10 - Learning To Love

26 2 3
                                    

"Rasanya menyenangkan ya setelah lulus," aku memulai percakapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rasanya menyenangkan ya setelah lulus," aku memulai percakapan.

"Ya, memang," ujar Nick. "Apalagi kau seorang puteri, Kat. Tidak mungkin kau magang."

"Sebetulnya aku ingin." Aku menyesap earl grey-ku.

"Aku ingin merasakan punya kehidupan yang normal."

Nick tertawa.

"Bagiku mungkin kehidupanmu memang tidak begitu normal, tapi bagimu, inilah kehidupan yang normal, kan?"

"Iya, tapi begini rasanya tidak menyenangkan. Aku tidak pernah bisa bebas melakukan apapun."

"Tentu saja, kau kan seorang puteri." ujarnya.

Seusai makan, aku mengajak Nick berkuda. Cameron masih ada di sana, di kandang. Aku tersenyum padanya, dan ia hanya mengangkat sebelah alisnya ke arah Nick, seolah menanyakan padaku bagaimana 'kencan' kami siang ini.

"Semuanya aman," bisikku padanya ketika kami berpapasan.

Cameron memasang sadel pada Sidney dan mengeluarkan satu kuda lagi. Ia menyerahkannya padaku dan Nick dengan hormat.
Sebagai salah satu pegawai kerajaan, biasanya inilah yang dinamakan dengan curtsy, membungkuk sedalam-dalamnya, terutama pada anggota kerajaan.

Terkadang, para anggota kerajaan dan bangsawan juga melakukannya, untuk saling menghormati.

Nick menerima tali kekangnya dan langsung naik ke atas kudanya, diikuti olehku. Kami berkuda mengelilingi lapangan rumput istana yang luas.

Aku memejamkan mataku sejenak, merasakan angin semilir yang menerpa wajahku. Rasanya sejuk sekali, di hari yang panas seperti ini.

"Ah, rasanya ingin liburan," gumamku.

Pandanganku menerawang ke kejauhan, tapi sepanjang yang bisa dilihat hanya tembok istana dan kota.

Mungkin belum saat yang tepat. Aku masih teringat kejadian liburanku dengan Max.

"Kat? Katharine?" Nick melambai-lambai di depanku. Aku tersadar dari lamunanku dan segera menatapnya.

"Oh, maaf. Kenapa?"

"Kenapa berhenti?" tanyanya. Ia memutar balik kudanya untuk menjemputku.

"Oh, bukan apa-apa," ujarku. "Hanya terpikir satu dua hal," aku tertawa.

Nick membelai surai kudanya yang keabuan dengan lembut.

"Lucky, kau memang cantik," aku ikut membelai surai kuda itu. Lucky adalah nama kudanya.

Sidney meringkik padaku.

"Ah, kau juga Sid," aku tertawa dan membelai surai kuda putih itu dengan sayang.

Kami kembali berjalan sampai ke ujung taman istana, lalu kembali untuk mengembalikan kuda. Nick pulang sesudahnya.

"Bagaimana?" tanya Cam saat aku kembali ke kandang.

Royal HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang