setengah enam sore.

Royal HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang