6 - Hang Out

56 33 5
                                    

Katharine Eloise Johnson
11:00

"Yang berharga tidak bisa terlihat dengan mata." gumamku.

Aku mengambil pulpen yang ada di meja di dekatku, dan menuliskannya di secarik kertas. Aku menutup buku Le Petit Prince, lalu melanjutkan ke buku tentang berkuda.

Baru saja aku membaca beberapa halaman pertama, Dominic mendekatiku.

"Princess, tuan Nicholas ingin bertemu dengan anda." ujarnya takut - takut.

"Ya, persilakan saja masuk." ujarku.

Tak lama, Nick masuk dan tersenyum padaku. Aku tersenyum balik padanya.

"Ada apa, Nick?" tanyaku.

Nick duduk di sofa panjang, di sebelahku.
"Tak ada apa - apa, Kat." ujarnya.

"Hari ini orang tuaku berkunjung lagi, dan aku diizinkan berjalan - jalan. Jadi, boleh aku menemanimu di sini?" tanyanya.

Aku tertawa. "Tentu saja, kenapa tidak?" Nick ikut tertawa.

"Kau boleh membaca buku - buku di sini. Lihat - lihat saja, banyak buku yang menarik di sini."

Nick mengangguk, lalu mengikuti saranku. Ia berdiri dan berjalan-jalan, melihat buku - buku yang berjajar dengan rapi dalam rak - rak buku yang tinggi. Namun akhirnya, ia kembali lagi, tanpa satu buku pun di tangannya.

"Kau tahu ini? Itu kuda kesukaanku." ujarnya, menunjuk gambar kuda yang ada di buku yang sedang kubaca.

"Aku tidak punya kuda kesukaan, selain Sidney, kurasa." ujarku.

"Arabian horse? Kenapa?" tanyaku.

Nick mengangkat bahu.
"Kurasa karena itu kuda pertamaku."

"Aku lebih menyukai kuda - kuda berwarna putih bersih atau hitam legam. Mereka cantik." ujarku.

Nick mengangguk - angguk. "Ya, mereka memang terlihat anggun." ujarnya.

Kami banyak sekali mengobrol hari itu. Dan Nick ternyata lebih asyik dari yang kukira. Awalnya dia memang canggung, mungkin karena aku seorang princess. Namun seiring berjalannya waktu, aku tahu kalau Nick adalah orang yang humoris. Aku bahkan mengundangnya ke pesta kelulusanku besok.

"Thanks, Kat. Hari ini menyenangkan." ujarnya saat kami berjalan kembali ke kantor Mom.

Aku mengangguk. "Besok mau ikut main bersamaku sesudah pesta kelulusan?" tanyaku.

"Um, aku punya sahabat, namanya Milena. Dia mengajakku jalan - jalan besok, bersama dia dan pacarnya, Brandon. Besok saja kukenalkan." ujarku buru - buru, karena rasanya aku seperti mengajaknya pergi kencan, berdua.

"Oh, ayo." jawab Nick. "Kebetulan besok aku tak ada acara." Dia tersenyum padaku.

"Ya sudah. Bye, Kat!" ujarnya.

"Oh, bye!" ujarku buru - buru, karena aku sempat terhanyut dalam senyumannya yang hangat.

Aku berbalik untuk makan siang. Mom ada di sana, sedang makan siang bersama Breanna.

"Kat." ujar Mom. "Abaikan berita itu, kau tak usah menghiraukannya."

"Berita apa?" tanyaku. Aku mulai merasa ada yang tak beres di sini.

"Liputan televisi tadi pagi meliput Max Hogan." kata Mom.

"Oh, yang itu. Ya, aku melihatnya semalam." jawabku.

Mom tidak membahas hal itu lagi, dan Miley datang tak lama setelah aku makan siang.

"Kat! Aku lihat berita yang diliput di televisi tadi pagi. Abaikan saja, mereka hanya ingin mendapat berita untuk ditayangkan." ujarnya.

Aku mengangguk. "Iya, tidak apa kok, aku tahu."

Miley menatapku dengan kerutan di dahinya.

"Kalau kau kesal, bilang saja. Jangan disembunyikan, Kat. Kau pikir aku tidak mengenalmu?"

"Aku tidak apa - apa, Mi. Berita itu memang membuatku kesal sedikit." jawabku.

Miley memelukku dan menepuk - nepuk punggungku.
"Saat kau bilang sedikit, aku tahu sebenarnya tak sesedikit itu."

"Thanks, Mi. Kau sahabatku yang paling baik." ujarku.

Kami hanya menonton televisi di kamarku, karena udara saat itu sangat panas, dan kami malas terkena sinar matahari yang sangat terik. Hanya ada beberapa film yang menarik di televisi, tapi itu cukup, untuk menahan kami di kamar seharian penuh.

Juru masak istana memasakkan makaroni panggang, cemilan kesukaanku, untuk kami. Makanan dengan keju yang meleleh selalu menjadi favoritku.

"Aku mengajak Nick untuk ikut dengan kita besok." aku memberitahu Miley. "Tidak apa kan?"

"Tidak apa kok." jawab Miley. "Aku ingin tahu seperti apa dia itu."

"Dia baik, ramah, tapi agak pemalu kalau kau baru bertemu dengannya." aku menjelaskan. "Dia sangat menyukai kuda,"

"Dan sangat menyukai dirimu." Miley menyela, sambil menatapku jahil.

"Tidak, Mi. Kami hanya teman, dan dia menyenangkan." singgahku.

"Oh ya?" tanya Miley jahil. Aku memanyunkan bibirku, dan Miley tertawa - tawa.

"Dia suka padamu, Kat. Aku bisa merasakannya." ujarnya.
Aku mengangkat alisku, tanda tak setuju.

"Dari caranya mendekatimu dan senang bersamamu aku tahu." ujarnya lagi.

"Sudah, ah." ujarku. "Memangnya besok kita mau ke mana?"

Miley menggeleng. "Belum pasti. Aku ingin ke Hot Pan, di sana pancakenya enak."

"Iya, lagipula ada es krim, aku juga sudah lama sekali tidak ke sana." jawabku.

Hot Pan adalah sebuah restoran pancake dan waffle. Pancake di sana adalah yang terbaik dari seluruh pelosok ibukota Graburg, kota Louise.

"Kurasa Brandon juga suka." kata Miley lagi.

"Nah, aku tak tahu soal Nick." ujarku.

Miley memilih sebuah lagu dari list lagu yang tersimpan di televisi dan musik pop bercampur EDM yang khas menggema ke seluruh sudut kamarku.

"Kat? Jangan keras - keras dong, aku mau tidur." Breanna masuk ke kamarku sekitar lima menit kemudian.

"Oh, maaf." Ujarku. Aku langsung mengambil remote dan mengecilkan volume-nya. Aku lupa kalau saat ini adalah jam tidur siang Breanna.

"Keluar yuk." Ajakku pada Miley.

"Lama - lama rasanya aku mengantuk diam terus di sini."

Miley memilih home theater istana sebagai tujuan kami selanjutnya. Di sana dingin dan kebetulan sedang tidak dipakai oleh siapapun, jadi kami bebas di sana.

Setelah menonton beberapa film pendek, kami bosan dan pindah ke ruang tamu istana yang kebetulan sedang tidak dipakai.

Royal HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang